"Kau lihat Ra, kau sudah siap, kau pun bisa merasakan aku pun sudah sangat siap, tapi kita belum bisa bersatu karena ada penghalang, ada anak-anak, jadi kita harus bertahan sementara, itu bikin gairah kita semakin membumbung kan Ra, rasanya tak tertahankan kan?" Bisikkan Bastian makin memancing gairah mereka."Lihat gerakanmu mulai tak terkendali, ini AFRODISIAK yang kita ciptakan sendiri Ra, yang akan membuat gairah kita sema kin menggila, see?" Bastian berbisik sambil mencium, tangannya tak berhenti mengusap semakin cepat 'tubuh' indah istrinya, yang semakin mendesakkan tubuh indahnya ke belakang, berusaha memposisikan dirinya untuk suaminya."Dad..Bast..!" Almira makin mendorong ke belakang sambil mulai terisak."Sstt sabar sweetheart, waktunya belum tiba!""Dadddd...""Sabar sayang, sabar sebentar lagi, aku akan memberikan apa yang kamu mau, tahan, Sayang." Kalimat dan tangan Bastian berbanding terbalik, bibirnya bilang sabar tapi tangan Bastian mengus
Setelah mereka berenang, mereka mandi bersama, kemudian mereka beristirahat dengan perasaan puas di tempat tidur yang semua mawarnya sudah di singkirkan. Bersama mereka duduk di kepala tempat tidur, Bastian memeluk bahu Almira.Saat itulah Bastian menyerahkan sebuah kotak terbuat dari kayu jati, nampak seperti kotak upeti raja-raja dalam ukuran kecil."Dad, cukup! Tubuh dan hatiku sudah bukan milikku lagi, tidak ada lagi yang perlu kau senangkan," kata Almira memohon setengah bercanda.Bastian tersenyum mesra."Kau harus menerimanya, agar kau selalu ingat bahwa suamimu sangat menyayangimu dan 2 bidadari kecil yang menggemaskan itu, aku akan berusaha membahagiakan kalian dengan semua yang kumiliki." Kalimat Bastian terdengar seperti janji di telinga Almira.Almira tahu, kalau menolak pemberian yang berhubungan dengan uang, bisa sangat berabe, jadi Almira memutar kunci peti kayu tersebut, mengangkat penutupnya, dan melihat isinya, ada 3 benda di dalamnya.Satu, sertifikat rumah i
Almira membawa kopi buatannya, kini mereka duduk berempat.Almira sendiri hanya minum segelas juice jeruk, kemudian bersiap untuk ke kantor.Almira memakai blazer hitam melengkapi gaun kuning pucatnya, setelah mengambil tas kantor, Almira menghampiri meja makan, pamit sama Mr Philip dan Samuel.Bastian berdiri untuk mengantar istrinya ke mobil.Di ruang tengah yang sepi, Bastian menghentikan istrinya, memeluk pinggangnya dan mengecup pelipis istrinya."Pasti hari ini kamu bakal sibuk sekali, jadi jangan sampai sampai lupa habis makan siang minum suplemennya." Bastian mengingatkan sambil menyisipkan rambut Almira ke belakang telinganya.Almira tersenyum lebar dan menekan hidung Bastian dengan telunjuknya."Siapa yang habis opname coba? Kebalik pesannya, harusnya aku yang ngingetin kamu, Dad."Bastian melepaskan tangan kanannya dari pinggang Almira dan menyisipkannya di antara tubuh mereka yang berhimpitan untuk mengelus perut istrinya."Aku hanya ingin berjaga-jaga, siapa tahu anak
Sepeninggal Iwan, Samuel masih berdiri di tempatnya ketika dia merasa ada seseorang di sebelahnya. "Dia belum tahu siapa yang diajaknya berperang, dia kira bos gue jadi miliader hasil undian? Sembarangan!" Gumam cewek di samping Samuel.Samuel membalikkan badannya dan melihat si cewek yang sedang geram."Biasa aja Van, kenapa sampai sewot gitu?" tanya Samuel."Habis, ngomong kayak klien dia aja yang bener, kalau ada yang berantem sama bos gue ya, pasti orang itu yang salah, bukan bos gue!" Masih menggebu-gebu Vanya, sekretaris Bastian membela bos-nya.Samuel tersenyum melihat sekretaris yang biasa kalem dan tenang ini, sampai kapan hari saat tengah malam disuruh jaga Almira, waktu Almira belum sadar pun Vanya masih sangat tenang."Karyawan dia pasti juga pendapatnya gitu Van, belain bos-nya sendiri kan?""Nggak semua gitu, Pak Sam! Banyak yang ngejelekkin bos-nya sendiri, kalau memang bos-nya nggak bener!" Kali ini suara Vanya sudah mulai turun nadanya.Samuel ingin memperpanjan
Almira keluar saat Vanya sedang mengetik sesuatu di ponselnya."Hai Vanya.""Eh Ibu ..hm Bu Almira," Vanya gelagapan karena tidak mengira Bu Almira datang saat dia sedang mengotak-atik handphonenya."Lagi ngapain Vanya?""Lagi mau pesan makanan dari online Bu Almira.""Nah kebetulan Van, ayo temani aku, kita makan di kantin yuk!"Vanya terdiam dan melihat ibu Almira yang sedang menjulang dengan cantiknya di hadapannya."Maksud ibu mau makan di kantinnya kita?""Iya di kantinnya kita, di sini katanya makanannya lumayan lengkap.""Iya sih, dan ada yang enakkk banget juga, tapi .. atau begini aja Bu, Vanya ke kantin Vanya fotoin semua.. terus Vanya kirim ke wa-nya Ibu.""Kok sama dengan usulnya Bapak, pasti kamu udah dapat pesan dari Bapak ya?""Pak Samuel, Bu?" tanya Vanya.Setelah melihat ekspresi Almira, Vanya sadar dia salah sebut memang sejak tadi yang ada di pikirannya hanya Samuel."Upss .. emmm maksud saya Pak Bastian, Bu?" Vanya berusaha tidak terlihat gugup.Almira tersenyum
"Emang ada apa dengan Samuel, Al?""Lha, kan aku yang nanya Van, kamu yang cerita tentang kamu dan Samuel."Jangan-jangan selain pinter, cantik dan baik hati, kekasih bos ini punya kemampuan membaca pikiran, batin Vanya.Belum sempat Vanya menjawab, terdengar suara Almira."Van, kok minumnya belum datang? kepedasan Van!"Mendengar perkataan Almira, sendok Vanya yang sedang dalam perjalanan masuk mulut terhenti di udara.Ya ampun!"Al, kita belum pesen minum kan?" Kemudian mereka berdua tertawa bersama, Vanya berdiri dan cepat cepat mengambil sendiri minuman dari lemari pendingin yang ada di samping kasir.Tapi semua minuman tidak ada yang dingin."Mbak Sri, ini masih lemari pendingin kan, kok minumannya hangat?" Teriak Vanya pada Sri, pelayan kantin yang paling lucu.Sri yang tahu sedang kedatangan orang penting, tergopoh-gopoh mencari minuman dingin tapi tetap semua yang dipegangnya hangat.Sri yang memang gampang gopoh, kali ini panik! "Mbak Vanya iku ibu'e bos kan, piye iki.
Tiba-tiba telepon berdering.Bastian tidak menyalakan speaker, dia langsung mengangkatnya."Hallo.""Pak, maaf ini ada telepon dari Mr Roberto," kata Vanya."Iya sambungkan, Van." Untunglah ada urusan mendadak ini, semoga bisa mengalihkan perhatiannya."Baik Pak," jawab Vanya.Kemudian Bastian membahas perusahaannya yang baru berjalan di Singapura, sehubungan dengan limbah yang dihasilkan, pemerintah ingin perusahaannya menjadi salah satu perusahaan percontohan yang ramah lingkungan.Setelah panjang lebar tanpa terasa mereka membahas berbagai hal hingga hampir 1 jam lamanya, kemudian Bastian menutup teleponnya.Setelah itu Bastian memandang istrinya, dan mendapati istrinya tidur di sofa berbantalkan blazernya yang di gulung.Dari tarikan nafasnya sepertinya Almira tertidur pulas, kalau ini sepertinya bukan karena hormon, dari dulu istrinya orang yang paling gampang tertidur pulas, mungkin karena tidak menyimpan hati jahat, sehingga bisa tidur lelap tanpa beban.Pelan Bastian
Terlanjur basah, sudah separuh jalan, sekalian aja dia selesaikan, tiga malam dia akan tinggal di rumahnya sendiri, setelah itu mereka akan duduk bersama.Saat itu Almira pasti sudah dapat memahami betapa rasa cinta yang mendorongnya melakukan semua ini. Kekuatan cinta akan memampukan kita untuk berjuang buat orang-orang yang kita cintai, walau harus melewati kesedihan yang dalam. Pertama, yang harus di beri pengertian adalah anak-anaknya terlebih dahulu.Hari ini anak-anak pun tidak seramai biasanya, mungkin karena sehabis pulang sekolah mereka sempat mampir ke mall bersama grandpa dan grandma-nya terlebih dahulu, sehingga mereka sudah pada kecapekkan.Bastian beranjak ke kamar anak-anak.Mereka masih bermain di karpet, kemudian Bastian duduk di karpet dan memeluk kedua putrinya."Binta dan Saras, inget waktu Daddy pergi ke Singapura?" tanya Bastian.Dua bidadari kecil itu mengangguk."Nah, sekarang Daddy mau pergi lagi, Daddy minta Binta dan Saras jangan bikin Mommy sedih ya,