Sebuah cengkeraman terasa hangat di bagian pinggulnya. Moreau menelan ludah kasar ketika memutuskan untuk memalingkan separuh wajah. Abihirt sedang melakukan sesuatu, berhasil membuat dia melengkungkan tubuh saat kejantanan pria itu perlahan masuk di antara celah kaki yang terbuka.
Besar dan kokoh ... benar – benar memberi Moreau sensansi penuh. Jemarinya mengetat di pinggir kasur tepat saat Abihirt mulai bergerak. Hujaman pria itu terkadang selalu berakhir sebagai tujuan paling kasar, sehingga dia berpikir seseorang dengan gairah seks berbeda seperti ini, seakan memiliki niat menghancurkan tubuhnya, walau Abihirt tak pernah serius terhadap hal demikian. Pria itu setidaknya butuh sesuatu untuk dilampiaskan. Hanya kebetulan dia adalah sasaran renyah.“Mmm ....”Moreau mengatupkan bibir dalam keadaan paling sadar saat hampir mengerang. Berusaha tidak menunjukkan bahwa dia terbuai, tetapi tak dimungkiri bahwa sentuhan Abihirt memberi efek yang terjal.“Mmm, Abi ....”<Setelah menarik napas cukup dalam. Moreau menuntut diri supaya siap, lalu berkata, “Kau tahu dari awal kalau aku tidak pernah menginginkan ini. Mungkin kau membuatku terbiasa, atau aku tak akan pernah benar – benar terbiasa. Sesuatu membuatku mendapatkan sudut pandang yang buruk tentang seks.” Dia langsung menatap Abihirt gugup, berharap akan ada sesuatu yang ditemukan, tetapi pria itu nyaris tidak memperlihatkan satu pun reaksi tertentu, selain mengambil langkah mundur; beranjak pergi memunguti helai kain yang tercecer sekadar berpakaian utuh di hadapannya. “Apa pun yang kulakukan, karena kita berada di bawah surat pernjanjian. Mungkin kau bisa memaafkanku jika memang terlalu kasar.” Semua diakhiri dengan pernyataan yang membuat jantung Moreau bertalu – talu keras. Dia terkesiap saat Abihirt bahkan menderap meninggalkan kamar, meninggalkan dirinya sendirian, terpaku, hampir terlalu bingung, tetapi semua masih tentang perjanjian di antara mereka. Tidak lebih. Pria
Bukan sesuatu yang dapat dicampuri. Moreau tak ingin terjerumus terhadap pelbagai pemikiran, di mana seharusnya dia tahu bahwa terdapat risiko menjadi seorang simpanan. “Semua sudah selesai, Nona.” Tiba – tiba Caroline bicara di tengah gemuruh cukup hening. Itu menarik Moreau kembali ke permukaan hingga mengerjap untuk beberapa saat. Perlu disadari bahwa Caroline menyiapkan semua kebutuhannya dengan komplit. Memindahkan Chorrus yang digoreng matang ke atas meja makan, berikut tambahan saus cokelat sebagai pendamping utama. Moreau tersenyum, kemudian mengikuti langkah wanita itu. “Terima kasih, Caroline.” Dia duduk persis ketika tanpa peringatan Caroline menyiapkan ruang duduk untuknya. “Kau mau ikut makan denganku?” dan menambahkan pertanyaan setelah menyadari Caroline tampak memiliki minat menyelesaikan hal tersisa; seperti perangkat masak dan minyak bekas yang masih begitu panas. “Tidak, Nona. Masih ada hal yang harus saya kerjakan. Sepertinya Nyonya Barba
Ini sudah lebih dari satu jam sejak pemutaran film dimulai. Moreau tidak tahu ke mana Abihirt pergi, tetapi pria itu tidak pernah sampai di tempat yang mereka janjikan. Dia bahkan sudah mengirimkan beberapa pesan, termasuk barcode tiket menonton dan tak satu pun dapat menyiratkan prospek bahwa Abihirt akan membacanya. Mungkin pria itu tak pernah benar – benar berniat, kemudian sengaja membiarkan Moreau menunggu dan akhirnya duduk nyaris sendirian di sini. Memang perlu digaris bawahi tentang keberadaan yang lain—penonton yang sedang menikmati alur cerita. Namun, itu tak sama seperti seseorang telah mengatakan akan hadir, walau pada kenyataannya tidak. Abihirt punya keinginan untuk tidak memberi Juan kesempatan. Dengan ironi, membuat perasaan Moreau setengah kesal. Dia sudah mati – matian menahan diri dengan tidak menyetujui permintaan Juan—saat tawaran nonton bersama kembali diberikan, sementara mereka tahu Abihirt membuat harapannya berhamburan tidak jelas. Tujuan pria it
Suara serak dan dalam Abihirt tiba – tiba terdengar begitu dekat. Sesaat Moreau tersentak setelah hampir tidak ada petunjuk mengenai apa yang pria itu lakukan. Jarak di antara mereka sungguh melewati batas prediksi dan ketika mencoba untuk memahami situasi yang terasa begitu gamblang, dia baru menyadari bahwa pemutaran film selesai. Derap kaki beberapa orang terduga melangkah pada satu titik meninggalkan ruang teater. Akan lebih baik jika melakukan hal serupa. Bukankah mereka tidak datang bersama, maka pergi pun akan seperti itu? Moreau siap mengambil langkah bangun. Namun, pada akhirnya dia harus tertahan dengan Abihirt melakukan pencegahan. Pria itu juga mendesak supaya dia kembali duduk bersandar di tempat semula—persis kemudian beranjak bangun dan membuatnya terkurung di antara lengan yang berpegangan pada masing – masing pembatas kursi. “Ada urusan di kantor dan aku benar – benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku.” Apakah Abihirt berusaha menjelaskan sesuatu da
“Sepatu skate Anda, Tuan ....” Seorang pengawai datang menyerahkan sesuatu yang Abihirt minta, tetapi perhatiannya terpaku lurus – lurus mengamati sebentuk tubuh indah Moreau masih bergerak di atas lapisan es. Gadis itu berputar. Menggerakkan kaki. Seperti berselancar, tetapi semua terlihat persis pola mengagumkan. Dia ingat bagaimana selalu memutar video tentang ibunya ketika sedang melakukan hal serupa. Hampir ada kemiripan. Yang membedakan hanya Moreau tahu bagaimana cara memberontak, sementara ada ragam keputusasaan dari wanita yang memutuskan untuk mengakhiri hidup setelah menghadapi sikap seorang suami pengecut—bahkan sebagai ayah pun ... bajingan tua itu tidak betanggung jawab. Abihirt tidak ingin mengingat semua peristiwa yang terdaftar sebagai bagian dari hal terburuk dari hidupnya. Sesaat untuk mengalihkan perhatian kepada pria yang masih menunggu jawaban. “Taruh saja di bawah.” Hanya sebuah perintah singkat; langsung dikerjakan, kemudian pri
“Bukankah bagus jika ibumu mantan figure skating. Kau bisa mempertemukanku dengannya dan aku bisa belajar lebih banyak—“ “Kau ingin bertemu dengannya di alam kubur?” Begitu saja. Mendesak Moreau diam beberapa saat. Dia sungguh tidak pernah bermaksud atau setidaknya sampai membuat Abihirt tersinggung. Pria itu tak mengatakan dari awal dan menjadikan informasi tersebut seperti suatu hal yang mengejutkan. Masih ada krisis setelah hampir terlalu sulit bersikap tenang. Moreau menelan ludah kasar kemudian berkata, “Maaf. Aku tidak tahu.” Secara naluriah dia menggigit bibir bawah. Tidak tahu ternyata itu memberi ayah sambungnya efek tertentu, sehingga Abihirt memalingkan wajah sambil merenggut sepatu skate; memakai nyaris terlalu cepat dan hampir tidak ada batasan ketika mereka saling berhadapan. Moreau butuh menengadahkan wajah, maka paling tidak mereka akan melakukan kontak mata, meski hal ganjil meliputi ketika mata kelabu Abihirt hanya tertuju pada bibirny
“Aku penasaran. Bagaimana cara menjadi sangat kaya? Hingga kau tak peduli berapa kerugianmu, karena itu tidak akan memberi dampak,” ungkap Moreau saat dia mengambil langkah mundur ke belakang sambil mengulurkan tangan. Memberi Abihirt isyarat supaya pria itu menggenggam jari – jari tangannya erat, maka mereka akan bergerak seperti yang sering dia dan Juan lakukan. Abihirt mungkin bersikap terlalu kaku, tetapi Moreau yakin sesuatu dalam diri pria tersebut masih memiliki sedikit minat untuk menjadi bagian yang tak tergambarkan dari daftar keinginan Barbara—mengingat ibunya tak pernah menyukai hal – hal yang bercabang pada kegiatan olahraga, tetapi memaksanya masuk dan menjadi salah satu bagian. “Bekerja keras.” Suara serak dan dalam Abihirt meliputi persis ketika mereka melakukan dansa di atas lapisan es. Semua tidak harus terburu – buru. Moreau tidak sedang bersama Juan yang akan dengan mudah mengangkat tubuhnya ke atas. “Bagaimana kau bekerja keras? Dari no
“Sepertinya kau belanja besar – besaran, Moreau ....” Tidak ada informasi mengesankan ketika akhirnya Barbara tiba – tiba muncul setelah membuka pintu kamar dengan sedikit kasar, lalu berdiri angkuh diliputi kedua lengan terlipat di depan dada. Moreau tidak akan memungkiri saat dia menatap lurus di wajah ibunya. Tidak ada senyum. Justru kecenderungan bersikap sinis, seolah sudah berada dalam pengaturan sebelum Barbara menginjakkan kaki di sini. Moreau diam – diam mendengkus. Cukup mengejutkan dan aneh mengetahui ibunya datang secara tak terduga. Wanita itu seharusnya tak tahu apa pun, tetapi mungkin hanya suatu kebiasaan; muncul; berkomentar; dan mengatakan hal – hal tidak pantas. Bagaimanapun, dia juga malas meladeni ibunya. Mengerti akan ada masalah lebih serius jika pada akhirnya mereka melewati batas. Dapat berakhir sebagai prospek buruk andai mengatakan bahwa semua ini dibeli oleh satu orang. Moreau sempat menolak ketika Abihirt menawarkan sesuatu yang
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Moreau sarat nada sinis. Menyingkirkan keberadaan tangan Abihirt adalah kebutuhan dasar. Dia menepis pria itu dengan kuat. Sudah cukup membiarkan waktu berjalan beberapa saat. Keheningan memang sudah bergemuruh sejak terakhir kali tidak ada satu pun kata terucap dari bibir ayah sambungnya, tetapi Moreau muak menghadapi sikap pria itu. Abihirt sudah seringkali memberi tatapan tajam, seakan – akan demikianlah cara pria tersebut melakukan komunikasi intens. Tidak. Seharusnya pria itu mengerti kalau – kalau hal tersebut merupakan bentuk paling menyakitkan. “Aku ingin kau pulang.” Kali pertama bersuara, Moreau dapat mencerna betapa suara serak dan dalam itu terdengar dingin membekukan. Jika Abihirt mengira dia akan setuju begitu saja, suami ibunya salah—sangat salah. Untuk saat ini Moreau tidak menerima perintah. Dia segera menoleh ke wajah Robby, merasa hal tersebut merupakan prospek bagus sekadar memperlihatkan kepada Abihirt bahwa
[Aku tidak akan pergi ke mana pun untuk meletakkan bokongku di ranjangmu.] Itu adalah pesan terakhir yang Moreau kirimkan sebelum dia dan Juan akhirnya memutuskan untuk terjebak di tengah – tengah musik menggelegar. Tidak ada yang dilakukan di sini. Selain, sesekali menaruh minat serius apakah Abihirt akan membalas pesan terakhir darinya atau tidak. Ironi. Kenyataan bahwa Moreau harus mendapati pria itu bahkan sudah membaca, alih – alih meninggalkan sedikit jejak supaya dia tidak terus menebak – nebak suatu hal yang bahkan tidak mendekati pengetahuan murni di benaknya. Barangkali Abihirt tidak punya waktu lebih sekadar menaruh sedikit perhatian, atau paling tidak ... menanyakan ke mana dia telah pergi. Moreau yakin pria itu sedang bersama Barbara, karena apa pun alasan yang dia berikan kepada ibunya adalah prospek bagus untuk bisa berada di sini. Menghirup hiruk pikuk yang terasa memuakkan, tetapi juga dapat dijadikan sebagai tempat pelampiasan. “Kau dari tadi h
“Ada apa dengan kenalanku?” pria itu bertanya lambat, seolah pemikiran di benak Moreau telah sampai, kemudian membuat Juan mempertimbangkan sesuatu yang terasa begitu tiba – tiba di antara mereka. “Kau tidak pernah membicarakan tentang kenalanmu. Aku curiga kalau yang ingin kau pertemukan kepadaku ternyata satu spesies denganmu.” Sambil mengedikkan bahu tak acuh, sekarang Moreau mendapati ekspresi wajah Juan penuh selidik ke arahnya. “Apa maksudmu bicara seperti itu? Spesies apa, huh?” Pria itu sedang menuntut, tetapi jelas tak benar – benar serius. Sesuatu yang membuat Moreau nyaman untuk berada di samping Juan. Akan selalu begitu. “Aku yakin kau mengerti maksudku, Juan ....” Demikian yang dia katakan dan segera menerima respons decakan keras dari Juan—pria itu bahkan merangkul lehernya erat. Nyaris membuat Moreau benar – benar menunduk. Dia tertawa saat berusaha melepaskan diri. Terlalu menikmati momen kebebasan seperti ini hingga tidak pernah menyadari bahwa
“Kulihat ... akhir – akhir ini kau seperti tidak ada semangat hidup, Amiga. Apa lagi? Kau bertengkar dengan ibumu atau berondong ibumu? Yang mana? Katakan saja, aku siap menjadi pendengar yang baik.” Demi Tuhan; rasanya Moreau tidak ingin meluapkan segala sesuatu di sini saat mereka baru saja menyelesaikan sesi latihan panjang. Dia lelah, terutama ketika harus menerima kenyataan palsu dan menyakitkan, tetapi Juan seakan tidak pernah tahu tempat untuk tidak melibatkan masalah serius yang bergemuruh di benaknya. Atau barangkali kesalahan memang murni berada di tangan Moreau. Dia yang tak bisa membedakan kapan harus memastikan dirinya tetap profesional dan tidak. Kemesraan Barbara tadi pagi .... Ntahlah .... Itu hanya sikap peduli tunggal, di mana ibunya seperti berusaha membujuk Abihirt supaya hubungan yang nyaris melampaui regang, dapat dipulihkan sebagaimana mestinya. Moreau tidak pernah berharap bahwa keretakkan itu akan semakin parah atau hal – hal r
“Aku tahu kau mungkin ingin membuat ibuku membayar apa yang sudah dia lakukan di belakangmu. Tapi ada satu hal yang membuatku tidak mengerti. Kau muda. Kaya. Bisa mencari wanita lain di luar sana. Mengapa harus aku? Mengapa harus seseorang yang terikat bersama ibuku? Kau tahu itu akan sangat – sangat menyakitinya. Kita bahkan hampir melakukannya sekali, walau mungkin saat ini ... aku belum terlalu yakin bahwa ibuku akan percaya begitu saja ....” Ada jeda beberapa saat ketika tiba – tiba Moreau memutuskan untuk menimbang. Nyaris tak pernah sadar bahwa jemari tangannya telah menggenggam di lengan Abihirt—tidak cukup erat, tetapi dapat memberi dampak bahwa jemari yang panjang telah menancap sedikit dalam. “Katakan ... mengapa harus aku?” dia melanjutkan dan sama sekali tidak memungkiri bahwa suaranya nyaris terdengar parau. Ada ketakutan tersemat, sekaligus sulit menjabarkan bagaimana rasanya terjebak pada sesuatu yang salah seperti ini. “Aku menidurimu tanpa pernah t
"Aku menyukaimu."Kemudian pernyataan Abihirt terdengar seperti satu pengakuan yang sulit diterima. Satu hal yang begitu terlarang. Itu tidak seharusnya. Mereka sudah sepakat, meski Moreau juga tak sanggup memungkiri bahwa perasaan kepada ayah sambungnya adalah bagian yang tak dapat diakhiri begitu saja. “Kau hanya menyukaiku?” Sial. Moreau tidak tahu mengapa dia mengajukan pertanyaan tersebut. Seperti hanya ingin menguji kejujuran Abi. Hanya menyukai .... Pantaskah dia berharap sesuatu yang lebih? “Aku mencintaimu.” Reaksi murni ... kali pertama membuat tubuh Moreau menjadi tegang ketika pria itu kembali meneruskan. Tidak menyangka jika Abihirt akan mengatakan sesuatu yang sebenarnya dia inginkan. Mencintainya .... Apa yang sekarang dapat dia katakan? Bagaimana dengan batasan penting yang tak boleh mereka lupakan? Dia harus ingat bahwa Abihirt masih suami ibunya. Barbara tidak pergi ke mana pun. Tidak akan pergi ke mana pun. Masi
“Aku tidak akan pergi.” Pernyataan Abihirt terdengar semacam keputusan paling fatal. Menuntut sesuatu dalam diri Moreau supaya tidak menunjukkan reaksi signifikan. Dia ingin tenang menghadapi ayah sambungnya. Perlahan, segera memindahkan iris mata secara gelisah hanya untuk mempelajari sesuatu yang selalu tersembunyi di balik ekspresi tenang pria itu. “Tapi—“ Tiba – tiba Abihirt mendorongnya jatuh telentang di atas ranjang. Cara pria itu terburu, seakan ingin melahap Moreau hidup – hidup andai tidak ada desakan di sana yang coba dikendalikan. Tidak sanggup menahan lebih lama. Bibir pria itu segera merampas mulutnya dengan cara yang kasar. Mungkin akan sedikit lebih brutal saat Moreau tidak berusaha menunjukkan reaksi setimpal. Dia melenguh samar ketika Abihirt menekan kedua pergelangannya di puncak kepala. Gigitan sensitif dari pria itu secara naluriah membuat dia membuka bibir samar. Lidah basah Abihirt langsung melesak masuk, seperti tidak pernah ingin me
“Kau sedang belajar menjadi intel rahasia?” Suara serak dan dalam Abihirt menyerupai bisikan berbahaya ketika pria itu mendekatkan wajah ke arahnya. Hampir membuat dentuman keras di jantung Moreau seakan ingin melompat keluar. Dia menelan ludah kasar sembari menyentuh dada ayah sambungnya. “Tidak juga. Aku hanya ingin tahu kalau ternyata kau dan ibuku kembali bertengkar,” ucap Moreau sedikit menghindari kontak mata. Dia memalingkan wajah, tetapi tidak lupa menikmati aroma tubuh ayah sambungnya yang terendus pekat. Pria itu menggeram sesaat, kemudian berkata, “Jangan membahasnya di sini.” Seolah memang sedang diliputi keengganan, sehingga sisa hal yang Moreau dapat dari Abihirt adalah pria itu sedikit menghindar. “Baiklah. Sekarang katakan, mengapa kau ada di sini?” Dia tak ingin melewatkan waktu lebih banyak hanya melalui situasi seperti ini. Situasi yang terlalu berbahaya ketika jatuh di pelukan ayah sambungnya bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan. “
“Lain kali jangan mengendap seperti perampok,” dia berkata sedikit dengan usaha menyingkirkan sikap canggung di hadapan ayah sambungnya. Abihirt terlihat santai, tetapi pria itu jelas tidak bisa menyembunyikan keretakkan bersama Barbara. Tidak. Sebenarnya suami ibunya terlalu mahir. Moreau hanya beruntung ketika Caroline membocorkan beberapa hal di antara mereka, sehingga itu terlihat sedikit lebih mudah daripada terus menebak sesuatu yang tak akan pernah terungkap ke permukaan. “Kau ke mana saja?” Tidak ada tanggapan. Cukup mendesak Moreau supaya memulai pembicaraan yang terlalu hening. Sejujurnya dia tak begitu nyaman harus terperangkap berdua saja bersama Abihirt saat motivasi pria itu masih membentuk gumpalan yang samar. “Pulang ke rumahku.” Namun, ayah sambungnya mengatakan begitu saja, seolah Moreau tidak butuh informasi lebih penting. Padahal, dia terlalu haus untuk menghadapi sesuatu yang masih terasa gersang di puncak kepalanya. Hanya tidak in