Lamat sekali perhatian Moreau terpaku lurus – lurus pada suatu hal yang sedang Abihirt lakukan di dapur. Sebelah tangan pria itu terlihat sibuk menumpahkan kapsul ke satu tangan lainnya. Sesuatu yang persis tidak dia ketahui apa, tetapi tidak pernah meninggalkan perhatian dari sana, pada tenggorokan yang bergerak ketika sedang menenggak segelas air putih.
Abihirt sedang bertelanjang dada dan sepertinya baru selesai melakukan rutinitas pagi. Terungkap beberapa butir keringat di tubuh pria itu, yang berjatuhan dari pangkal rahang hingga sulur – sulur merambat ke celah otot – otot di bagian perut. Sebuah pemandangan menakjubkan di pagi hari. Moreau menelan ludah kasar, kemudian berusaha keras mengenyahkan pemikiran kotor di benaknya. Dia sungguh, tak ingin melakukan itu. Barangkali harus belajar terbiasa menghadapi tubuh kokoh Abihirt, yang tampaknya tak sadar bahwa Moreau berada sekian jengkal jarak, sampai wajah tampan itu menoleh.Sudah cukup rasanya memperkenalkan kepada Caroline beberapa hal di sekitar sudut rumah. Moreau yakin wanita itu akan mengerti apa saja yang boleh dan tidak dilakukan persis seperti peraturan Barbara. Ada satu guci besar ditempatkan di siku mencolok, yakni antara dinding ruang menonton yang kemudian menghubungkan siapa pun kepada lorong menuju beberapa ruang berbeda. Itu adalah bagian paling serius ... harus Caroline ingat supaya jangan sampai; ntah dengan atau tidak sengaja merusak, hingga memecahkan beberap hal di sini, termasuk guci yang dimaksud. Barbara selalu anti jika barang – barang wanita itu tersentuh oleh tangan – tangan lain. Bahkan Moreau sendiri tak berani meninggalkan kesan buruk. Dia tak sanggup menghadapi kemarahan ibunya yang akan selalu panjang. Harap – harap tidak memiliki sedikitpun kesempatan merusak kegemaran wanita itu. “Ada yang ingin kau tanyakan lagi, Ca
Itu semacam tuduhan serius yang sama sekali tidak penah Moreau pikirkan bahwa dia akan melakukan hal demikian. Semua adalah ide Barbara. Moreau harus menahan napas, karena bahkan Abihirt tidak diberitahu, setidaknya sedikit, tentang keputusan yang wanita itu ambil. Dia tersenyum getir membayangkan beberapa hal yang sebenarnya tidak cukup diterima, terutama ketika genggaman Abihirt masih bertaut di pergelangan tangannya dengan lekat. Bibir Moreau menipis, tanpa memikirkan apa pun untuk menatap mata kelabu pria itu skeptis. “Mengapa kau tak tanyakan langsung kepada ibuku apa yang dia lakukan?” tanyanya kali pertama supaya Abihirt mendapat sedikit informasi. “Bukankah bagus ada asisten rumah tangga yang dipekerjakan? Jadi aku tak perlu repot – repot membersihkan semua yang ada di sini, di rumah besar ini, sendirian, apalagi sekarang kau memaksaku unt
“Jadi kau bertengkar dengan ayah sambungmu, dan akan tinggal di sini sampai ibumu menyelesaikan urusannya di Paris?” Moreau hanya mengangguk setengah ragu setelah Juan membiarkannya duduk di sofa tunggal. Pria itu segera mengajukan pertanyaan secara spesifik, yang tidak didapat diceritakan saat mereka melakukan sambungan telepon dan terkait permintaan untuk dijemput. Dia merasa jika membawa mobil sendiri bukanlah keputusan bagus. Abihirt akan dengan mudah menemukannya, tetapi sungguh, Moreau tak ingin berhadapan langsung. Sesuatu dalam dirinya menolak, marah, terluka, karena ternyata pria itu tidak hanya melakukan tindakan kasar di atas ranjang. Namun, secara tak terduga nyaris tidak memberi Moreau kesempatan mengambil kebebasan. Bekas yang tersisa dari tindakan Abihirt sesekali berusaha mengambil kendali. Moreau tidak tahu apa yang sedang dia rasakan. Tak memungkiri bahwa ingata
Dari kebutuhan membersihkan halaman belakang menuju dapur, tubuh Caroline tiba – tiba tersentak dan membeku saat mendapati sebentuk tubuh jangkung Abihirt sedang membelakanginya dengan bahu yang terlihat kokoh. Dia tidak pernah menduga pria itu akan pulang lebih awal. Sebelum pergi, Moreau sempat mengatakan beberapa hal dan meninggalkan pesan untuk disampaikan kepada Abihirt yang tampaknya sibuk memotong sesuatu. Suara pisau bersentuhan terhadap alas pemotong terdengar begitu nyata. Lewat tindakan yang begitu hati – hati. Caroline segera mengendalikan diri, lantas melangkah lebih dekat. Masih tersisa kebutuhan untuk mengenal sang majikan yang cenderung begitu tidak asing. Dia hanya sedikit sulit mengingat beberapa peristiwa belakangan ini. Barangkali secara perlahan Caroline akan segera mendapatkan pengetahuannya. “Tuan ....” Dia bicara cukup hati
“Gara – gara kau bohong kepada Mrs. Voudly tadi siang, sekarang aku jadi sakit beneran.” Moreau bicara diliputi desakan tidak nyaman setelah mendengar derap langkah seseorang mendekat. Dia merasa kedingingan sepanjang waktu, dan baru saja memutuskan untuk berlindung di balik selimut tebal. Cukup merasa lega dapat menumpang tidur di kasur Juan, mengingat hanya ada satu kamar di sini dengan pria itu selalu berbagi ranjang bersama seseorang, jika memang kekasih Juan tidak disibukkan pekerjaan. Namun, pria itu tentu menyusul kepergian Moreau. Sekarang sedang menjulang tinggi sambil melipat tangan di depan dada. Juan berdecak dan menjatuhkan diri di atas sofa panjang. Sesaat pria itu menarik napas dan mengembuskan sedikit kasar. Memainkan rambut sendiri dengan sorot matanya menatap Moreau skeptis. “Kau sakit bukan karena aku berbohong. Itu cuma kebetulan. Yang ben
Suara ketukan pintu sayup – sayup menarik perhatian Moreau. Dia langsung menoleh ke belakang sambil berusaha mengatur posisi duduk bersandar di kepala ranjang, menunggu Juan akan melangkah masuk, yang paling aneh, pria itu selalu tak punya nilai kesopanan, terutama ini hanyalah kamar yang ditumpangi. Seharusnya Juan mengatur hak secara utuh miliknya, tak harus mengetuk; meminta izin sekadar melangkah masuk ke dalam atau mengerjakan apa pun tersisa. “Masuklah, Juan. Aku sudah lapar.” Muncul perasaan tegang saat mengamati gagang pintu yang bergerak. Seseorang menderap dengan tegas, tetapi nyaris tidak terpikirkan di benak Moreau bahwa dia akan menemukan Abihirt berjalan sambil membawa sesuatu di tangan. Plastik burger yang kemudian diserahkan begitu dekat di hadapannya. Dia mengernyit. Bertanya – tanya dari mana pria itu mendapatkan
“Sekarang makan.” Ada sedikit perbedaan, perlu digarisbawahi. Dia sedikit takut saat menghadapi suara serak dan dalam ayah sambungnya berubah tegas. Tidak mengatakan apa pun lagi, segera merenggut plastik burger, ingin melihat ke dalam isinya, tetapi sedikit terkejut saat menemukan kain yang dijahit solid dengan kaki maupun tangan menggumpal lucu. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi begitu mengangkat benda tersebut keluar. Boneka panda. Namun, terasa sedikit basah. “Untuk apa ini?” Dia bertanya heran, berharap secepatnya mendapat jawaban sambil mengamati wajah Abihirt, yang sialan tampan dengan beberapa helai rambut menjuntai di depan kening. Jari – jari pria tersebut tampaknya sudah berulang kali menyugar sebagian yang tersisa. Perlu diketahui bahwa rambut gelap berantakan itu sudah
Ironi. Apa pun yang sedang Moreau lakukan tidak pernah lepas dari kilatan mata kelabu Abihirt. Dia merasa sangat gugup saat ayah sambungnya terlihat menunggu sesuatu, mungkin ketika sedang meletakkan plastik sampah ke bawah kaki ranjang, dan menenggak segelas air putih yang penuh di dalam botol, yang dibeli bersama Juan hari itu. Moreau tidak akan pernah lupa membawanya ke mana pun, bahkan sampai di tempat ini ... baru saja meletakkan benda tersebut ke atas nakas, lalu melirik ayah sambungnya dengan pelbagai perasaan tak terduga. Napas Moreau berembus, kemudian menarik selimut untuk menutup dirinya. “Kalau memang tidak mau pulang. Kau bisa menunggu di sofa atau pergi menemui Juan di luar, aku ingin beristirahat.” Dia menambahkan sambil mengatur posisi ingin berbaring. Tidak secepat itu. Ya, tidak saat Abihirt beralih duduk dengan separuh tubuh menghadap ke arahnya, sementara satu tangan pria itu dipastikan untuk m