Pagi – pagi sekali, rasanya Moreau hampir tidak pernah ingat akan menghadapi situasi yang cukup menghibur ketika dia mengetahui beberapa tamu, keluarga dari ibunya, datang dan sedang berkumpul di meja makan. Kebetulan ada si kecil Troyas sedang memainkan perangkat makan di pangkuan seorang wanita. Moreau langsung melangkah lebih dekat, sesekali mengusap pipi gempal, yang pemiliknya seolah tidak peduli atas kedatangan lainnya. “Boleh aku pinjam anakmu sebentar, Lauren?” Dia mengulurkan tangan tidak sabar, tahu bahwa wanita yang dipanggil hati – hati, keponakan dari ibunya, tidak pernah keberatan menitipkan bocah berusia dua tahun itu, atau Moreau bisa menyebut keponakan kecil yang menggemaskan. Dia mencium wajah Troyas ketika anak laki – laki tersebut terlalu sibuk memainkan sendok plastik di tangan. Aroma bayi masih begitu khas. Moreau semakin tidak bisa menahan diri, mengendus bagian belakang leher padat kencang sambil memelu
Kebutuhan menyusul seolah memancar dari bahu Barbara. Moreau mengerti keinginan yang sedang ibunya persiapkan, sehingga memilih dengan hati – hati mendekap tubuh gempal Troyas. Lauren telah selesai menyuapi anak laki – laki tersebut, dengan lembut berpamitan untuk meletakan perangkat makan di tempat pencucian. Tubuh Troyas menggeliat, ingin turun, dan benar – benar akan merekatkan telapak kaki di atas lantai yang dingin. Moreau tidak cukup berani memaksa keponakan kecilnya, berharap Troyas tidak akan berlarian, tetapi dia salah. Anak laki – laki itu langsung memeluk Lauren yang sedang berdiri sambil tersenyum, seakan sangat puas mendapati Moreau hanya diam, tanpa berusaha mencegahnya. “Troyas memang senang mengajak siapa pun berlari. Dia sepertinya senang bersamamu, Moreau. Tapi sedikit malu – malu.” Lauren segera menambahkan setelah wanita itu se
“Siapa yang melakukan ini?” Sekali lagi, dapat disebut untuk pertama kali, akhirnya Barbara mengatakan satu hal. Bicara diliputi suara menahan amarah, nyaris bergetar, tetapi Moreau memahami betapa wanita itu berusaha menyesuaikan diri. Berusaha agar tidak meledak, terutama mereka sedang memiliki tamu. Kegugupan Moreau bertambah serius ketika dia harus mengamati kemunculan John yang sepertinya telah diburu. Suami Lauren mungkin mendengar suara menggelengar, mencari sumbernya, kemudian berhenti di sana. “Maaf, Nyonya, saya—saya—“ “Maaf, Mom. Aku sedang mengejar Troyas dan tidak sengaja menyenggolnya.” Moreau mendeteksi Caroline akan mengajukan diri, mengakui sesuatu yang sebenarnya tidak seutuhnya wanita itu lakukan. Dia juga mengambil andil. Andai, tidak mengeja
“Apa yang mau kau lakukan, Mom?” Moreau bertanya sarat nada waspada. Satu benda lain di tangan Barbara menegaskan sesuatu. Gunting. Dia tahu ini akan menjadi hal brutal dari keputusan yang akan datang. Jaket cokelat berbulu di genggaman Barbara jelas bukanlah prospek bagus di sana. Moreau belum sempat menemukan cara menghentikan, tetapi wanita itu telah melakukan tindakan secara sengaja. Mencabik – cabik kain di hadapannya—bahkan luar biasa menikmati suara sasak gunting di sekitar mereka. “Mom!” Moreau ingin bertindak, tetapi pada akhirnya tindakan Abihirt selalu lebih cepat dari naluri yang dia miliki. “Apa yang kau lakukan?!” Tangan besar itu turut menggenggam jaket berbulu yang sama. Tubuh jangkung Abihir
Pedih, kebas, bercampur dalam reaksi pertama yang dapat Moreau rasakan. Dia memegangi wajahnya seraya hati – hati menatap sesuatu masih tertinggal di tangan wanita itu. Tidak ada lagi yang Moreau katakan. Matanya memanas, tetapi juga didesak kebutuhan merenggut jaket yang telah dilubangi di sana. Biarkan wanita itu terkejut. Moreau langsung melangkahkan kaki, menyiapkan pilihan untuk meninggalkan Barbara di sana, walau kemudian dia akan mendapati Abihirt bicara. “Aku tidak merasa kau perlu melakukan ini, Barbara. Tindakanmu berlebihan.” “Aku hanya memberinya pelajaran supaya lain kali Moreau bisa menjaga suaranya di depanku.” “Kau merusak jaket dari ayahnya.” “Itu kulakukan untuk membalas guci kesayanganku yang pecah.” Dalam sekejap Moreau menelan ludah kasar mendeteksi wajah Abihirt yang langsung menatap Caroline tajam. Dia masih di sana, secara naluriah berhenti sekadar mengetahui yang tersisa. Pria itu tentu menuntut tanpa upaya membocorkan yang sebenarnya, walau Carolin
“Maafkan saya atas kekacauan yang terjadi, Nona. Anda tidak harus melakukan ini demi melindungi saya. Jika saya dipecat, mungkin itu yang memang seharusnya saya terima. Bukan Anda. Bukan barang – barang Anda yang diambil dan dirusak.” Moreau tidak pernah mengira Caroline akan segera menyusul setelah wanita itu menyelesaikan serpihan guci yang berhamburan. Dia memang tak menatap ke wajah Caroline, tetapi rasa bersalah di balik suara wanita itu begitu pasti. Ini tidak benar. Kekacauan bermula karena dia mengejar Troyas. Kalau saja, Moreau tidak cukup antusias mengajak Troyas bermain – main. Peristiwa mengejutkan itu tidak akan pernah terjadi. Guci Barbara tidak akan akan tersikuk, jatuh, pecah, berantakan, dan terpenting ... Moreau tidak akan mendapati jaket pemberian ayahnya menjadi sasaran, tidak berdaya, bolong di satu titik dengan—baginya—mengenaskan. “Tidak apa – apa, Caroline. Aku tidak menyalahkanmu, tapi bisakah tinggalkan aku sendiri? Aku sedang tid
“Kebiasaanmu, Amiga. Selalu tidak hati – hati.” Pernyataan Juan seperti dengan sengaja diucapkan supaya Anitta tidak pernah melepas perhatian dari luka gores di kaki Moreau. Sesuatu terjadi di luar kendali. Dia terlalu memikirkan bagaimana cara meminta izin setengah hari demi menyanggupi ucapan Abihirt tadi pagi, dan barusan ... secara tak terduga, Moreau menjatuhkan tubuh dan terempas beberapa meter dari lapisan es. Tidak sepenuhnya menjadi kendala. Sesuatu tak harus dibesar – besarkan. Mereka menghadapi sedikit keuntungan mengenai jam istirahat. Untuk saat ini, Moreau dapat mengambil jeda beberapa saat, sementara Juan perlu membantunya membersihkan sisa darah mengering, yang sesekali akan membuat Moreau menghindar ketika rasa sakit menyerang, seolah memakan saraf sensitif di tubuhnya. Dia menahan tangan Juan. Berharap pria itu sedikit prihatin, tetapi krisis dalam diri Juan seperti menyimpan gairah
“Moreau jatuh dan tergelincir di atas es, Mr. Lincoln. Aku tidak tahu harus menyebutnya putri sambungmu atau pacarmu, tapi dia tidak pernah hati – hati belakangan ini. Pelatih kami baru saja memarahinya. Itulah yang terjadi.” Sialan Juan. Sepertinya pria itu ingin membuat mulutnya jatuh berhamburan. Terlalu gamblang menyatakan kebingungan mereka di gedung latihan. Moreau mendelik tajam. Rasanya dia ingin memberi Juan peringatan, supaya pria itu mengerti, dan tidak lagi mencampuri urusan yang diminati. Bagaimanapun, tindakan paling mencolok di antara mereka adalah Abihirt yang mengulurkan tangan. Sesaat memberi Moreau keraguan sekadar menyambut. Dia diam untuk waktu yang lama. walau pada akhirnya tersaruk saat melangkah lebih dekat. Satu tindakan murni sedikit meninggalkan kesan gugup. Moreau tidak mengatakan apa – apa merasakan sentuhan lembut Abihirt di pinggulnya. Dia menatap Juan singka
“Aku penasaran. Bagaimana cara menjadi sangat kaya? Hingga kau tak peduli berapa kerugianmu, karena itu tidak akan memberi dampak,” ungkap Moreau saat dia mengambil langkah mundur ke belakang sambil mengulurkan tangan. Memberi Abihirt isyarat supaya pria itu menggenggam jari – jari tangannya erat, maka mereka akan bergerak seperti yang sering dia dan Juan lakukan. Abihirt mungkin bersikap terlalu kaku, tetapi Moreau yakin sesuatu dalam diri pria tersebut masih memiliki sedikit minat untuk menjadi bagian yang tak tergambarkan dari daftar keinginan Barbara—mengingat ibunya tak pernah menyukai hal – hal yang bercabang pada kegiatan olahraga, tetapi memaksanya masuk dan menjadi salah satu bagian. “Bekerja keras.” Suara serak dan dalam Abihirt meliputi persis ketika mereka melakukan dansa di atas lapisan es. Semua tidak harus terburu – buru. Moreau tidak sedang bersama Juan yang akan dengan mudah mengangkat tubuhnya ke atas. “Bagaimana kau bekerja keras? Dari no
“Bukankah bagus jika ibumu mantan figure skating. Kau bisa mempertemukanku dengannya dan aku bisa belajar lebih banyak—“ “Kau ingin bertemu dengannya di alam kubur?” Begitu saja. Mendesak Moreau diam beberapa saat. Dia sungguh tidak pernah bermaksud atau setidaknya sampai membuat Abihirt tersinggung. Pria itu tak mengatakan dari awal dan menjadikan informasi tersebut seperti suatu hal yang mengejutkan. Masih ada krisis setelah hampir terlalu sulit bersikap tenang. Moreau menelan ludah kasar kemudian berkata, “Maaf. Aku tidak tahu.” Secara naluriah dia menggigit bibir bawah. Tidak tahu ternyata itu memberi ayah sambungnya efek tertentu, sehingga Abihirt memalingkan wajah sambil merenggut sepatu skate; memakai nyaris terlalu cepat dan hampir tidak ada batasan ketika mereka saling berhadapan. Moreau butuh menengadahkan wajah, maka paling tidak mereka akan melakukan kontak mata, meski hal ganjil meliputi ketika mata kelabu Abihirt hanya tertuju pada bibirny
“Sepatu skate Anda, Tuan ....” Seorang pengawai datang menyerahkan sesuatu yang Abihirt minta, tetapi perhatiannya terpaku lurus – lurus mengamati sebentuk tubuh indah Moreau masih bergerak di atas lapisan es. Gadis itu berputar. Menggerakkan kaki. Seperti berselancar, tetapi semua terlihat persis pola mengagumkan. Dia ingat bagaimana selalu memutar video tentang ibunya ketika sedang melakukan hal serupa. Hampir ada kemiripan. Yang membedakan hanya Moreau tahu bagaimana cara memberontak, sementara ada ragam keputusasaan dari wanita yang memutuskan untuk mengakhiri hidup setelah menghadapi sikap seorang suami pengecut—bahkan sebagai ayah pun ... bajingan tua itu tidak betanggung jawab. Abihirt tidak ingin mengingat semua peristiwa yang terdaftar sebagai bagian dari hal terburuk dari hidupnya. Sesaat untuk mengalihkan perhatian kepada pria yang masih menunggu jawaban. “Taruh saja di bawah.” Hanya sebuah perintah singkat; langsung dikerjakan, kemudian pri
Suara serak dan dalam Abihirt tiba – tiba terdengar begitu dekat. Sesaat Moreau tersentak setelah hampir tidak ada petunjuk mengenai apa yang pria itu lakukan. Jarak di antara mereka sungguh melewati batas prediksi dan ketika mencoba untuk memahami situasi yang terasa begitu gamblang, dia baru menyadari bahwa pemutaran film selesai. Derap kaki beberapa orang terduga melangkah pada satu titik meninggalkan ruang teater. Akan lebih baik jika melakukan hal serupa. Bukankah mereka tidak datang bersama, maka pergi pun akan seperti itu? Moreau siap mengambil langkah bangun. Namun, pada akhirnya dia harus tertahan dengan Abihirt melakukan pencegahan. Pria itu juga mendesak supaya dia kembali duduk bersandar di tempat semula—persis kemudian beranjak bangun dan membuatnya terkurung di antara lengan yang berpegangan pada masing – masing pembatas kursi. “Ada urusan di kantor dan aku benar – benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku.” Apakah Abihirt berusaha menjelaskan sesuatu da
Ini sudah lebih dari satu jam sejak pemutaran film dimulai. Moreau tidak tahu ke mana Abihirt pergi, tetapi pria itu tidak pernah sampai di tempat yang mereka janjikan. Dia bahkan sudah mengirimkan beberapa pesan, termasuk barcode tiket menonton dan tak satu pun dapat menyiratkan prospek bahwa Abihirt akan membacanya. Mungkin pria itu tak pernah benar – benar berniat, kemudian sengaja membiarkan Moreau menunggu dan akhirnya duduk nyaris sendirian di sini. Memang perlu digaris bawahi tentang keberadaan yang lain—penonton yang sedang menikmati alur cerita. Namun, itu tak sama seperti seseorang telah mengatakan akan hadir, walau pada kenyataannya tidak. Abihirt punya keinginan untuk tidak memberi Juan kesempatan. Dengan ironi, membuat perasaan Moreau setengah kesal. Dia sudah mati – matian menahan diri dengan tidak menyetujui permintaan Juan—saat tawaran nonton bersama kembali diberikan, sementara mereka tahu Abihirt membuat harapannya berhamburan tidak jelas. Tujuan pria it
Bukan sesuatu yang dapat dicampuri. Moreau tak ingin terjerumus terhadap pelbagai pemikiran, di mana seharusnya dia tahu bahwa terdapat risiko menjadi seorang simpanan. “Semua sudah selesai, Nona.” Tiba – tiba Caroline bicara di tengah gemuruh cukup hening. Itu menarik Moreau kembali ke permukaan hingga mengerjap untuk beberapa saat. Perlu disadari bahwa Caroline menyiapkan semua kebutuhannya dengan komplit. Memindahkan Chorrus yang digoreng matang ke atas meja makan, berikut tambahan saus cokelat sebagai pendamping utama. Moreau tersenyum, kemudian mengikuti langkah wanita itu. “Terima kasih, Caroline.” Dia duduk persis ketika tanpa peringatan Caroline menyiapkan ruang duduk untuknya. “Kau mau ikut makan denganku?” dan menambahkan pertanyaan setelah menyadari Caroline tampak memiliki minat menyelesaikan hal tersisa; seperti perangkat masak dan minyak bekas yang masih begitu panas. “Tidak, Nona. Masih ada hal yang harus saya kerjakan. Sepertinya Nyonya Barba
Setelah menarik napas cukup dalam. Moreau menuntut diri supaya siap, lalu berkata, “Kau tahu dari awal kalau aku tidak pernah menginginkan ini. Mungkin kau membuatku terbiasa, atau aku tak akan pernah benar – benar terbiasa. Sesuatu membuatku mendapatkan sudut pandang yang buruk tentang seks.” Dia langsung menatap Abihirt gugup, berharap akan ada sesuatu yang ditemukan, tetapi pria itu nyaris tidak memperlihatkan satu pun reaksi tertentu, selain mengambil langkah mundur; beranjak pergi memunguti helai kain yang tercecer sekadar berpakaian utuh di hadapannya. “Apa pun yang kulakukan, karena kita berada di bawah surat pernjanjian. Mungkin kau bisa memaafkanku jika memang terlalu kasar.” Semua diakhiri dengan pernyataan yang membuat jantung Moreau bertalu – talu keras. Dia terkesiap saat Abihirt bahkan menderap meninggalkan kamar, meninggalkan dirinya sendirian, terpaku, hampir terlalu bingung, tetapi semua masih tentang perjanjian di antara mereka. Tidak lebih. Pria
Sebuah cengkeraman terasa hangat di bagian pinggulnya. Moreau menelan ludah kasar ketika memutuskan untuk memalingkan separuh wajah. Abihirt sedang melakukan sesuatu, berhasil membuat dia melengkungkan tubuh saat kejantanan pria itu perlahan masuk di antara celah kaki yang terbuka. Besar dan kokoh ... benar – benar memberi Moreau sensansi penuh. Jemarinya mengetat di pinggir kasur tepat saat Abihirt mulai bergerak. Hujaman pria itu terkadang selalu berakhir sebagai tujuan paling kasar, sehingga dia berpikir seseorang dengan gairah seks berbeda seperti ini, seakan memiliki niat menghancurkan tubuhnya, walau Abihirt tak pernah serius terhadap hal demikian. Pria itu setidaknya butuh sesuatu untuk dilampiaskan. Hanya kebetulan dia adalah sasaran renyah.“Mmm ....”Moreau mengatupkan bibir dalam keadaan paling sadar saat hampir mengerang. Berusaha tidak menunjukkan bahwa dia terbuai, tetapi tak dimungkiri bahwa sentuhan Abihirt memberi efek yang terjal. “Mmm, Abi ....”
“Aku ingin kau menjilatnya.” Satu hal diucapkan terlalu gamblang, secara naluriah membuat Moreau hanya terpaku, lalu mengerjap berulang kali—berharap dia tak salah menafsirkan sesuatu di antara mereka. “Apa?” tanyanya sekadar memastikan kembali. “Giliranmu.” Satu kata diucapkan dengan singkat. Setelah Abihirt menggerakkan mulut dan lidah pria itu secara mahir. Sekarang Moreau dimintai untuk membayar harga supaya mereka impas. “Tapi kau tahu aku tidak—“ “Belajarlah agar bisa melakukannya.” Dia belum menyelesaikan sisa kalimat tertunda, dan pria itu sudah menangkap arah pembicaraan, seolah telah mengetahui isi pikiran yang menggantung di puncak kepala. Bagaimanapun Moreau masih begitu ragu, meski akan selalu berada di tengah situasi rumit. Abihirt tiba – tiba menarik kedua kakinya, kemudian berhenti di pinggir ranjang—tepat saat pria itu sudah menjulang tinggi, sementara Moreau harus mengambil posisi duduk dan benar – benar menengada