“Bagaimana keadaanmu?” tanya Agatha. Pak Rudi berbaring di atas ranjang rumah sakit. Kepalanya diperban dan kakinya digips. Agatha meringis pelan. ia pernah berada di posisi seperti itu. Jadi ia masih terbayang dengan rasa sakitnya. “Lumayan….” Pak Rudi tersenyum. Agatha mengambil duduk di kursi samping ranjang pak Rudi. “Mulai sekarang jangan membantuku pak. Aku tidak ingin membuatmu menderita.” “Apalagi sampai membahayakanmu.” “Bagaimana bisa?” tanya Pak Rudi. “Aku sudah berjanji pada kakakmu untuk membantumu. Aku tidak bisa berhenti sebelum kau mencapai tujuanmu.” “Jangan membahayakan dirimu. Aku akan berusaha semampuku…” “Kau tidak akan bisa. Kau baru bergabung di perusahaan berapa bulan. pengalamanmu tidak akan cukup untuk melawan orang-orang seperti mereka.” pak Rudi menatap Agatha. “Aku tidak akan membantumu secara terang-terangan. Kita harus menjaga jarak agar mereka mengira aku tidak akan membantumu lagi.” Baiklah Agatha tidak bisa membantah perkataan pak
Agatha baru saja keluar Kantor. Ia menghela napas panjang. Di sekitarnya sudah standby para bodyguardnya. Satu dari mereka mengambil mobil. Agatha mengacak rambutnya pelan. Keberadaan mereka tentu saja menarik perhatian banyak orang. “Star syndrom.” Suara seseorang membuat Agatha menoleh ke belakang. Leonard tersenyum remeh. “Kau mengira dirimu selebritas?” Agatha memutar bola matanya malas. “Aku tidak ingin berdebat denganmu.” Leonard mengambil langkah lebih dekat dengan Agatha. namun para bodyguard langsung bergerak cepat menahan pria itu. Sampai Agatha memberikan kode untuk bodyguardnya menyingkir dahulu. Leonard tertawa. “Waaaah…” ucapnya. “Kau benar-benar membuat keributan. Membawa bodyguard ke kantor, tidak menjadikanmu keren.” Leonard menunjuk Agatha. Agatha tersenyum pelan. “Aku melindungi diriku dari….” “Iblis yang menjelma sebagai manusia.” Agatha tertawa pelan. “Andai saja aku bisa menangkap iblis-iblis itu….” “Aku tidak akan pernah melepaskan mer
Mereka sampai di sebuah pantai. Agatha turun dan menatap sekitar. Sepi dan gelap. Sampai banyak lampu yang menyala. Agatha melihat satu meja dengan dua tempat duduk. Melihat banyaknya bunga yang bertaburan di sana. “Kau suka?” tanya Gio yang memeluk Agatha dari belakang. “Kau menyiapkan semuanya?” tanya Agatha. Gio mengangguk dan menggandeng Agatha menuju meja itu. Menggeser tempat duduk itu ke belakang, agar Agatha bisa duduk dengan nyaman. Agatha tersenyum. “Thank you.” kemudian duduk. “Ada apa?” tanya Agatha. “Apa hari ini hari yang membahagiakan?” tanya Agatha. karena ia tidak tahu hari apa ini. Ulang tahu Gio, tidak. Ulang tahunnya, juga tidak. “Hari ini hari wanita.” Gio mengeluarkan sebuah paper bag. “Terima kasih sudah bertahan. kau tahu, aku sangat senang kau bisa berada di sini bersamaku.” Gio memberikan paper bag itu. Agatha membukanya. Berisi sebuah tas dari merek mewah. Lalu ada sepatu juga. Jika ditotal jumlahnya bisa digunakan untuk membe
21++This scene so hotUnder 18, go away~~Agatha menatap Gio. “Leonard tahu tentang kita..” Gio hanya mengangguk. Ia menggendong tubuh Agatha naik ke atas sebuah Yacht. Agatha hanya mendengus melihat respon Gio yang biasa saja. Gio menurunkan Agatha… kemudian kedua tangannya menangkup wajah Agatha. “Jangan khawatir.”Agatha berdecak. “Bagaimana aku tidak khawatir. Dia bisa membocorkan hubungan kita. aku tidak ingin hubungan ini diketahui siapapun, Gio. Mengertilah…” “Bagaimanapun kita harus merahasiakan hubungan ini….” Agatha menghela napas pelan. Gio mengedikkan bahu. “Baiklah aku akan berusaha merahasiakan hubungan kita.” Agatha memandang sekitarnya. “Bagaimana jika ada orang yang diam-diam memotret kita dan mengunggahnya di internet?” Gio menggeleng. “Ini areaku. Orang lain tidak bisa sembarangan masuk ke dalam sini. kau tenanglah.” Gio memeluk Agatha. mengusap pelan punggung Agatha. Agatha membalas pelukan Gio. Menyandaran kepalanya di dada pria itu. Yacht mulai berja
21++ This scene so hot Under 18, go away ~~ Dering ponsel yang menganggu tidak membuat Gio berhenti menghujam Agatha. “Gio ahh!” Agatha menoleh ke belakang. “Angkat teleponmu!” Tubuh Agatha terdorong—seiring dengan kecepatan pria itu yang semakin naik. Gio mengumpat keras. “Sialan!” akhirnya ia mengambil ponselnya. Kemudian membalikkan tubuh Agatha. menarik satu kaki wanita itu ke atas. Kembali bergerak maju mundur. Agatha pasrah di bawah kungkungan pria itu. “Oh Shitt!” Gio memejamkan mata. “Ini nikmat babe ohh!” Gio membuka mata dan melihat satu pesan yang muncu di ponselnya. Banyak sekali pesan yang muncul. Gio hanya membacanya sekilas dan melempar ponselnya ke sembarang arah. “Siapa ahh!” Agatha kembali mendesah dengan keras saat jemari Gio meremas dadanya. Ia bergerak gelisah dengan jemari dan gerakan Gio di bawah sana. Agatha menatap Gio yang tidak menggubris pertanyaannya. Agatha memejamkan mata. sebentar lagi….. Tapi Gio berhenti begitu saja…
Agatha menatap dirinya di depan cermin. Menatap pakaiannya yang cukup rapi untuk datang ke rumah sakit. Ia menghela napas. Tadi malam… bahkan belum pagi, Gio sudah meninggalkannya saat ia tertidur. Pria itu hanya berpesan. “Sorry. I have to go. Tidurlah di sini sampai matahari terbit. Nanti aku akan menjemput kamu pulang kerja.” Agatha tidak menunggu pagi. Saat ia bangun dan tidak menemukan Gio kemudain membaca pesan itu, Agatha memutuskan untuk pergi saja. Kembali ke penthouse. Tidur dan paginya langsung siap-siap. Agatha mengambil masker dan satu topi hitamnya. Tujuannya adalah rumah sakit dan menemui dokter kandungan. Sesampainya di rumah sakit, Agatha menurunkan topinya lagi. wajahnya benar-benar tertutup. Tidak ada celah bagi orang lain untuk melihat wajahnya. “Obat ini harus rutin di minum. Jangan sampai kelupaan karena… kalau sampai kamu lupa. Jangan saat akan berhubungan atau sesudah…” “Saya selalu mengingatnya dok.” Agatha mengangguk. Sudah dua kali
Agatha pulang dalam keadaan sudah benar-benar larut. Ia menghindari Gio. Untuk menenangkan pikirannya tentu saja. Untuk saat ini ia tidak ingin terlalu memikirkan masalah hati. Yang terpenting adalah bagaimana ia bisa menjadi pemimpin sementara Harper. Agatha memasuki penthouse. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.00. Agatha memilih untuk duduk sebentar dan meluruskan kakinya. Sampai ia melihat ada bayangan seorang laki-laki yang berada di balkon. “Gio?” tanyanya. Benar.. pria itu menunggunya. Agatha menatap Gio yang perlahan mendekatinya. “Kenapa kau menghindariku?” tanyanya. Agatha melengos. Menghindari kontak mata dengan pria itu. Agatha memilih untuk menyalakan televisi. Dengan volume yang cukup kencang. “Kita memang perlu menjaga jarak dahulu. Selain karena menghindari rumor—agar orang-orang yang mengincarku tidak mengincarmu juga.” Gio menyipitkan mata. “Kau pikir aku selemah itu sampai-sampai mereka bisa menyentuhku?” Agatha mengernyit. “Jangan
Gio menepuk pelan lengan Agatha…. Saat ini wanita itu sedang tertidur. Tidak ada yang bisa Gio katakan. Statusnya memang menjadi tunangan Jihan. Dan statusnya dengan Agatha memang terikat dengan perjanjian. Gio tidak punya kewajiban untuk menjelaskan semuanya pada Agatha. Ia juga tidak mau memperumit keadaan sebelum ia menyelesaikan misinya. Entah dari mana Agatha mengetahui hal itu. Memang benar, Gio ke rumah sakit untuk menjenguk Jihan. Ia terpaksa menemani perempuan itu karena tidak ada orang lain yang berada di sisi perempuan itu. Ia sungguh terpaksa. Apalagi neneknya yang memaksanya untuk berada di sana. Gio perlahan turun dari ranjang—mengambil ponselnya. “Kau sudah menemukan orangnya?” tanya Gio pada seseorang. Orang kepercayaannya. Seorang detektif swasta yang dibayarnya mahal untuk mencari tahu siapa orang yang berusaha mencelakai Agatha. “Kami sudah melacaknya, tapi sulit menemukan keberadaannya dengan pasti. Beberapa kali saat kami datang ke tempat p
Gio berada di dalam ruangan Agatha. Alat-alat medis itu tertancap di tubuh Agatha. Gio pun menggunakan pakaian khusus saat berada di dalam sana. Gio mengusap punggung tangan Agatha. “Banyak yang menyayangimu.” Gio menunduk. “Kau harus bangun…” Tidak ada pergerakan. Tubuh Agatha seakan kaku. Seperti mayat hidup. Gio mengecup beberapa kali punggung tangan Agatha. “Agatha…” lirih Gio. “Jangan tinggalkan aku.” Gio memejamkan mata. satu tetes air matanya keluar. Gio cepat-cepat mengusapnya. Takutnya Agatha melihatnya. “Aku mencintaimu.” Gio berdiri—mengecup dahi Agatha. “Aku mencintaimu. Dari dulu sampai sekarang. Dan tidak akan pernah berubah.” Gio tersenyum tipis. “Jangan lama-lama tidurnya.” Tangannya mengusap pipi Agatha pelan. Ia berhenti sampai ada bunyi dering ponselnya. Gio menjauh—merogoh saku celananya dan mengangkat siapa yang meneleponnya. “Kami sudah menangkapnya, Sir. Kami sudah membawa dia ke tempat yang anda inginkan.” “Aku akan ke sana.” Gio
“Apa anda tahu siapa yang bertanggung jawab atas keamanan di rumah kakak ipar Agatha?” tanya Gio di sambungan telepon. Ia sedang melakukan panggilan dengan pak Rudi. Pak Rudi tidak datang menjenguk Agatha. karena Gio melarangnya, ia menyuruh pak Rudi untuk bersembunyi dan melindungi diri sendiri. Ia takut jika mereka menyakiti orang-orang yang membantu Agatha. “Iya aku tahu. Aku dan Agatha yang mengaturnya.” Gio berkacak pinggang. “Pastikan semua orang-orang yang menjaga di rumah itu semua berpihak pada Agatha. Jessika bilang, dia curiga pada ibu mertuanya.” “Bukankah mereka masih satu rumah?” “Iya. Aku akan mengaturnya,” balas Pak Rudi. “Kalau memang berbahaya. Aku akan menyiapkan tempat untuk mereka tinggal.” “Saya pastikan dulu, Sir. Nanti saya akan mengabari anda. Saya juga takut jika orang-orang itu mencelakai Jessika dan anak-anaknya.” Setelah itu Gio menutup sambungan telepon itu. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada Anton yang kini sedang memilih es kr
Agatha mengalami koma. Kecelakaan itu berat. membuat hampir seluruh tubuh Agatha terluka. Gio berada di luar ruangan Agatha. menatap perempuan itu dari sebuah kaca. Gio berkacak pinggang. Menyalahkan diri sendiri karena tidak menangkap penjahat itu. seharusnya ia membawa penjahat itu, mengurungnya… Bukan malah menyerahkan pada polisi. Sehingga tahanan itu kabur. Gio mengangkat sambungan telepon. “Aku tidak mau tahu. Malam ini bajingan itu harus ketemu. Bawa bajingan itu ke tempat yang sudah aku kirimkan padamu.” “Baik sir. Saat ini anak buah saya masih mengejar pria itu.” Gio menutup sambungan teleponnya dan melihat Agatha sebentar sebelum duduk. Gio menunduk—mengusap wajahnya kasar. ada tangan mungil yang memberikannya sebuah es krim. Gio mengangkat kepalanya. menatap seorang anak laki-laki. Anak itu tersenyum. “Uncle jangan menangis.” bocah itu berbicara dengan jelas. Dilihat dari postur tubuhnya memang sudah besar, tapi masih terlihat anak kecil. “Bagaimana keadaan Ag
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c