Jordy menutup matanya. Seiring dengan suara monitor itu. “Kak!” panggil Agatha. “Keluar.” perawat di sana mendorong Agatha dan Jessika keluar. Agatha dan Jessika menunggu di luar. “Sayang..” ucap Jessika melihat jendela. Di sanalah mereka bisa melihat bagaimana Dokter memberikan pertolongan pada Jordy. Tak beberapa lama.. Dokter keluar. “Kami tidak bisa menyelamatkan saudara Jordy.” Tubuh Jessika seketika begitu lemah. Agatha segera menangkap tubuh kakak iparnya itu. “Dok.. pasti akan cara kan? Kakak saya masih bisa bertahan. Anda harus melakukannya lagi.” “Dok saya mohon selamatkan kakak saya.” Agatha mengambil tangan dokter itu. “Saya mohon dok..” Dokter itu menggeleng. menarik pelan tangannya dari genggaman Agatha. “Tugas saya sampai di sini. ikhlaskan kepergian kakak kamu.” Dokter itu memilih pergi. Agatha tidak tahu apa yang dirasakannya saat ini. karena ia merasa kakaknya masih bisa bertahan. Jessika berjalan ke dalam. Memeluk tubuh Jordy yang saat
Karangan bunga itu berjajar di kediaman keluarga Harper. Semua orang yang datang menggunakan pakaian serba hitam. Sedangkan di dalam ruangan. Agatha duduk di barisan paling depan. Jessika memeluk Peti yang berisikan tubuh Jordy. Anton, bocah berusia 3 tahun itu menangis. Bocah itu menangis melihat ayahnya berada di dalam peti. Bocah itu tidak bisa berhenti menangis karena melihat ibunya yang berkali-kali pingsan. Agatha menatap lurus ke depan. Wajahnya pucat, tubuhnya lemah karena tidak bisa makan. Kedua matanya masih meneteskan air mata. Pagi ini seharusnya ia bisa lebih tenang. Karena ia yakin Jordy tidak ingin pergi dengan melihat keluarganya hancur. Agatha mengusap air matanya menggunakan tisu. Ia menoleh ketika bangku di sampingnya bergerak. “Matt..” lirihnya. Matthew menangguk. Matt memeluk Agatha. Akhirnya tangis Agatha lebih pecah di dalam pelukan Matt. Matt mengusap punggung Agatha pelan. “Aku yakin Jordy akan berada di tempat yang
Agatha akhirnya kembali ke rumah. Rumah keluarganya. Rumah yang begitu luas itu kehilangan satu orang… Jordy… Agatha menghela nafas panjang. Ia tidak boleh terlalu bersedih. Hari akan diadakan pertemuan keluarga yang akan membahas mengenai pembagian perusahaan. Ahli waris dan sebagainya. Hari ini juga, Agatha akan menyerahkan sahamnya. Apapun keputusan hari ini, ia harap yang terbaik. Agatha telah duduk di kursi bersama Jessika. Seorang kuasa hukum memegang beberapa dokumen penting. Dokumen yang berisi bagaimana pembagian itu akan dilaksanakan. “Sudah kita ketahui jika pemimpin Harper Group meninggalkan kita semua,” ucap kuasa hukum itu. “Maka, hari ini akan ditunjuk pula keluarga sebagai pengganti dari Jordy Alastair Harper.” Kuasa hukum itu membuka dokumen. “Yang pertama, yang berhak menggantkan posisi Jordy sebagai pemimpin adalah Levin Harper, selaku adik dari Bryan Harper.” Agatha mengernyit. “Levin yang selama ini menjabat sebagai direktur Harper Fi
Semua berjalan dengan begitu cepat. Hampir seminggu kakek menjalani perawatan intensif dan akhirnya kakek tidak bisa baertahan. Kakek meninggal… Setelah pemakaman selesai. Agatha kembali ke dalam mobilnya. “Aku tidak bisa tinggal diam saja.” Agatha menatap lurus ke depan. Ia menoleh ke samping. “Aku tidak bisa membiarkan orang-orang itu merebut hak keponakanku.” Matt mengangguk. “Melihat banyaknya saham yang kau miliki, kau harus masuk ke dalam perusahaan. kau harus menempati posisi kakakmu.” Agatha menghela nafas. “Aku harus mengamankan posisi Anton.” Matt mengusap bahu Agatha pelan. “Aku semakin merasa bersalah pada kakakku.” Agatha mengerucutkan bibirnya. “Aku tidak tahu apa yang dirasakannya selama ini. Dia pasti merasa sendirian karena tidak ada yang membantunya.” “Seharusnya aku bisa pulang lebih cepat dan berada di samping kakakku.” Air mata Agatha turun. “Sudah..” Matt membawa Agatha ke dalam pelukannya. “Bagaimanapun semuanya sudah terjadi. Kau jangan men
Perlahan tapi pasti, mata Agatha terbuka. Tubuhnya terasa begitu kaku. Melihat sekitar kemudian menyadari bahwa ia berada di rumah sakit. Agatha mencoba bangun—meraba dahinya yang diperban. Agatha teringat terakhir ia kecelakaan bersama Matt. Lantas di mana Matt sekarang? “Anda mau ke mana nona?” tanya seorang perawat yang masuk. “Bagiamana keadaan teman saya sus? Bagaimana keadaan Matt? Apa dia terluka parah?” tanya Agatha. Perawat itu tersenyum. “Anda tenang dulu. Teman anda sekarang sedang berada di ruangan yang berbeda.” “Bagaimana dengan lukanya?” tanyanya. “Teman anda mendapat luka dibeberapa bagian tubuhnya….” Agatha terdiam. “Saya ingin melihat teman saya.” Akhirnya perawat itu membantu Agatha untuk berjalan ke kamar Matt sedang dirawat. Agatha sampai di depan kamar Matt. Ia melihat ke jendela terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam. Ada orang tua Matt. Agatha menghela nafas—merasa bersalah karena semua terjadi karenanya. Tidak sehar
“Aku akan tinggal di sini.” Agatha membawa koper-kopernya bersamanya. Ia menatap Calista dengan berani. “Aku punya hak untuk tinggal di sini. dan aku tidak mau dihalangi oleh siapapun.” Calista mengepalkan tangannya. “Aku tidak memberimu ijin tinggal di sini,” ucapnya. “Semenjak kau datang, keluargaku menjadi hancur.” Calista yang memandang Agatha penuh amarah. Seakan benar-benar dendam pada Agatha. Seolah memang Agatha yang bertanggung jawab atas kematian putra dan mertuanya. “Kau belum puas?” tanya Calista. “Kau ingin menghancurkanku juga? Kau ingin menghancurkan kakak iparmu dan anaknya?” Agatha tertawa pelan. “Justru kedatanganku ke sini adalah mengamankan posisi mereka. Apa kau setuju jika Harper jatuh ke tangan bajingan itu?” tanyanya. “Kau setuju melihat cucu dan menantumu tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Agatha. “Jika Jordy masih ada, aku dengan senang hati menyerahkan seluruh sahamku dan mendukung penuh dia menjadi pemimpin. Tapi sekarang siapa? siapa yang lebih p
Berdasarkan perhitungan saham. Agatha memiliki 25 %, Jordy 25 %. Jika digabungkan maka jumlahnya lebih dari cukup untuk menentang keputusan paman-pamannya yang ingin mengambil alih perusahaan. Tapi saham 50% tidak cukup untuk memperkuat posisi Agatha menjadi calon pengganti direktur utama di Harper Grup. Agatha harus mendapatkan dukungan dari sisa kepemilikan saham yang dipegang oleh para investor. Dua pamannya itu masing-masing memiliki 15 % saham. Sisanya 20% adalah milik para investor. Penentuan direktur utama pada Harper grup berdasarkan rapat bersama. Untuk itu, Agatha harus mendapatkan dukungan seluruh investor. Hari ini Agatha bertemu dengan orang kepercayaan Jordy dan menjelaskan situasi yang terjadi. “Jadi saya harus mendapatkan dukungan dari investor untuk menggantikan posisi Jordy?” tanya Agatha. Pak Rudy mengangguk. “Iya. Berdasarkan surat wasiat dari Jordy, Jordy menyumbangkan seluruh sahamnya pada Anton.” “Kamu tidak bisa menjadi pemimpin resmi Harpe
“Bagaimana dia memiliki saham sebanyak itu di Harper?” tanya Agatha begitu bingung. Terkahir kali yang ia ketahui adalah saat ada kerja sama suatu proyek yang melibatkan Harper dan Winston. Setelah itu, ia tidak pernah tahu jika Winston menanamkan modal di Harper. Kakaknya juga tidak bilang apa-apa. “Setelah keberhasilan proyek pertama, Gio memutuskan untuk menanamkan modal lebih banyak pada Harper. hal itu untuk memudahkan Winston melakukan kerja sama selanjutnya,” jelas Rudy. “Winston adalah kerajaan bisnis nomor satu di negara ini. Harper berada di kelas menengah yang tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menerima investasi besar dari Winston.” Agatha menghela nafas. Mengacak rambutnya kesal. kenapa harus berhadapan dengan Gio lagi? Bagaimanapun untuk ke depannya ia pasti akan lebih sering bertemu dengan Gio. “Apa anda tidak diberitahu oleh Jordy hubunganku dengan Gio itu seperti apa?” tanya Agatha. Rudy mengangguk. “Kalian pernah menjalin hubungan. Tapi
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men