3 tahun berlalu. Agatha sudah lulus tepat waktu dengan nilai sempurna. Meski tidak ada yang datang pada wisudanya. Tetap saja ia bahagia. Huft. Setelah acara wisuda di gedung, Agatha keluar bersama Emily. Tak lama setelah berfoto ria, Emily sudah menghilang bersama keluarganya. Sedangkan Agatha—ia berjalan ke parkiran dan akan langsung pulang. Tapi ketika di parkiran, ia dikejutkan oleh seseorang yang membawa bunga yang begitu besar. Ukuran bunga tersebut bahkan menutupi kepala pria itu. “Congratss Agatha…” Matt tersenyum. “Waah…” Agatha mendekat dengan takjub. “Bagaimana kau mendapatkan bunga sebesar ini waah..” “Ini untukmu.” Matt menyodorkan bunganya. Tapi Agatha buru-buru membuka pintu mobilnya. “Itu berat. langsung letakkan di sini.” Matt menaruh bunga berwarna merah itu ke dalam mobil Agatha. “Waah..” Agatha memandang bunga itu. “Cantik sekali.” “Sepertimu,” ucap Matt tepat di belakang Agatha. Agatha hanya mendengus pelan. “Kau tidak bekerja?” tan
Agatha sampai di rumah setelah makan bersama Matt. Dering ponselnya terdengar. Agatha merogoh ponselnya dan mengambil ponselnya. Segera mengangkat panggilan dari kakaknya itu. “Aku dengar hari ini kelulusanmu. Aku ingin mengucapkan selamat. Maaf aku tidak bisa datang ke sana.” suara Jordy. Agatha mengangguk pasrah. Dari awal ia tidak pernah mengharapkan siapapun datang ke acara kelulusannya. Semua orang sibuk dan semua orang memiliki dunia masing-masing. “Baiklah.” Agatha mengangguk. “Jangan bersedih seperti itu, aku menjadi merasa bersalah tidak datang ke sana,” ucap Jordy. “Lalu kau ingin aku marah-marah?” tanya kembali Agatha “Bukan. Jangan bersedih. Bukannya aku sengaja tidak datang. Tapi kau tahu sendiri aku benar-benar sibuk di sini.” “Iya-iya aku mengerti.” Agatha terdiam sebentar. Haruskan ia memberitahukan rencananya sekarang. Bagaimana jika kakaknya menolak. Ah tidak mungkin. Kakaknya pasti akan mendukungnya. “Sebenarnya…” lirih Agatha. “Seben
Setelah menempuh perjalanan belasan jam. Akhirnya Agatha sampai juga di tanah kelahirannya. Meski ia sampai saat keadaan sudah malam. Agatha tidak peduli. Ia langsung menuju ke rumah sakit di mana kakaknya dirawat. Agatha berlari—ia berhenti ketika melihat Jessika yang terduduk lemah di depan sebuah ruang ICU. *ICU (Intensive Care Unit) adalah ruangan khusus di rumah sakit yang digunakan untuk merawat pasien yang membutuhkan pengawasan ketat dan perawatan intensif. “Bagaimana keadaan Jordy?” tanya Agatha menunduk di hadapan Jessika yang saat ini duduk. Jessika mengangkat kepalanya dan menatap Agatha dengan wajahnya yang sembab karena menangis. “Jordy mengalami luka yang sangat banyak. Kata dokter perutnya terkena hantaman.” Jessika menarik nafasnya dengan berat. Air matanya kembali bercucuran. “Kata dokter… hanya keajaiban yang bisa menolong Jordy..” Agatha memeluk Jessika. “Dia akan bangun. Aku yakin dia akan bangun. Selama ini dia sangat kuat.” Jessika kembali
Sudah beberapa hari Agatha dan Jessika bergantian menjaga Jordy. Setiap malam, Agatha akan menjaga Jordy. Ia menyuruh Jessika pulang agar bisa menemani Anton tidur. Agatha tidak pernah bertemu dengan kakeknya maupun Calista. Mereka pasti menjenguk kakaknya saat siang hari. Setiap malam Agatha akan menemani kakaknya di dalam ruang sembari bercerita apapun. Ia menyenderkan kepalanya di pembatas ranjang. “Kak…” panggil Agatha. “Kau tidak bosan?” Tangan Agatha terulur menyentuh punggung tangan Jordy. “Tidak masalah kalau kau tidak ingin cepat-cepat bangun. Tapi kau harus bangun. Aku tahu kau selama ini pasti lelah mengurus semuanya sendirian.” “Mungkin ini cara Tuhan agar kau bisa istirahat sejenak.” Agatha memandang wajah kakaknya yang tidak berubah. “Kata orang kita saudara tiri, tapi kenapa wajah kita mirip ya? Bahkan aku mengakui kalau wajah kita memang semirip itu.” Agatha tersenyum. “Kak aku ngantuk. Aku akan tidur di sini sebentar.” Agatha hampir saja terti
Jordy menutup matanya. Seiring dengan suara monitor itu. “Kak!” panggil Agatha. “Keluar.” perawat di sana mendorong Agatha dan Jessika keluar. Agatha dan Jessika menunggu di luar. “Sayang..” ucap Jessika melihat jendela. Di sanalah mereka bisa melihat bagaimana Dokter memberikan pertolongan pada Jordy. Tak beberapa lama.. Dokter keluar. “Kami tidak bisa menyelamatkan saudara Jordy.” Tubuh Jessika seketika begitu lemah. Agatha segera menangkap tubuh kakak iparnya itu. “Dok.. pasti akan cara kan? Kakak saya masih bisa bertahan. Anda harus melakukannya lagi.” “Dok saya mohon selamatkan kakak saya.” Agatha mengambil tangan dokter itu. “Saya mohon dok..” Dokter itu menggeleng. menarik pelan tangannya dari genggaman Agatha. “Tugas saya sampai di sini. ikhlaskan kepergian kakak kamu.” Dokter itu memilih pergi. Agatha tidak tahu apa yang dirasakannya saat ini. karena ia merasa kakaknya masih bisa bertahan. Jessika berjalan ke dalam. Memeluk tubuh Jordy yang saat
Karangan bunga itu berjajar di kediaman keluarga Harper. Semua orang yang datang menggunakan pakaian serba hitam. Sedangkan di dalam ruangan. Agatha duduk di barisan paling depan. Jessika memeluk Peti yang berisikan tubuh Jordy. Anton, bocah berusia 3 tahun itu menangis. Bocah itu menangis melihat ayahnya berada di dalam peti. Bocah itu tidak bisa berhenti menangis karena melihat ibunya yang berkali-kali pingsan. Agatha menatap lurus ke depan. Wajahnya pucat, tubuhnya lemah karena tidak bisa makan. Kedua matanya masih meneteskan air mata. Pagi ini seharusnya ia bisa lebih tenang. Karena ia yakin Jordy tidak ingin pergi dengan melihat keluarganya hancur. Agatha mengusap air matanya menggunakan tisu. Ia menoleh ketika bangku di sampingnya bergerak. “Matt..” lirihnya. Matthew menangguk. Matt memeluk Agatha. Akhirnya tangis Agatha lebih pecah di dalam pelukan Matt. Matt mengusap punggung Agatha pelan. “Aku yakin Jordy akan berada di tempat yang
Agatha akhirnya kembali ke rumah. Rumah keluarganya. Rumah yang begitu luas itu kehilangan satu orang… Jordy… Agatha menghela nafas panjang. Ia tidak boleh terlalu bersedih. Hari akan diadakan pertemuan keluarga yang akan membahas mengenai pembagian perusahaan. Ahli waris dan sebagainya. Hari ini juga, Agatha akan menyerahkan sahamnya. Apapun keputusan hari ini, ia harap yang terbaik. Agatha telah duduk di kursi bersama Jessika. Seorang kuasa hukum memegang beberapa dokumen penting. Dokumen yang berisi bagaimana pembagian itu akan dilaksanakan. “Sudah kita ketahui jika pemimpin Harper Group meninggalkan kita semua,” ucap kuasa hukum itu. “Maka, hari ini akan ditunjuk pula keluarga sebagai pengganti dari Jordy Alastair Harper.” Kuasa hukum itu membuka dokumen. “Yang pertama, yang berhak menggantkan posisi Jordy sebagai pemimpin adalah Levin Harper, selaku adik dari Bryan Harper.” Agatha mengernyit. “Levin yang selama ini menjabat sebagai direktur Harper Fi
Semua berjalan dengan begitu cepat. Hampir seminggu kakek menjalani perawatan intensif dan akhirnya kakek tidak bisa baertahan. Kakek meninggal… Setelah pemakaman selesai. Agatha kembali ke dalam mobilnya. “Aku tidak bisa tinggal diam saja.” Agatha menatap lurus ke depan. Ia menoleh ke samping. “Aku tidak bisa membiarkan orang-orang itu merebut hak keponakanku.” Matt mengangguk. “Melihat banyaknya saham yang kau miliki, kau harus masuk ke dalam perusahaan. kau harus menempati posisi kakakmu.” Agatha menghela nafas. “Aku harus mengamankan posisi Anton.” Matt mengusap bahu Agatha pelan. “Aku semakin merasa bersalah pada kakakku.” Agatha mengerucutkan bibirnya. “Aku tidak tahu apa yang dirasakannya selama ini. Dia pasti merasa sendirian karena tidak ada yang membantunya.” “Seharusnya aku bisa pulang lebih cepat dan berada di samping kakakku.” Air mata Agatha turun. “Sudah..” Matt membawa Agatha ke dalam pelukannya. “Bagaimanapun semuanya sudah terjadi. Kau jangan men
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men