“Istirahat.” Gio mengusap puncak kepala Agatha pelan. Agatha mengerucutkan bibirnya. “Jangan mencari tahu.” Gio mengambil tangan Agatha. “Kalau tidak ingin aku mencari tahu, kau harus memberitahuku.” “Ada beberapa hal yang tidak bisa aku beritahukan.” Agatha mengusap tangan Gio yang berada di atas tangannya. “Aku akan memberitahumu saat aku siap.” Gio mengernyit. “Please..” jemari Agatha bergerak mengusap pipi Gio pelan. “Please jangan mencari tahu…” “Aku hanya belum siap orang lain tahu.”Pada akhirnya Gio mengangguk. Kata dokter, Agatha terkejut dengan suatu hal. Ia tidak mungkin menambah beban pikiran Agatha. Untuk urusan mencari tahu atau tidak, ia akan memikirkan nanti. “Baiklah.” Gio memeluk Agatha. “Istirahatlah. Aku akan pergi.” Gio hendak pergi. Namun Agatha lebih dulu mencegahnya. Agatha menahan tangan Gio agar tidak pergi meninggalkannya. “Jangan pergi.” Agatha menatap Gio. “Aku tidak mau sendiri.” “Lalu apa yang aku lakukan di sini?” tanya Gio dengan senyum
Malam itu Agatha terdiam mendengar ucapan Gio. Gio juga diam, tidak berkata lebih lanjut. Pada akhirnya mereka tidur dengan saling memeluk. Pagi harinya.. Agatha bangun lebih awal dengan tubuh yang membaik. Tapi ia ditarik Gio dan disuruh kembali tidur. Sampai akhirnya ia tidak tahu berapa lama ia tertidur, waktu bangun sudah melihat Gio yang sudah siap berangkat ke kantor. “Kenapa tidak membangunkanku?” tanya Agatha. “Jangan bangun, istirahat saja.” Gio menoleh sebentar. Agatha tidak mengindahkan ucapan Gio. Ia tetap bangun dan mendekati pria itu. “Aku sudah sehat, aku bisa menyiapkan keperluan kamu.” Agatha mendongak. “Iya..” balas Gio singkat. Agatha berdecak. “Sini..” menarik bahu Gio. Memasangkan dasi di leher pria itu. tidak membutuhkan watku lama sampai dasi itu terpasang sempurna di leher Gio. “Sudah.” Agatha mundur. “Nanti akan ada dokter yang mencabut infusmu.” Gio menghela nafas. “Kau harus minum obatmu dengan teratur.” Agatha mengangguk. “Aku
Anggun, Ema dan Yaya berada di ambang pintu. “Cieeee…” ucap Ema. “Cie.. cie..” Yaya ikut berbicara. Awalnya Agatha mengira hanya ada Anggun yang berada di pintu. Tapi munculah dua orang lain di sana. Ternyata mereka bertiga kompak berada di sana. “Sini..” Ema melambaikan tangannya. Agatha mendekat. Yaya menarik pelan Agatha keluar dari kamar. “Ternyata…” Ema menatap Agatha. “Ternyata kau kekasih tuan Gio..” “Ti—tidak.” Agatha menggeleng. “Jangan mengelak lagi.” Anggun tersenyum. “Aku sudah mengerti semuanya. kita sudah tahu.” Agatha mengerucutkan bibirnya. “Aku bukan kekasihnya. Tapi…” “Kita memang seperti ini… tapi aku dan dia tidak menjalin hubungan.” Agatha menjadi bingung sendiri menjelaskan hubungannya dengan Gio. “Itu artinya kau spesial. Walaupun hubungan kalian tidak jelas seperti itu,” ucap Yaya. Yaya mendekat. “Kau membohongi kita.” ucapnya dengan wajah yang sinis. Agatha mengerucutkan bibirnya. “Kalian marah denganku?” tanyanya denga memelas.
Gio bersiap menerima omelan dari Margaret.Pasti ia akan dimarahi oleh neneknya itu tentang kencan buta yang terakhir kali. Karena ia belum sempat menerima omelan itu, pasti hari ini akan menerima omelan itu. Gio menutup ponselnya. “Nenek ingin bicara denganmu,” ucap Margeret. “Hm.” Gio mengangguk. “Nenek tidak habis pikir denganmu Gio. Kenapa kamu menyembunyikan perempuan itu di rumah kamu.” Margaret benar-benar marah dengan cucunya itu. Gio mengangkat kepalanya. ia menatap neneknya itu. “Nenek memataiku?” “Tanpa nenek mematai kamu, ada orang yang memberitahu nenek.” Margaret menunjuk cucunya itu.“Kencan itu kacau karena ada dia bukan?” tanyanya. “Kencan itu sudah kacau bahkan sebelum aku berangkat. Wanita itu tidak sebaik yang nenek kira.” Gio berdiri duduknya. “Aku minta untuk nenek, mulai sekarang jangan urusi kehidupanku lagi.” Margaret mengernyit. “Berani kamu bilang seperti itu pada nenekmu sendiri.” “Bahkan papa mama tidak pernah melarangku dan mengaturku. Nenek ur
Makan berdua. Kata orang, kalau sedang kasmaran itu dunia serasa milik berdua. Benar ternyata, kata-kata yang dulunya menjijikkan bagi Gio. Sekaran malah pria itu sendiri yang merasakan. Gio menatap Agatha dari samping. Kenapa cantik sekali ya…Agatha menyipitkan mata. “Makan saja. jangan menatapku.” “Siapa tahu kau semakin cantik saat aku menatapmu.” “Oh sekarang tidak cantik ya?” tanya Agatha. Gio menghela nafas. tangannya menarik bangku Agatha hingga dekat dengannya. “Cantik sekali.”Agatha membeku beberapa saat. Bisa-bisanya pria ini memujinya terang-terangan seperti ini. “Aaaaa….” Agatha menyuapi Gio agar tidak berbicara terus. Gio tertawa pelan. Mentertawakan tingkah Agatha yang menggemaskan karena salah tingkah. “Jangan tertawa.” Agatha melotot. “Bilang saja kalau aku terlihat konyol.” Gio menggeleng. “Kau menggemaskan.” Mengusap pelan puncak kepala Agatha. Agatha mengangguk. “Kau juga..” “Juga apa?” tanya Gio penasaran. “Menyeramkan.” Agatha menjulurkan lidahn
21++Gio menurunkan tubuh Agatha di atas ranjang. Perlahan tapi pasti setengah menindih tubuh Agatha yang mungil itu dengan tubuhnya yang besar. Gio kembali mencium Agatha, sampai ciumannya turun pada leher mulus wanita itu. Gio mencecap habis leher Agatha, memberikannya tanda kepemilikan di sana. Agatha hanya pasrah. Tangannya mengalun di leher Gio. Mengusap rambut pria itu pelan. Ciuman Gio perlahan turun sampai di dada Agatha… Gio berhenti dan menyatukan dahi mereka. Jemarinya bergerak ke belakang, mencari resleting wanita itu. Kemudian menurunkannya perlahan. Tidak ada perlawanan Agatha, yang artinya Agatha mengijinkannya. “Agatha..” panggil Gio pelan. Agatha membuka matanya. Dengan pipi yang bersemu merah. “hm..” “Aku mencintaimu.” Gio mencium Agatha kembali. Tubuh Gio tidak sepenuhnya menindih Agatha. Ia bertumpu pada lutut agar tubuhnya yang besar itu tidak menindih Agatha. “Aku juga…” Agatha membalasnya sangat pelan. Seperti bisikan yang tidak b
Agatha terbangun. Ia terdiam sebentar mengamati langit-langit kamar. Apa yang terjadi semalam…. Tubuhnya..Agatha menyingkirkan pelan-pelan tangan Gio dari pinggangnya. Setelah itu memungut pakaiannya yang berada di bawah. Segera memakainya. Agatha diam-diam pergi ke kamarnya sendiri. Setelah membersihkan diri—Agatha berjalan ke arah lemari.Alangkah terkejutnya saat tiba-tiba pinggangnya sudah direngkuh dari belakang. “Akh…” Gio segera membungkam bibir Agatha agar tidak berteriak. “Siapa yang menyuruhmu meninggalkanku?” tanya Gio berbisik tepat di telinga kanan Agatha. Diakhiri dengan kecupan gemas di leher wanita itu. Agatha berbalik. “Kenapa kamu…” menatap Gio. Pria itu masih dengan tampilan tadi malam. “Kenapa kamu masih seperti ini?” tanya Agatha. “Kamu bisa terlambat ke kantor.” Agatha mendorong tubuh Gio namun sayangnya tidak bergerak sama sekali. Gio malah menarik pinggang Agatha dan memeluk tubuh Agatha kembali. “Aku malas ke kantor,” ucap Gio. “Jangan malas.
21++Setelah rapat selesai. Gio kembali ke ruangannya. Dadanya terasa nyeri. Ia menghela nafas pelan-pelan dan memilih untuk menyandarkan dirinya di kursi. Ia memejamkan mata.. Setelah nyeri itu perlahan mereda, ia membuka mata kembali. Sekarang hampir menunjukkan pukul 8 malam. Gio menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi. Kembali larut dengan pekerjaannya. Tentang hari ini, ada satu proyek yang diserahkan kepadanya. Ia tidak ingin lagi mengecewakan orang-orang. Apalagi orang tuanya. Untuk itu ia bekerja keras untuk membuat proyek ini berhasil apapun yang terjadi. Beberapa jam terlewati… Akhirnya Gio selesai… Ia berjalan keluar dari kantor yang sudah sepi. Bahkan lampu-lampu sudah padam. Gio berjalan sampai di depan kantor… Sampai pandangannya terhenti pada seorang perempuan yang tengah melambaikan tangannya. Bibir Gio tidak bisa menahan senyuman. Ia berjalan mendekat—begitupun dengan Agatha. Kedua tangannya terbuka… Agatha memeluk Gio dengan ceria.
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men