Beberapa menit sebelum Aluna pingsan. Ethan yang sedang fokus berselancar tidak sengaja melihat Aluna yang sedang berdebat dengan temannya. Ethan melihat Aluna yang memegangi kepala. Tanpa ia sadari—karena tidak fokus. Akhirnya ia terjatuh di dahului oleh Gerald. Sial! Kali ini keberuntungan memang tidak berpihak padanya. “Aku menang,” ucap Gerald. Aluna mendongak. Yang ia lihat wajah Gerald begitu dekat dengannya. Belum sempat menjawab—tubuhnya terasa begitu lemas. Pada akhirnya berakhir pingsan. “Aluna!” teriak orang yang ada di sana. Ethan hanya bisa menatap tubuh Aluna yang diangkat oleh pria lain. Lagi-lagi ia harus mengumpat untuk melampiaskan kekesalannya. Karena hubungannya dengan Aluna harus dirahasiakan. Ia membiarkan Aluna disentuh dan digendong pria lain. “Aaaargh!!!” menendang kursi yang ada di sana. ~~Tidak tahu berapa lama tertidur—Aluna membuka matanya juga. Yang pertama ia lihat seorang pria yang duduk menunduk. Pria yang memiliki warna rambut cokelat.
Ethan menarik pinggang Aluna. “Tubuhmu candu, Aluna.” Ethan menyatukan bibir mereka. Aluna memejamkan mata—kedua tangannya mengalun di leher Ethan. “Besok sore kita kembali. pulanglah ke Mansionku.” Ethan mengusap bibir bawah Aluna. Aluna menggeleng. “Aku akan pulang.” “Ke mana?” “Ke kampung. Aku sudah meminta hari libur dan kamu setuju. Jangan melarangku!” peringat Aluna. Ethan mengernyit. “Benarkah? Sepertinya aku lupa.” “Ethan!” teriak Aluna kesal. Ethan membekap bibir Aluna. “Akhir-akhir ini kau sering berteriak. Orang-orang akan tahu kita.” Aluna melepaskan tangan Ethan dari bibirnya. “Iya, aku lupa.” “Bagaimana kalau liburnya nanti-nati saja. Besok datanglah ke mansionsku. Aku akan memberikanmu sesuatu. Aku akan membelikanmu apapun yang kau mau.” Jangan sampai tergoda dengan rayuan maut Ethan. Aluna tidak bisa menunda pulang lagi. karena Gio sudah menantikannya, ia juga sudah merindukan putra semata wayangnya itu. “Tidak!” Aluna mencebikkan kesal. “Te
Semakin dipikirkan akan semakin sedih pula. Aluna harus selalu mengingat perannya sebagai penghibur. Jangan mengharap apapun pada Ethan. Setelah percintaan itu—Aluna mengganti pakaiannya dan bersiap keluar. Ya, Ethan memang mendatanginya saat butuh lalu akan pergi. Aluna melangkah ke belakang. Di sanalah peralatan untuk membakar daging sudah siap. Aluna mendekati Bobby yang sibuk membakar daging. “Kau bisa?” “Jangan mengangguku. Aku sedang serius,” balas Bobby sangat fokus membakar daging. “Halaah preeet.” Aluna mencebikkan bibirnya. Bobby menonyor dahi Aluna. “Kau baik-baik saja bocil?” tanyanya. Aluna memutar bola matanya malas mendengar ejekan bocil lagi. “Apa yang membuatmu selalu menyebutku bocil? Kita ini seumuran.” Aluna menyipitkan mata. “Karena kau kecil.” Bobby memindahkan daging di piring. “Kau belum menjawab pertanyaanku.” Bobby mengambil satu potong kecil daging. “Kau baik-baik saja?” tanyanya sambil memberikan potongan daging itu pada Aluna. Aluna menerima
Aluna benar-benar puas. bagaimanapun hasilnya—tapi ia benar-benar menyajikan daging hasil panggangannya di piring Ethan. “Aluna cobalah ini.” Gerald mengambil sebuah salad kemudian ditaruhnya di atas piring Aluna. “Terima kasih.” Aluna menggeser tubuhnya sedikit lebih jauh. Demi apapun, bukan mencari masalah. Aluna sudah mencoba menjauh dari Gerald. Tapi pria itu sepertinya tidak ingin jauh-jauh darinya. “Enak?” tanya Gerald. Aluna mengangguk. “Hm…” “Tapi aku tidak terlalu suka.” Terkekeh pelan. “Kalian terlihat cocok tahu.” Grace memandang kakaknya dan Aluna takjub. Ia tersenyum dengan senang sembari bertopang dagu. Aluna tersenyum canggung. Melihat pakaian yang digunakan Grace sangat terbuka. Dress hitam itu begitu melekat di tubuh Grace. Dengan belaha dada rendah dan bagian punggung terbuka. Pasti banyak pria yang tergoda dengan Grace. Selain cantik juga memiliki tubuh yang bagus dan sintal. “Tapi sungguh kalian sangat cocok,” ungkap Grace lagi. “Aluna kau
Saatnya pulang. Aluna sudah berkemas. Seharusnya ia pulang sore. Tapi karena tiket kereta yang ia pesan tidak ada yang sore, maka ia mengambil siang saja. Aluna menyeret kopernya ke atas bakasi mobil. Semua orang berada di sebuah destinasi wisata. Ia sendirian dan tidak menjadi masalah. “Kau akan pergi tanpa berpamitan denganku?” Aluna memutar tubuhnya. “Ethan..” lirihnya. “Kenapa kamu di sini?” tanyanya. “Bukannya kamu ikut yang lain?” “Tidak.” Ethan menggeleng. “Aku akan ikut saat sudah memastikanmu berangkat dengan aman.” Ethan mendekat. menutup bakasi mobil yang sudah terisi dengan koper Aluna. “Hubungi aku.” Ethan memegang bahu Aluna. Aluna mengangguk. “Aku akan mengabarimu saat sudah sampai.” “Bukan saat sudah sampai, tapi saat kau terkena kendala saat perjalanan.” “Baiklah. Tapi semoga tidak ada kendala di perjalanan.” Ethan mengusap pipi Aluna pelan. “Aku jadi ingin membeli banyak sapi, sawah dan punya warung pecel lele.” “Ethan!” pekik Aluna. “Jangan membahasnya
“MAMAAAAAA!” teriak seorang laki-laki yang menyambut ibunya pulang. Aluna berlari. Ia memeluk anaknya. “Apa kabar sayang..” “Gio sehat, Ma.” Gio menatap ibunya. “Mama jangan kawatir.” Aluna tersenyum sembari mengusap puncak kepala anaknya. “Aluna,” panggil ibu Aluna. “Ibu..” Aluna memeluk ibunya. “Kamu baik-baik aja kan?” Aluna mengangguk. “Aluna baik-baik saja.” Ia beralih pada anaknya lagi. “Gio mau beli apa? Mainan?” tanyanya. “Mainan!” ucap Gio dengan riang. Aluna tersenyum. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat anaknya yang sehat dan ceria. Sebelum pulang mereka mampir terlebih dahulu ke toko mainan untuk membeli mainan Gio. Sesampainya di sana, Aluna berjongkok dan berkata. “Pilih semua yang ingin kamu beli. Hari ini Mama akan belikan semua yang kamu inginkan.” “Benarkah?” tanya Gio. “Benar.” Aluna mengusap puncak kepala Gio. “Sekarang pilih sesuka hati kamu.” Gio segera pergi memilah mainan. “Hati-hati Gio, jangan berlari!” peringat A
Pulang ke rumah. Tidur di atas kasur yang sudah berbulan-bulan tidak ia sentuh. Aluna merebahkan diri. Menatap langit-langit kamarnya. Hampir saja terpejam jika ponselnya tidak berbunyi. “Hallo,” ucap Aluna seadanya karena ia lelah. “Sudah sampai?” Mendengar suara Ethan membuat Aluna langsung melebarkan mata. Tidak jadi mengantuk. “Iya.” Aluna menguap beberapa kali. “Kau mengantuk?” “Hm.” Aluna mengambil posisi berbaring menyamping. “Kau tidak mengabariku seharian.” Aluna berusaha tidak mengantuk namun matanya benar-benar berat. “Iya karena tadi aku menemani…Gio..” “Gio siapa?” tanya Ethan. Aluna membuka matanya lagi. “Gio..Gio..” “Gio adalah keponakanku!” Huh! Aluna menghela nafas. Beginilah kalau hidup penuh kebohongan. Tidak akan pernah tenang. “Kau punya kakak? Setahuku kau anak tunggal dari keluarga miskin.” Aluna menyipitkan mata. Tidak bisakah kata miskin itu tidak usah diperjelas? “Punya.” Aluna menepuk dahinya pelan. “Kakak dari anak saudara ibuku.” “Silsilah
Setelah menghabiskan 2 hari bersama anaknya. Aluna memutuskan untuk langsung kembali ke kota. Meskipun dengan berat hati. Ia harus meninggalkan anaknya lagi untuk bekerja. Apalagi Gio masih harus perawatan rutin ke rumah sakit. Tentu saja Aluna harus mengeluarkan banyak biaya. Tidak banyak yang bisa dilakukan Aluna ketika kembali. Ia hanya berbaring di atas ranjangnya. Meskipun ranjangnya bagus—pemandangan yang indah. Tetap saja, rumahnya di kampung adalah tempat ternyaman baginya. “Aluna kau sudah menentukan harinya?” itu adalah pesan dari Gerald. Aluna tidak tahu harus jalan dengan pria itu hari apa. Aluna langsung membalas. [Bagaimana kalau sekarang? besok aku bekerja] [Boleh] Aluna langsung mengganti pakaiannya. Belum selesai berdandan. Panggilan ponselnya berdering kembali. “Kau di mana?” tanya seorang pria yang sepertinya sedang kesal. “Aku di Apartemen. Tapi aku—” “Aku akan ke sana.” “JANGAN!” “Kenapa?” Aluna terdiam beberapa detik. Ia ragu memberi
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve
21++ Memborgol kaki Agatha dengan sisi ranjang. Hingga kedua kaki Agatha terbuka dengan lebar. Agatha benar-benar tidak bisa bergerak. Matanya juga tertutup semuanya gelap. Namun ia menunggu apa yang akan dilakukan pria itu. Gio memasukkan jemarinya ke dalam milik Agatha. menekannya hingga membuat Agatha bergerak gelisah… “Ahh!” Agatha membuka bibirnya. Gio tersenyum miring. “Kau suka?” tanyanya. Agatha mengangguk. “Aku suka..” lirihnya. Gio menggerakkan jarinya maju mundur—menggoda milik Agatha. Agatha tidak bisa menahannya lagi—sampai pelepasannya datang juga. “Ahh!” desah Agatha ketika milik Gio mulai memenuhi miliknya. “Gio ahh!” Gio bergerak menghujam agatha lagi. Tangannya terulur mengusap pipi Agatha… Memasukkan jemarinya ke dalam bibir wanita itu. Gio terus bergerak menghujam Agatha. memenuhi milik wanita itu dengan miliknya terus menerus. Sampai ia menarik borgol di kaki Agatha. Ia mengangkat satu kaki Agatha dan kembali menghujam milik wanita i
21++ “Sayang ahh ohhh!” Gio menekan miliknya ke dalam mulut Agatha. Membuat Agatha terdorong sampai membentur pantry. Tapi untungnya telapak tangannya bergerak dengan cepat melindungi belakang kepala Agatha. Agatha melakukan tugasnya—membuat Gio semakin tergila-gila dengannya. Agatha pastikan, Gio akan semakin menyukainya. “babe..” Gio menggerakkan pinggulnya maju mundur. “Ahh babe… kau nikmat ohh!” Gio menarik Agatha kemudian menyatukan miliknya ke dalam milik Agatha. Menarik satu kaki Agatha—membawanya ke atas. Kemudian pelan-pelan menghujam milik Agatha. Tubuh Agatha terguncang.. kedua dadanya bergerak dengan pergerakan pria itu. Agatha hanya bertopang pada meja pantry sementara Gio yang terus menghujamnya. Gio menarik pinggangnya dan memutar tubuhnya. kembali menghujamnya dari belakang. Salah satu tangannya di bawa ke belakang. Gio memang mengendalikan permainan ini. Tidak berhenti sebelum dirinya puas. Meskipun Agatha kelelahan. Tapi Agatha merutuk or
21++ “Kau ingin kita menjadi apa?” tanya Gio. Agatha mengedikkan bahu. Dasar tidak peka. Agatha menggerutu dalam hati. “Lupakan saja.” Agatha mengalunkan tangannya di leher Gio. “Tapi aku berterima kasih karena kau mau melakukan hal sebanyak itu. Aku hanya tidak menyangka kau melakukannya untukku.” Gio mengusap pinggang Agatha pelan. “Jika kau menurut, aku akan melakukan apapun…” Jemarinya mengusap bibir bawah Agatha. “Menurut padaku… kau akan mendapatkan keuntungan lebih banyak.” Agatha mengernyit. “Aku sudah menurut…” Gio tersenyum miring. “Tidak sepenuhnya.” Agatha berpikir lebih dalam. Ia sudah menuruti keinginan Gio. Semuanya…. Lalu apa yang diminta oleh pria itu. Agatha pun tidak tahu apa arti kata menurut itu di bagi Gio. Agatha mengedikkan bahu. “Aku merasa, aku sudah menurut dan melakukan apapun yang kau mau.” “Itu menurutku tapi tidak bagiku.” Gio benar-benar membuatnya bingung. Agatha perlahan naik ke atas pangkuan pria itu. Kemudian memiri
Ketika masuk ke dalam penthouse. Agatha disambut oleh bau masakan. Ketika melhat dapur—ia melihat pria yang tampan sedang memasak. Dengan lengan kemeja yang dilipat sampai siku. Pria itu terlihat fokus memasak. Entah apa yang dimasak. Gio hanya menatap Agatha sekilas dan kembali memasak. “Kau sudah pulang?” tanyanya. Agatha mengangguk. Gio mengacuhkannya. Agatha mendekat dan memeluk pria itu dari belakang. Memeluk pinggang pria itu dengan kedua tangannya. Agatha menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Jangan menggangguku. Aku akan menyelesaikannya dahulu.” Alhasil Agatha diam—tapi dia masih memeluk pria itu. Jadi, Gio memasak dengan Agatha yang selalu mengekorinya. Mengaduk masakannya—sampai menyajikan masakannya. Agatha masih menempel padanya. setelah itu barulah Gio memutar tubuhnya. “Ada apa?” tanya Gio. “Tapi sebelum kau berbicara, lebih baik makan dulu. aku yakin ada banyak yang ingin kau bicarakan.” Agatha menyipitkan mata. Kemudian mengambil duduk
Agatha baru saja menyelesaikan rapat bulanan bersama pegawainya. Ia masuk ke dalam ruangannya. Menerima satu telepon dari pak Rudi. “Apa anda sudah menyiapkan semua hal yang aku butuhkan?” tanya Agatha. Pak Rudi mengangguk. “Aku sudah menyiapkan berkas-berkasnya.” “Bagaimana dengan orang-orang?” tanya Agatha. “Apa aku harus menjilat mereka?” “Tidak usah. Gio sudah mengurusnya.” Agatha mengernyit. “Bagaimana?” tanya Agatha yang bingung. “Dia tidak memberitahuku apapun.” “Gio melakukan apapun untuk membantumu.” Agatha masih tidak mengerti. ia berdiri dari duduknya. Kemudian berkacak pinggang. “Aku tidak mengerti. Aku hanya meminta padanya untuk melindungiku dan memihakku ketika rapat diadakan. Apa dia bertindak sangat jauh?” “Benar. Dia bertindak sangat jauh. Itu dilakukannya untuk membantumu.” Agatha megusap wajahnya kasar. “Bagaimana dia melakukannya.” “Tunggu!” Agatha menggeleng pelan. “Apa anda berbicara dengan Gio.” “Ya. Aku berbicara dengannya. dia menje
“Tadi nenek bilang apa saja?” tanya Gio. Tadi, margaret hanya menjawab pertanyaan Gio seperti ini. “Aku hanya ingin mengobrol sebentar dengan Agatha.” Setelah itu margaret pergi. Agatha menoleh. “Seperti itulah..” mengedikkan bahu. Gio memegang bahu Agatha. “Beritahu aku apa yang dia katakan?” tanya Gio paksa. “Tidak perlu tahu apa yang dia katakan.” Agatha memandang Gio. “Tapi aku bilang padanya, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan meninggalkanmu jika kau tidak menginginkanku lagi.” Gio tersenyum miring. “Kau lebih pintar dari yang aku kira.” Agatha mendekat. “Kau puas dengan jawabanku?” Gio mengangguk. Jemarinya mengusap pipi Agatha. “Lumayan.” Agatha mendongak. “Intinya kita punya perjanjian. Kita sama-sama diuntungkan. Jadi…” Agatha mengalunkan kedua tangannya di leher Gio. “Jangan mengingkari perjanjian kan?” Jemari lentik Agatha mengusap rahang Gio. “Aku hanya memintamu untuk jangan meninggalkanku saat tujuanku belum tercapai.” Kenapa ia memperjelasny
Siang ini. Ada yang mengajaknya makan siang. Wanita yang dahulunya menjadi tokoh jahat dalam hidupnya. Namun untuk sekarang sepertinya tidak terlalu. Agatha terdiam di bangkunya. Menunggu sampai orang di hadapannya ini berbicara lebih dulu. Tidak ada yang berubah dari wanita itu. Hanya—rambutnya yang kian memutih. “Bagaimana kabarmu?” tanya margaret. Meskipun dari wajahnya ia tidak suka basa-basi. Agatha mengangguk. “Seperti yang anda lihat. Aku baik dan aku berubah menjadi lebih baik..” Agatha tersenyum sopan. “Bagaimana kabar anda?” tanyanya. “Tidak terlalu baik…” margaret mengambil minumannya. Kemudian minum perlahan sebelum melanjutkan ucapannya. “Aku tidak baik saat melihat cucuku kembali bersamamu setelah sekian lama…” Agatha menghela napas. “Apa yang aku lakukan? Gio datang sendiri padaku. Kita memang masih menyukai. Apa boleh buat… Kami menjalin hubungan kembali.” “Kau tidak tahu Gio akan bertunangan kenapa kamu masih menerimanya?” Agatha tersenyum.
“Jadi kamu berhubungan dengan perempuan lain?” tanya Ethan yang langsung pergi ke mansion anaknya. Ia langsung mendatangi mansion Gio karena anaknya itu tidak mau bertemu dengannya. Gio memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. “memang iya.” Ethan memejamkan mata. “Kenapa tidak memberitahu kami kalau kamu mempunyai kekasih?” “Kenapa kamu malah menjalin hubungan dengan perempuan lain saat kamu perjodohan itu sudah dimulai?” Gio memandang ayahnya. “Dari awal aku sudah menolaknya kan?” “Papa tidak mau mendengarkanku dan tetap melanjutkan perjodohan konyol itu. papa bahkan juga tidak percaya padaku kalau aku menyukai wanita.” “Apa itu salahku?” Ethan mengusap wajahnya kasar. “Sekarang apa mau kamu?” tanyanya. “Kamu mau membatalkan pertunangan itu?” tanya Ethan. “Kalau iya?” tanya Gio. “Papa tidak setuju jika kamu hanya main-main dengan wanita itu…” Ethan menatap Gio dengan serius. “Jika kamu hanya main-main dengan wanita itu, kamu tidak berniat menikahinya.. dan kamu