Gio menoleh dengan kaget. “Kau berani menciumku?” Agatha menunjukkan jari piecenya. “Katanya aku harus menenangkan tuan.. jadi aku menenangkan tuan dengan mencium tuan kan? Tuan suka dicium kan?” Pertanyaan Agatha membuat Gio semakin kesal. “Cium itu bukan seperti itu.” Gio sungguh kesal. Agatha malah berbalik marah. “Aku—saya tidak tahu kenapa anda marah? Kenapa tiba-tiba marah tidak jelas seperti itu..” gerutunya. “Tidak menjelaskan kenapa..” dumel Agatha lagi. “Malah uring-uringan tidak jelas.” Gerutu Agatha tidak habis-habis. “Karena aku tidak suka kau membahas mantanmu.” Gio menoleh dengan kesal. “Kenapa tidak suka? Aku hanya berbicara saja.” balas Agatha tidak mau kalah. “Aku hanya berbicara apa yang terjadi..” “Apa yang aku lalui. Lagipula masa laluku tidak ada hubungannya dengan anda..” Agatha mendengus. “Ada..” Gio melotot. “Kenapa ada?” “Karena aku tidak suka.” Agatha mendengus. “Sudahlah. Aku lelah berdebat dengan anda.”“Pokoknya aku tidak suka kau membahas ba
“Di pulauku.” Agatha mengusap matanya.. Mengedarkan pandangannya ke depan. “Waah…” reflek membuka bibirnya. berdecak takjub. Agatha melihat hamparan air laut… Ternyata bawah mereka langsung air laut. Laut biru yang begitu tenang. Sejuk, anginnya tidak terlalu kencang. “Waah..” Agatha berdecak kagum lagi. “Sungguh?” tanya Agatha. “Sungguh ini di pulau anda?” tanya Agatha yang masih belum yakin. Gio mengangguk samar. Agatha mengerti. Orang kaya seperti Gio tidak mungkin berbohong mengenai kepemilikan. Lagipula harta Winston pasti banyak sekali. “Waah..” decak kagum Agatha yang tidak ada habisnya. Gio menggeleng pelan. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Kemudian berjalan ke dalam. “Mau ke mana?” Agatha hampir berteriak. Ia mengejar Gio yang sudah keluar dari kamar mereka. Agatha lebih kagum lagi karena rumah yang mereka tempat ini begitu luas dan mondern. “Sir..” panggil Agatha lagi. “Makan Agatha..” Gio mengambil duduk di kursi. Agatha tersenyum melihat bany
Agatha terkesiap saat tiba-tiba Gio sudah menariknya saja. Bibir mereka sudah menempel. Agatha memejamkan mata. Gio melumat bibirnya dengan rakus. Mengigit bibir bawah Agatha, hingga membuat bibir itu terbuka. Gio tidak menyia-nyiakan kesempatan. ia memperdalam ciumannya pada bibir Agatha. Mencecap bibir manis perempuan itu. Agatha membalas.. Bagaimanapun ini adalah janjinya. Pahit tapi juga manis… Agatha tidak tahu apa yang diminum oleh Gio sehingga rasa itu tersalur ke lidahnya. Apakah cairan yang berwarna merah keunguan itu? Agatha meremas bahu Gio saat tangan pria itu dengan mudah membawa tubuhnya. “Sir..” lirih Agatha. Gio tidak berhenti. ia sudah membawa Agatha ke pangkuannya. “Tidak..” balas Gio. “Jangan memberontak.. jika kau memberontak aku semakin ingin melahapmu.” Agatha melebarkan matanya.. Tapi sebelum ia kembali berbicara, Gio kembali mencecap bibirnya. Agatha pasrah.. Karena sesungguhnya ia juga menikmati. Apalagi ciuman Gio begitu
“Kenapa kau ingin tahu?” tanya Gio. Agatha terdiam. Seakan tidak rela saat Gio melepaskan tangan dari pinggangnya. Agatha perlahan turun dari pangkuan Gio dan memilih duduk di bangku. “Karena ingin tahu…” balas Agatha. Gio tertawa pelan. “Kau harus punya alasan untuk apa tahu tentangku.” Mengambil gelas yang berisi anggur. Meminumnya perlahan. Hari sudah gelap, ia berharap tidak mabuk dengan anggur ini. Ada Agatha juga, Alkohol bisa mengendalikannya dan takut akan lepas kendali pada akhirnya. Agatha tidak bisa menjawab. Tapi ia begitu penasaran tentang Gio. Tentang pria itu..Bagaimana jika Agatha memang sudah terlanjur masuk ke dalam pesona Gio tanpa sadar. Bagaimana jika ternyata Agatha memang menyukai Gio lebih dari yang dirinya sendiri bayangkan. “Kalau anda tidak ingin memberitahu saya tidak masalah,” ucap Agatha. Gio mengangguk.. Pria itu hanya membalas Agatha dengan anggukan saja. Melihat Gio kenapa rasanya bersala ya.. Agatha tidak tahu.. ia meremas kedua tangan
Agatha membawa Gio susah payah ke kemar. Pria itu benar-benar mabuk, untungnya ia bisa membawa Gio ke kamar sebelum pria itu benar-benar tidur. Agatha menunggu Gio di samping ranjang. Gio menyamping.. “Agatha..” lirihnya dengan mata yang tertutup. “Ya..” Agatha mengusap helaian rambut Gio. “Aku di sini..” “Agatha..” panggil Gio lagi. Akhirnya Agatha mengambil tangan Gio dan menggenggamnya. “Aku di sini. aku tidak ke mana-mana.” Gio memeluk lengan Agatha. “Maaf..” ucapnya begitu pelan. sangat pelan bahkan terdengar seperti lirihan. Pada akhirnya Agatha ikut berbaring di samping Gio. Padahal dirinya tadi sudah tidur, tapi kenapa hanya berbaring saja ia sudah begitu mengantuk. ~~ Terbangun karena jendela yang terbuka. Sinar matahari yang masuk itu menerpa wajahnya. Agatha mengernyit—ia menoleh ke samping. Menatap samping yangn sudah tidak ada orang. Agatha bangun. Ia membersihkan diri sebelum keluar. Ternyata ada pakaian yang tersedia. Entah darimana? Janga
Agatha berada di belakang Gio. Ia duduk dengan was-was dan tangan yang memeluk pinggang Gio dengan erat. “Sungguh bisa kan?” tanya Agatha. Gio berdecak malas. “Kau pikir ini sekarang sedang terbang? Aku sudah mengayuh sepeda, bahkan sepedanya sudah jalan. kau masih berpikir aku tidak bisa?” tanya Gio. Agatha berusaha rileks. Ia menatap ke sekitar… Mereka berada di tepi—di depan mereka langsung mengarah ke pantai yang begitu indah. Gio mengayuh sepeda santai. Angin yang menerpa wajah, membuat Agatha memejamkan mata. “Huuuuu…..” akhirnya melepaskan tangannya dari pinggang Gio. Gio tersenyum tipis. Tingkah Agatha memang kekanak-kanakan. “Waaaah….” Agatha berdecak kagum melihat pantai yang berada di hadapannya. Langit yang begitu cerah dengan pasir putih. “Aku mau foto di sana..” menunjuk pantai. “Ya.” Gio memberhentikan sepedanya. Agatha langsung berlari ke arah pantai. “Waaah..” berjalan di atas pasir yang putih. Gio memilih berteduh di bawah pohon. Ia ha
Di tengah perjalanan, ternyata hujan turun begitu deras. Agatha dan Gio berlari ke dalam rumah. Tubuh mereka basah kuyup. Gio menarik Agatha ke dalam rumah. Agatha mengusap wajahnya yang penuh dengan air. Tubuhnya mulai menggigil. Juga rambutnya yang sudah berantakan karena basah. Namun ternyata ada yang lebih berantakan dari dirinya. “Kamu..” Agatha menunjuk Gio. Agatha tertawa. “Rambut kamu..” menunjuk rambut Gio yang terdapat daun. Agatha mengambilnya. “Sudah..” sambil tersenyum. “Sir..” panggil Agatha. “Kamu terllihat pucat.” Agatha mendekat. “Ayo ke kamar kamu bisa segera istirahat. Apalagi cuacanya semakin dingin.” Agatha mengandeng lengan Gio. Gio hanya diam—karena memang tubuhnya mulai kedinginan. Sesampainya di kamar. “Aku pergi dulu. kamu bisa istirahat.” Gio mencegah Agatha pergi dengan menggenggam lengan wanita itu. Kemudian menarik Agatha ke dalam pelukannya. Agatha tidak memberontak. Ia membalas… Entah apa yang dirasakan Gio, tapi sepertinya Gio memang
“Nanti aku akan memberitahumu.” Agatha menatap Gio. “Sekarang pergilah ganti baju. Aku akan pergi.” “Tidak.” Gio menahan pinggang Agatha. “Jangan pergi. tetaplah di sini.” “Iya..” Agatha mengangguk. “Aku akan kembali ke sini setelah kamu selesai.” Gio mengernyit. tidak rela jika Agatha pergi meninggalkannya. Padahal juga tidak akan ke mana-mana. Memang mulai posesive. Tidak ada hubungan yang jelas juga. Gio akhirnya melepaskan Agatha pergi. Sedangkan dirinya pergi ke kamar mandi untuk ganti baju dan sekedar membersihkan wajahnya. Sedangkan Agatha memilih untuk mengambil baju untuk berganti di kamar lain. Setelah itu ia tidak langsung pergi ke kamar. Ia pergi ke dapur. Melihat apa yang bisa ia buat. Ia ingin makan atau minum yang hangat. Akhirnya ia mengambil bungkus cokelat. Ia akan membuat cokelat panas untuk mereka berdua. Dari jendela kaca rumah, ia bisa melihat hujan yang turun mulai mereda. Namun hawa dingin begitu menusuk. Agatha yang asik membuat cok
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men