Acara dimulai. Dari yang mulai pemotongan kue. Kemudian dilanjutkan untuk makan-makan. Para maid bertugas untuk menyajikan makanan di luar. “Jangan sampai ada kesalahan,” bisiknya pada Agatha. Agatha berkali-kali menghela nafas. Ini adalah pertama kalinya terlibat dalam acara seperti ini. Biasanya hanya membersihkan rumah. Atau menyajikan makanan saja. “Jujur aku sedikit takut,” ucap Agatha. “Aku takut membuat kesalahan,” lanjutnya. “Kau harus yakin kau bisa,” malas Mina. “Semuanya harus berjalan dengan sempurna. Jangan ada yang melakukan kesalahan,” ucap seorang maid yang terkenal kejam. Sadis, juga sinis pada maid lain. Maid itu menatap Agatha. Memang dari awal tidak menyukai Agatha. Katanya Agatha suka mencari perhatian pada security yang berjaga. Agatha yang cantik sering kali menjadi bahan perbincangan security. Hal itulah yang membuat maid yang masih muda iri pada maid lain. Mereka iri dengan kecantikan yang dimiliki oleh Agatha. Riska menatap Agat
Betapa terkejutnya Agatha saat mengangkat kepalanya. Kedua bola matanya langsung bertubrukan dengan sepasang mata elang yang tajam. Pria itu. Pria kemarin yang membantunya. Agatha mengerjapkan mata—untuk sesaat ia membeku. Sebelum semunya terjadi begitu cepat. Tarikan ditangannya. Pria itu menarik tangannya hingga membuatnya berdiri dengan terpaksa. “Berhenti bodoh,” ucap pria itu langsung menusuk di telinga Agatha. Agatha mengernyit. kemudian menatap pergelangan tangannya yang dicengkram oleh pria itu. “Lepaskan saya…. Tuan.” Gio tidak mengindahkan ucapan Agatha. “Berhenti dan kembalilah ke dalam.” “Saya harus membersihkan serpihan kaca sebelum kembali ke dalam.” Gio menatap tangan Agatha yang meneteskan darah. Tidak tahu apakah sakit atau tidak. Tapi Agatha terlihat tidak kesakitan. Namun ia yakin, Agatha sedang menahan sakit. Gio mengangkat tangan Agatha. “Dengan tangan seperti ini?” tanyanya. Agatha menahan perih di tangannya. darah itu semakin merembes keluar dari
“Aku sudah bilang jangan membuat keributan!” teriak Riska di dalam sebuah ruangan. Agatha hanya menunduk. Meskipun sebenarnya ia ingin membantah. Tapi cukup tahu diri saja karena memang salahnya. Mina mengobati tangan Agatha yang tergores oleh serpihan kaca. “Kau sengaja mencari perhatian? Kau senang diperhatikan tuan Gio?” tanya Riska sembari menarik kerah leher Agatha. Agatha diam saja. Membatahpun pasti tidak akan diterima oleh wanita itu. “Kenapa kau diam saja hah?” tanya Riska. “Kau memang sengaja kan? Kau sengaja mencari keributan supaya menarik perhatian tuan Gio. Lalu tuan Gio akan bersimpati padamu?” “Kau berharap tuan Gio jatuh cinta denganmu?” tanya Riska. Agatha masih diam. Sampai akhirnya Riska menarik kerah lehernya lebih keras. “jawab pertanyaan sialan. Kau tuli?” tanya Riska penuh intimidasi. “Aku menjawab pun kau tidak akan percaya.” Agatha menatap Riska dengan berani. “Bagaimana kalau aku bilang, aku tidak sengaja membuat keributan?” tanyanya
“Aku tidak mengajarkan kalian untuk bertengkar,” ucapan seseorang yang terdengar. Mereka kompak menoleh ketika mendengar suara itu. Nyonya mereka. Margaret datang. Pandangannya tertuju pada Agatha. Melihat luka yang ada di tangan Agatha. “Kamu..” Margeret menatap Agatha. “Ikut denganku.” Kemudian berjalan pergi. Riska tersenyum miring. Senyum kemenangan. “Siap-siap kau dikeluarkan,” ucapnya pada Agatha. Agatha menghela nafas dan akhirnya berjalan mengikuti Margaret pergi. Mereka masuk ke sebuah ruangan. Sebuah perpustakaan yang begitu luas. Di sana ada beberapa sofa yang tertata rapi. “Duduk.” Margaret mengambil duduk lebih dulu. Agatha mengikuti majikannya itu dengan ragu. Ia duduk dengan canggung. meletakkan kedua tangannya di atas pahanya. Menunggu Margaret berbicara.. Tapi setelah ditunggu, yang dilakukan Margaret hanyalah menatap Agatha dari atas hingga bawah. “Nyonya..” ucap Agatha. Margaret menarik satu alisnya. “Apakah saya akan dipecat?” ta
Kembali ke ruangannya. Agatha nampak lemas. Hal itulah yang membuat beberapa maid yang melihatnya tersenyum. Jujur saja, sebenarnya mereka hampir sama dengan Riska yang suka membuli orang. Mina datang menghampirinya. “Bagaimana? kau dipecat?” tanya Mina. Agatha menggeleng. kemudian tersenyum cerah dan memeluk Mina. “Aku tidak dipecat.” Mina meloncat senang. “Benarkah?” Agatha mengangguk. “Tapi kenapa kau lama sekali?” tanya Mina mengernyit. Agatha menarik Mina masuk ke dalam kamarnya. “Apa yang kau bicarakan dengan nyonya?” tanya Mina lagi. Wanita itu sungguh penasaran. Karena Agatha pergi cukup lama. Ia penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh Agatha dan Margaret. “Jangan diam saja…” Mina memukul pelan bahu Agatha. “Semua orang membicarakanmu, mereka bilang mendengarmu dicaci maki oleh nyonya. Mereka yang lewat di perpustakaan bilang kau dimarahi habis-habisan oleh nyonya.” Agatha malah mengambil duduk dengan santai. “Mereka benar-benar penggosip.” Agatha tersenyum
Agatha dan Mina baru saja selesai membersihkan tempat pesta tadi. Mereka membersihkannya hanya berdua. Hanya berdua saja! Itu karena Riska yang menyuruh mereka. Karena mereka dihukum telah membuat keributan. Maid lain dilarang membantu mereka. Katanya, sebagai pelajaran agar tidak ada yang berani melakukan hal yang sama lagi. “Kau terlihat begitu lelah,” ucap Agatha pada Mina. Wajah Mina terlihat bercucuran dengan keringat. “Masuklah, aku akan menyelesaikannya sendiri,” ucap Agatha. “Tinggal sebentar lagi.” Mina mengambil kain di atas meja. Namun berhenti—kemudian mengusap dahinya pelan. Agatha mendekat. “Pergilah ke dalam. Aku akan menyelesaikannya sendiri. lagipula semua ini kesalahanku. Pergilah istirahat.” “Kau sungguh tidak papa aku tinggal?” tanya Mina. Agatha menangguk. “Tidak masalah. Pergilah,” mendorong tubuh Mina pelan. Akhirnya Mina ke dalam. Tugas Agatha tinggal sedikit. Mereka sudah mencuci semua piring, gelas dan teko mahal itu. Tinggal memb
“Tapi seharusnya bukan disebut sebagai cium lo tuan..” Agatha terkekeh pelan. “Kan kalau di luar negeri itu seperti cipika-cipiki..” “Lagipula bibirku tidak sepenuhnya menempel.. hanya.” Agatha sendiri bingung menjelaskannya. Agatha menggerakkan jarinya. “Hanya sedikit sekali menempel di pipi anda.” Gio lagi-lagi hanya tertawa kecil. Konyol sekali. Melihat Gio yang seperti itu, Agatha sedikit takut. Bagaimana jika Gio marah dengannya, kemudian menyuruh nyonya untuk memecatnya. “Saya minta maaf tuan. Seharusnya saya tidak melakukan hal itu. saya terlalu lancang,” ucap Agatha. Gio diam dan menatap Agatha dengan datar. “Karena kau minta maaf dengan tulus, aku bisa menerimanya.” Gio bersindekap. Agatha tersenyum dengan puas. tidak sadar menggerakkan jemarinya menjadi kepalan tangan. “Berarti sudah ya tuan. Saya akan pergi. kita sudah tidak punya masalah.” Agatha menatap Gio dengan hati-hati. “Belum.” Gio melangkah mendekat. “Beritahu aku apalagi yang dikatakan oleh
Agatha melotot. Demi apapun ia harus segera kabur. Tapi. Pada saat ia ingin bangkit. Justru pinggangnya ditarik. Didekap oleh tangan besar itu. Hingga ia merasakan benda kenyal nan basah yang bergerak di atas bibirnya dengan lembut. Fuck! Tuan Gio menciumnya. Agatha bangkit dengan paksa. “A-aku… aku..” Agatha menunjuk Gio dengan gugup. “Aku akan melupakan kejadian ini. Aku tidak akan menganggap hal tadi terjadi.” Setelah itu segera kabur!Berlari terbirit-birit meninggalkan Gio yang masih berdiri di tempat. Gio mematung, menatap kepergian Agatha dengan kosong. Bagaimana bisa ia lepas kendali seperti tadi. “Sial,” umpat Gio. Tapi, tadi memang menyenangkan. Bukan menyenangkan. Tapi sedikit… manis mungkin. Reflek tangannya menyentuh bibirnya sendiri. Gio berkacak pinggang. “Ayo lupakan..” lirihnya. “Lupakan….” Memejamkan mata. “Dia bukan siapa-siapa.” Gio mengacak rambutnya frustasi. Ia mengambil kucingnya dan menggendongnya. Kemudian berjalan masuk ke dalam mansion.