Bab 116Evellyn yang baru saja meraih pinggiran kolam terperanjat melihat Arkan melompat ke dalam kolam sambil berteriak. "Ada apa, Mas?" tanya Evellyn. Arkan segera membawa El ke pinggir kolam, bayi kecil itu tersedak dan langsung menangis. "El, kamu tak apa-apa 'kan." Arkan terlihat begitu panik, begitu pun Evellyn melihat Arkan panik tak ayal Evellyn pun panik. " Kenapa, Mas? Kok bisa begini, El? Kamu gimana jagainnya? " Evellyn memborbardir pertanyaan pada lelaki bertubuh sixpack ini.Setelah El tak mengalami masalah apa-apa Arkan menceritakan kejadian barusan. "Ambilkan ponselnya Eve." "Van." Arkan menelpon Ervan, menjelaskan kejadian yang dialami putranya, memohon pengertian pada Tuan Masimoto, kali ini Arkan terlambat datang. "Siap, Bos. Akan aku sampaikan. Bagaimana kondisi bayi kecil kita?" tanya Ervan. "Apa maksudmu?" tanya Arkan salah paham. "Jangan emosi, Bos. Aku sudah menganggap El, seperti anakku." Ervan tersenyum kecut. Salah ngomong nih gue. 'pikir Ervan.
Bab 117Mobil hitam yang ditumpangi Azalea dan Ivander berhenti di depan rumah megah bak mention ini. "Abang gak mampir ya, sayang," ucap Ivander, ketika Azalea menapakkan kaki keluar dari mobil."Terserah," ucap Azalea berlari kecil memasuki rumah berpintu tinggi. Ivander hanya geleng-geleng, " Untung abang cinta kamu Lea, kalo pacar-pacar abang yang begitu langsung abang tinggal," ucap Ivander melihat kelakuan Azalea. ****"Assalamualaikum," ucap Azalea memasuki rumah. Langsung berlari menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamar. "Lea!! Lea!!"Bahkan panggilan Mira dihiraukan gadis ber-netra biru ini. Langkahnya terus berjalan dengan tergesa. Mira menggelengkan kepala melihat putrinya. "Ada apa? Teriak-teriak," tanya Dad, tangannya penuh dengan lumpur. "Itu anak Ayah," hanya itu yang keluar dari mulut Mira, wanita setengah baya ini kembali ke dapur, berkutat dengan tepung dan telur. Dad menghampiri, "Sudah jadi kuenya?" tanya Dad. Tangannya terulur ingin mengambil kue kering d
Bab 118"Lea," Ivander menyebutkan nama Azalea. Ivander berbincang sesaat pada wanita yang berdiri di sebelah lelaki bule ini. Lalu menghampiri gadis yang sebentar lagi akan dia persunting. "Lea, Dad, Ibu. Tumben lagi ada acara apa?" tanya Ivander. "Gak ada acara cuma mau jalan-jalan, aja, ini mau makan dulu," jawab Mira. "Ohh ... Yuk abang juga belum makan, kita makan bareng," ucap Ivander dengan senyum menawan.Mira dan Dad sudah terlebih dulu masuk ke dalam restoran mencari bangku privat. "Bang, Abang kenapa tadi gak angkat telpon Lea? Lagi asik-asik ya? ama perempuan tadi?" tanya Azalea tatapannya penuh curiga. "Kamu telpon?" Ivan langsung mengambil gawai di kantong jasnya. Mencoba menghidupkan ponsel canggih itu. "Mati ponsel Abang. Tadi dimainin terus pas lagi anter kamu," ujar Ivan. Azalea mencebik meninggalkan Ivander menuju ketempat ayah dan ibunya berada. Ivander hanya geleng-geleng kepala, "untung menggemaskan," ujar Ivander, mengikuti langkah kaki Azalea. Makan
Bab 119"Lea," Ivander menyebutkan nama Azalea. lelaki bule ini berbincang sesaat pada wanita yang berdiri di sebelahnya. setelah berbincang sesaat si wanita pergi meninggalkan Ivander. Lalu lelaki bule ini menghampiri gadis yang sebentar lagi akan dia persunting. "Lea, Dad, Ibu. Tumben lagi ada acara apa?" tanya Ivander. "Gak ada acara cuma mau jalan-jalan, aja, tapi mau makan dulu," jawab Mira. "Ohh ... Yuk abang juga belum makan, kita makan bareng," ucap Ivander demgan senyum menawan.Mira dan Dad sudah terlebih dulu masuk ke dalam restoran mencari bangku privat. "Bang, Abang kenapa tadi gak angkat telpon Lea? Lagi asik-asik ya ama perempuan tadi?" tanya Azalea, tatapannya penuh curiga. "Kamu telpon?" Ivan langsung mengambil gawai di kantong jasnya. Mencoba menghidupkan ponsel canggih itu. "Mati ponsel Abang. Tadi dimainin terus pas lagi anter kamu," ujar Ivan. Azalea mencebik meninggalkan Ivander menuju ke tempat ayah dan ibunya berada. Ivander hanya geleng-geleng kepal
Seorang wanita tanpa Ivander sadari masuk ke dalam ruang kantor Ivander, hanya hak sepatu yang menimbulkan suara. Ivander mendongak melihat siapa gerangan yang menghampirinya. "Kamu!!" Ivander terbelalak mendapati seorang wanita sudah ada di hadapannya. Langsung menyerbu, duduk melingkarkan kaki di pangkuan lelaki bule ini. Dengan cepat si wanita mengungkung wajah Ivander dan mencium paksa lelaki bule ini dengan agresif. Bahkan Ivander yang bertubuh besar tak dapat mengelak. Tangan Ivander berusaha merengkuh pinggang ramping si wanita, berusaha mengangkat tubuh wanita ini dari pangkuannya. Tetapi kaki si wanita melingkar ketat di tubuh kekar Ivander. Si wanita melepaskan ciumanya, berusaha menghirup udara dalam, lalu dengan cepat kembali meraup paksa bibir lelaki bule ini. "Wait Carla, what's are you doing?" Ivander masih berusaha mengelak dari ciuman wanita bernama Carla. " I miss you, darling," Carla menatap mata Ivander sayu, terlihat jelas dia begitu merindukan kehangata
Bab 122Pengakuan Carla membuat Ivander terbelalak. Selama ini Ivander mengunjungi Carla tanpa menggunakan hati. Dia membutuhkan Carla hanya untuk melampiaskan. Ivander bukan tipe lelaki yang suka bergonta ganti wanita. Menurutnya Carla mampu mengimbangi di ranjang, karna itu dia selalu menggunakan jasa Carla. "Tapi Carla selama ini kita melakukan karna ...." Ivander tak melanjutkan ucapannya, dia khawatir akan melukai hati Carla. "Karna kau membayarku? Jadi selama ini kamu gak punya perasaan apapun pada ku?" tanya Carla penasaran. Jadi selama ini dia salah sangka. Carla pikir, Ivander menyukainya, karna hanya dia wanita yang selalu dicari lelaki bule ini jika Ivander datang ke klub seventeen. Hati Carla makin sakit saat kepala lelaki bule ini menggangguk. Carla duduk meraung. Menelungkupkan kepala di lantai. Dia menyadari mana mungkin ada lelaki yang dengan tulus mencintainya. Dan berniat membawanya pergi dari tempat terkutuk itu. Ivander merengkuh tubuh Carla, membawanya dud
Bab 123 Lelaki tampan ini berjalan dengan sedikit berlari, dia berhenti sejenak ketika sampai pada anak tangga teratas. "Lelah, Taun?" Suara Evellyn mendayu merdu di telinga lelaki gagah ini. Jari-jari lentik mengelus rahang kokoh Arkan. Netra lelaki tampan Ini menatap lekat wanita cantik dalam gendongannya. "Itung-itung melatih kekuatan otot, sebelum bekerja," ucap Arkan. Nafasnya memburu, entah lelah atau sangat bergairah. Beberapa pelayan hanya melirik melihat kemesraan pasangan bucin ini. Elvano terlihat sedang bermain bersama Baby sitternya. "Moga-moga cepet punya ade lagi ya, El," ucap Sri, mencium gemas Elvano. Pintu kamar utama sudah tertutup rapat, Arkan langsung membawa Evellyn ke dalam kamar mandi. "Sayang di balkon aja biar hangat," ucap Evellyn. Netra Arkan berbinar mendengar saran Istrinya. Tapi jangan di luar di sofa situ tarik ke sini. Evellyn menunjuk dengan jari, memerintah suaminya. Lelaki maskulin ini menaruh bobot tubuh istrinya di ranjang. Lalu menarik
Bab. 124 "Kira-kira kita kasih hadiah apa untuk Azalea, Mas?" tanya Evellyn, dia bersandar di dada bidang lelaki tampannya. "Aku juga gak tau, kamu pilih 'lah," ujar Arkan. "Apa ya?" pikiran Evellyn berkelana. "Jahilin Azalea yuk, Mas," ucap Evellyn. "Jangan... Kamu jahilin aku aja." Arkan menarik tangan Evellyn dan menempelkan pada benda yang selalu membuat Evellyn berteriak nikmat. Iisshhh.... Evellyn menarik tangannya, tetapi di tahan oleh Arkan. Bibir Arkan melengkung ke atas melihat Evellyn berusaha menarik tangan tetapi tak berhasil. "Aahhh... Pasrah aja deh, silahkan, Tuan," Evellyn langsung naik ke atas tubuh suaminya. Dan Arkan tertawa renyah. Bahagia punya istri yang penurut. Akhirnya mereka mengarungi surga dunia, tetapi ketika Arkan dan Evellyn hampir mencapai puncak tangisan El terdengar. El yang tidur di dalam box terbangun. Membuyarkan kenikmatan yang hampir mereka rengkuh. "Sayang, El bangun, udah dulu nanti sambung lagi." Evellyn mendorong tubuh lelakiny
"Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber