Rasanya Keyna ingin Louis ada di sini. Mencarikan suasana canggung akibat pernyataan putrinya. Bibirnya menyunggingkan senyum malu-malu.Lalu, matanya melirik Frederix. Putra sulung keluarga Dalton yang sangat mirip William. Berwajah datar dan hanya menampakkan sedikit senyum tanpa berusaha memberikan pernyataan untuk membantu menghilangkan suasana sungkan ini.Lalu, William berkata,” Mommy dan Daddy pindah ke sofa karena ingin membicarakan sesuatu. Kalau kami melakukannya di ranjang, kamu akan terbangun.”“Memangnya malam-malam membicarakan apa? Bisnis?” tanya Princess lagi sambil menyuap sosis ke mulutnya.“Apa saja kegiatan hari itu. Mommy dan Daddy seharian tidak bertemu karena bekerja. Jadi, malam hari adalah waktu kami berbincang,” jawab William.Diam-diam, Keyna mengembuskan napas lega. William dapat menjawab pertanyaan putrinya dengan tenang. Meskipun orang dewasa yang mendengar memilih merespon dengan senyum penuh arti.“Makanya Princess tidur sendiri saja,” pinta Frederix.“
Esok paginya, William mendapat kabar bahwa Louis akan berangkat mengunjungi Frederix. Ia akan pergi setelah jam kerja usai. Sementara Sacha masih menunggu akhir pekan datang agar Cedric bisa ikut serta.“Kak Lou mau datang? Yeayy,” pekik Princess senang.“Kenapa Princess senang sekali Kak Lou mau datang?” tanya Philippe.“Kalau ada Kak Lou seru, Uncle. Boleh tidak mandi, boleh tidak makan sayur, boleh mengumpat, boleh beli ini, pokoknya boleh semua,” kekeh Princess membuat semua yang mendengar tertawa.“Berarti sama Daddy tidak seru?”Princess diam sejenak. Ia menatap sang Daddy dan menghampirinya. Balita cantik itu memeluk William dan mencium pipinya.“Princess suka kok sama Daddy. Daddy ‘kan orang tua Princess,” rayu Princess.Keyna, Philippe dan Elise menggeleng melihat kebersamaan William dan putrinya. Sang bilioner berpura-pura kesal dan Princess masih berusaha membujuk. Hingga, tiba-tiba mereka mendengar suara langkah tergesa.“Key! Keyna!”Semua kepala menoleh pada asal suara.
Keyna keluar dari kamar Frederix. William langsung menoleh dan menatap sang istri. Memberikannya senyum bangga karena membantu kelahiran seorang bayi ke dunia.“Terima kasih, ya, Key,” ucap Frederix tulus.“Sama-sama,” jawab Keyna yang juga mendapat kecupan di pipi dari William.“Bagaimana dengan istriku?”“Sudah selesai dijahit jalan lahirnya. Kamu masuk saja dulu, sekalian berpamitan. Kita harus membawa bayi ini ke rumah sakit.”“Kenapa?”Keyna menjelaskan bahwa bayi baru lahir masih harus diobservasi oleh dokter anak. Bayi akan diperiksa berat dan tinggi badan, golongan darah serta kadar bilirubinnya. Semua pemeriksaan itu harus dilakukan di rumah sakit.Frederix mengangguk. Ia membawa bayinya masuk ke kamar untuk berpamitan dengan Belle. Keyna dan William menunggu di luar.“Kita antar Frederix, ya. Aku takut ada sesuatu dengan bayi itu karena sempat kekurangan air ketuban saat di dalam rahim,” ujar Keyna.“Oke. Semoga bayinya baik-baik saja. Bagaimana dengan Princess?”“Harusnya s
Liburan keluarga adalah saat yang dinanti William. Semenjak Frederix dan Sacha menikah, mereka memang mengunjungi William secara teratur. Sang bilioner mengerti bahwa putra-putrinya kini memiliki prioritas terhadap keluarga masing-masing. Louis yang masih tinggal di mansion pun sering bepergian. Pemuda itu mengembangkan bisnisnya dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan teknologi automotive. Otomatis, di mansion hanya tinggal William, Keyna dan Princess. Itu sebabnya sang bilioner selalu membuat acara berkumpul untuk keluarga besarnya.Enam cottage disewa William untuk seluruh keluarga dan sahabatnya, Jaslan. Rombongan besar itu beriringan menuju sebuah kawasan wisata mewah. Iringan mobil mewah dengan kap atas yang terbuka begitu mencolok pemandangan.“Princess,” teriak Jasmine yang melambai dari mobil Daddynya.“Jasmine, Edzard … “balas Princess tak kalah kerasnya.Rambut kedua anak kecil itu beterbangan ditiup angin. Mereka tertawa bersama meski tidak dalam satu mobil
Keluarga William menikmati liburan bersama mereka. Anak-anak tidak hentinya bermain. Princess, Jasmine dan Edzard sukses membuat orang dewasa kelelahan mengikuti gerak aktif mereka.“Kalau Mark sudah bisa berlari, pasti akan tambah seru,” ucap Frederix yang menggendong bayinya.“Yang jelas tambah rusuh,” timpal Louis sambil menggeleng-geleng melihat anak-anak berlarian mengejar busa sabun.“Kak Louuiss,” panggil Jasmine.“Ya?” balas Louis.Ketiga anak itu berlari menghampiri Louis. Jasmine menarik tangan Louis. Sementara tangannya yang bebas mengusap sayang kepala Princess.“Mau main mobil balap. Sekarang,” titah Jasmine.“Kalian belum capek? Bagaimana kalau tidur siang dulu? Setelah itu kita baru main mobil balap,” tawar Louis.“Tidak mauu. Mau sekarang!”Ketiga anak itu berteriak berbarengan. Tangan Louis ditarik-tarik. Pemuda itu menggeleng dan menyeret langkahnya.“Oke, oke. Tapi karena mobilnya hanya satu, jadi bergantian, ya,” ucap Louis.“Aku dulu!” teriak Jasmine.“Aku dulu!”
"Happy Anniversary."Setelah saling mengucapkan selamat, Hanson dan Ferina bertatapan mesra. Gelas tinggi mereka saling beradu. Menciptakan nada indah pada pagi hari itu.Sejak bangun tidur, Ferina sudah dikejutkan dengan banyak hal. Ruang keluarga mereka bertabur bunga. Musik klasik mengalun romantis.Bahkan, Hanson menyiapkan makanan di ranjang. Ferina menyuapi suaminya. Keduanya tampak bahagia."Kita jalan-jalan hari ini, ya. Full untuk kita bersama," ucap Hanson."Aku mau makan di restoran Blooming," pinta Ferina."Boleh," jawab Hanson segera.Ferina tampak senang dengan jawaban sang suami. Pasalnya, restoran Blooming adalah restoran yang identik dengan wanita. Dekorasinya penuh dengan nuansa feminin dengan bunga-bunga yang indah.Mereka pernah berdebat tentang restoran tersebut. Hanson bilang restoran itu hanya mengutamakan wanita saja. Namun, menurut Ferina, restoran tersebut memberi nuansa romantis."Aku mau beli sepatu baru.""Boleh.""Baju baru?""Silahkan ambil sesukamu."Ke
Ferina terbangun oleh dering telepon. Tangan wanita itu meraih dan menekan tombol hijau telepon. Sambil memejamkan mata, Ferina berbicara dengan suara parau. “Ayo, cepat, tes,” titah Keyna yang tanpa basa-basi membuat Ferina terkekeh. “Iya, ya.” Beberapa menit kemudian, kedua wanita itu menjerit haru di telepon. Hasil tes kehamilan Ferina menampakkan garis dua. Ferina tersenyum bahagia pada bayangan dirinya di cermin. “Kita bertemu di rumah sakit, ya. Aku juga akan bersiap.” Keyna menutup teleponnya. Ferina berjalan masuk melewati lobi rumah sakit. Senyum mengembang di wajahnya. Tangannya mengusap perut yang kini berisi janin. Wanita itu mendapat pesan bahwa Hanson sedang beristirahat di ruang dokter. Ferina mendatangi ruangan tersebut. Begitu pintu terbuka, ia sudah melihat sosok suaminya yang tidur membelakangi pintu. Ferina menciumi leher dan pipi Hanson. Lelaki itu tidak membuka matanya. Ferina mengguncang tubuh sang suami
Duka Ferina juga merupakan duka keluarga Dalton. Bahkan Princess ikut merasakan sangat kehilangan. Putri kecil itu jadi sangat perhatian pada Ferina."Auntie mau minum jus alpukat? Mommy bilang Auntie suka jus alpukat.""Auntie sudah minum vitamin dede bayi?""Auntie mau jalan-jalan di taman?"Princess memberondong Ferina dengan berbagai pertanyaan setelah ia kembali dari sekolah.Ferina tersenyum simpul. Dibanding semua hiburan yang ia terima, sosok Princess lah yang paling sering ia tunggu-tunggu. Anak perempuan cantik itu benar-benar menjalankan misinya untuk menjadi teman bagi Ferina.Sementara Keyna tidak bisa sering-sering menemani Ferina. Ia sangat sibuk karena selain praktek, ia juga harus mengurus cuti Ferina dan pengalihan jabatan serta jadwal praktek Hanson. Di bantu Cedric, Keyna mengurus segala peninggalan Hanson di rumah sakit maupun universitas."Princess belajar apa di sekolah?" tanya Ferina sambil mengelus rambut Princess yang halus."Hari ini kita bikin pelangi. Semu