Liburan keluarga adalah saat yang dinanti William. Semenjak Frederix dan Sacha menikah, mereka memang mengunjungi William secara teratur. Sang bilioner mengerti bahwa putra-putrinya kini memiliki prioritas terhadap keluarga masing-masing. Louis yang masih tinggal di mansion pun sering bepergian. Pemuda itu mengembangkan bisnisnya dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan teknologi automotive. Otomatis, di mansion hanya tinggal William, Keyna dan Princess. Itu sebabnya sang bilioner selalu membuat acara berkumpul untuk keluarga besarnya.Enam cottage disewa William untuk seluruh keluarga dan sahabatnya, Jaslan. Rombongan besar itu beriringan menuju sebuah kawasan wisata mewah. Iringan mobil mewah dengan kap atas yang terbuka begitu mencolok pemandangan.“Princess,” teriak Jasmine yang melambai dari mobil Daddynya.“Jasmine, Edzard … “balas Princess tak kalah kerasnya.Rambut kedua anak kecil itu beterbangan ditiup angin. Mereka tertawa bersama meski tidak dalam satu mobil
Keluarga William menikmati liburan bersama mereka. Anak-anak tidak hentinya bermain. Princess, Jasmine dan Edzard sukses membuat orang dewasa kelelahan mengikuti gerak aktif mereka.“Kalau Mark sudah bisa berlari, pasti akan tambah seru,” ucap Frederix yang menggendong bayinya.“Yang jelas tambah rusuh,” timpal Louis sambil menggeleng-geleng melihat anak-anak berlarian mengejar busa sabun.“Kak Louuiss,” panggil Jasmine.“Ya?” balas Louis.Ketiga anak itu berlari menghampiri Louis. Jasmine menarik tangan Louis. Sementara tangannya yang bebas mengusap sayang kepala Princess.“Mau main mobil balap. Sekarang,” titah Jasmine.“Kalian belum capek? Bagaimana kalau tidur siang dulu? Setelah itu kita baru main mobil balap,” tawar Louis.“Tidak mauu. Mau sekarang!”Ketiga anak itu berteriak berbarengan. Tangan Louis ditarik-tarik. Pemuda itu menggeleng dan menyeret langkahnya.“Oke, oke. Tapi karena mobilnya hanya satu, jadi bergantian, ya,” ucap Louis.“Aku dulu!” teriak Jasmine.“Aku dulu!”
"Happy Anniversary."Setelah saling mengucapkan selamat, Hanson dan Ferina bertatapan mesra. Gelas tinggi mereka saling beradu. Menciptakan nada indah pada pagi hari itu.Sejak bangun tidur, Ferina sudah dikejutkan dengan banyak hal. Ruang keluarga mereka bertabur bunga. Musik klasik mengalun romantis.Bahkan, Hanson menyiapkan makanan di ranjang. Ferina menyuapi suaminya. Keduanya tampak bahagia."Kita jalan-jalan hari ini, ya. Full untuk kita bersama," ucap Hanson."Aku mau makan di restoran Blooming," pinta Ferina."Boleh," jawab Hanson segera.Ferina tampak senang dengan jawaban sang suami. Pasalnya, restoran Blooming adalah restoran yang identik dengan wanita. Dekorasinya penuh dengan nuansa feminin dengan bunga-bunga yang indah.Mereka pernah berdebat tentang restoran tersebut. Hanson bilang restoran itu hanya mengutamakan wanita saja. Namun, menurut Ferina, restoran tersebut memberi nuansa romantis."Aku mau beli sepatu baru.""Boleh.""Baju baru?""Silahkan ambil sesukamu."Ke
Ferina terbangun oleh dering telepon. Tangan wanita itu meraih dan menekan tombol hijau telepon. Sambil memejamkan mata, Ferina berbicara dengan suara parau. “Ayo, cepat, tes,” titah Keyna yang tanpa basa-basi membuat Ferina terkekeh. “Iya, ya.” Beberapa menit kemudian, kedua wanita itu menjerit haru di telepon. Hasil tes kehamilan Ferina menampakkan garis dua. Ferina tersenyum bahagia pada bayangan dirinya di cermin. “Kita bertemu di rumah sakit, ya. Aku juga akan bersiap.” Keyna menutup teleponnya. Ferina berjalan masuk melewati lobi rumah sakit. Senyum mengembang di wajahnya. Tangannya mengusap perut yang kini berisi janin. Wanita itu mendapat pesan bahwa Hanson sedang beristirahat di ruang dokter. Ferina mendatangi ruangan tersebut. Begitu pintu terbuka, ia sudah melihat sosok suaminya yang tidur membelakangi pintu. Ferina menciumi leher dan pipi Hanson. Lelaki itu tidak membuka matanya. Ferina mengguncang tubuh sang suami
Duka Ferina juga merupakan duka keluarga Dalton. Bahkan Princess ikut merasakan sangat kehilangan. Putri kecil itu jadi sangat perhatian pada Ferina."Auntie mau minum jus alpukat? Mommy bilang Auntie suka jus alpukat.""Auntie sudah minum vitamin dede bayi?""Auntie mau jalan-jalan di taman?"Princess memberondong Ferina dengan berbagai pertanyaan setelah ia kembali dari sekolah.Ferina tersenyum simpul. Dibanding semua hiburan yang ia terima, sosok Princess lah yang paling sering ia tunggu-tunggu. Anak perempuan cantik itu benar-benar menjalankan misinya untuk menjadi teman bagi Ferina.Sementara Keyna tidak bisa sering-sering menemani Ferina. Ia sangat sibuk karena selain praktek, ia juga harus mengurus cuti Ferina dan pengalihan jabatan serta jadwal praktek Hanson. Di bantu Cedric, Keyna mengurus segala peninggalan Hanson di rumah sakit maupun universitas."Princess belajar apa di sekolah?" tanya Ferina sambil mengelus rambut Princess yang halus."Hari ini kita bikin pelangi. Semu
Louis mengembuskan napas panjang. Ia baru saja selesai menyelesaikan banyak berkas yang ditugasi oleh William. Lelaki muda itu menumpuk berkas-berkas tersebut hingga rapi, kemudian merenggangkan tangannya ke samping.Saat ini Louis sedang berada perusahaan William. Ia duduk di kursi pemimpin tertinggi Will Universe. Sementara yang memiliki kursi sedang ada acara di sekolah Princess. Louis menekan tombol untuk memanggil Eddie.Pintu diketuk pelan dan terbuka. Eddie masuk dengan secangkir kopi. Asisten pribadi William itu meletakkan cangkir di depan Louis.“Silahkan. Setelah tiga jam mengurus berkas, aku yakin kamu butuh kafein saat ini,” cetus Eddie seraya duduk di kursi di depan meja Louis.Pemuda itu mengangguk dan menyesap kopinya. Kemudian menyandarkan tubuh di kursi.“Aku lihat kamu sudah pantas duduk di kursi itu, Lou,” ucap Eddie.Kepala Louis menggeleng. “Sepertinya, aku tidak akan sanggup. Duduk di kursi ini berarti harus menghadapi berkas seperti itu setiap hari?”Louis menat
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan