Bukannya menjawab, Hanson malah meledakkan tawanya. Tangannya yang sejak tadi membelai rambut Sacha kini menarik rambut tersebut. Sacha memegangi kepalanya yang sakit sambil memberengut.“Saking frustasinya kamu sampai melamarku, heh? Kita baru saja putus, masa tiba-tiba menikah?” balas Hanson.“Habisnya aku lelah.”“Lelah menanggung rindu?”Sacha tidak menjawab. Ia malah memainkan jari-jari Hanson. Wanita itu memang bercanda saja saat melontarkan pertanyaan yang ia tau jawabannya sangat tidak memungkinkan bagi Hanson untuk mengatakan iya.“Atau kamu sedang latihan melamar Cedric?”“Ngaco!”“Eh, ada lho wanita yang melamar pria.”“Tetapi, yang jelas bukan aku.”“Lalu, apa yang barusan kamu lakukan?”“Iseng!”Hanson kembali tergelak. Ia mengambil telepon genggamnya yang tadi ia letakkan di meja nakas. Lalu, mengotak-ngatiknya sebentar, kemudian memberikannya pada Sacha.“Lihatlah, ini. Siapa tau bisa sedikit mengurangi rasa penasaran dan rindumu,” tukas Hanson.Telepon genggam Hanson k
William menggeser korden saat mendengar Sacha telah selesai berbicara pada teleponnya. Bilioner itu tersenyum dan langsung menghampiri sisi ranjang. Tangannya mengelus sayang kepala sang putri.“Hai, Cha. Habis bicara dengan siapa?”“Mmm … teman Sacha, Dad.”“Oh, mau menjengukmu ke sini?”“Tidak. Ia hanya menanyakan kabar saja.”“Hmm … Cedric, ya?”Kepala Sacha mengangguk takut-takut.“Kamu bilang kalian tidak pernah saling bertukar kabar?”“Baru kali ini Cedric menelepon karena mendapat berita aku sakit, Dad,” kilah Sacha.“Oh.” William menjawab singkat.“Mana Keyna, Dad?” Sacha berusaha mengalihkan perbincangan.“Keyna sedang mengurus kepulanganmu di loket administrasi dan berbicara dengan dokter yang menanganimu.”“Maaf, aku jadi merepotkan Daddy dan Keyna.”William menggeleng. Tangannya kembali mengelus kepala Sacha. Menenangkan putrinya bahwa baik ia dan Keyna sama sekali tidak merasa direpotkan oleh Sacha.Beberapa saat kemudian dua orang pelayan masuk ke dalam ruang perawatan.
William segera menutup laptop. Daripada ia berdebat lagi dengan Keyna, lebih baik menghindar dari perbincangan ini. Apalagi, ekspresi wajah istrinya sudah terlihat kesal.“Chef bilang sudah membuat menu baru untuk kamu sebelum makan malam. Mau mencoba?”Keyna mengangguk. Mereka berjalan menuju ruang makan. Ternyata Eddie juga sedang berada di sana.Sambil makan, Keyna mendengarkan William dan Eddie berbicara tentang perusahaan. Dari perbincangan keduanya, wanita itu tau sang suami sedang membangun sebuah gedung baru di pinggir kota. Pembangunan dilaporkan dalam tahap akhir.“Tumben sekali kamu membuat gedung tidak di pusat kota, sayang. Untuk apa gedung itu?” tanya Keyna penasaran.“Untukmu dan Hanson.”“Heh? Kenapa untuk kami?”“Karena gedung itu adalah rumah sakit jantung gratis.” William menjawab sambil melihat laporan melalui tablet asisten pribadinya.“Kamu
Keyna mengerutkan kening mendengar permintaan Sacha."Masa mau kencan ngajak-ngajak aku?" ucap Keyna."Ya, nggak papa kan?""Terus? Aku ngapain? Jadi nyamuk?""Jagain aku lah.""Aku bukan pengawalmu.""Tapi, kamu ibu sambungku. Kamu juga wajib menjagaku," kilah Sacha."Memangnya kenapa kamu perlu penjagaan dariku?"Sacha tidak langsung menanggapi. Ia juga bingung sendiri. Akhirnya ia menemukan jawaban."Karena sebenarnya aku tidak mau. Aku berharap jika mengajakmu, kencannya jadi tidak terlalu serius. Pertemuannya hanya santai saja.""William tidak akan setuju.""Cari akal dong agar Daddy mengizinkanmu pergi bersamaku."Keyna berpikir sejenak. Akhirnya ia mengangguk."Ya sudah. Nanti aku pikirkan," janji Keyna.Keduanya menyusun rencana. Kemudian, masuk kembali ke mansion. Selesai makan malam, Sacha minum obat dan langsung tertidur. Keyna dan William pun masuk ke kamar utama.Selesai membilas wajah, Keyna menggunakan baju tidur satinnya. Bibirnya berdecak saat mendapati pakaian itu s
"Aku tadi bilang boleh, Baby," potong William.Keyna terdiam. Mencerna pernyataan suaminya yang mengangguk sambil berkata boleh. Matanya mengerjap tak percaya."Boleh? Kamu mengizinkanku melakukan sesi foto kehamilan dan kelahiran dengan jasa Rudolf?" jerit Keyna senang.Sekali lagi kepala bilioner itu mengangguk dan bibirnya berkata, " Iya, boleh."Lalu, kedua tangan Keyna menangkup wajah suami tampan dan mapannya. Bibirnya melebar membentuk senyuman bahagia. Pipi chubbynya tampak lebih membulat saat keduanya terangkat membuat William menjadi gemas."Aku sayang sekali padamu, William," ucap Keyna sambil membawa pipi suaminya ke kiri dan kanan."Sayangnya karena dituruti permintaannya," William mencebik.Keyna mencium bibir yang memberengut itu dan terkekeh. "Tidak. Walaupun kamu tidak mengizinkan, aku mengerti."William tersenyum dan menyahut, " Lagipula aku akan membuat perjanjian dulu dengan Rudolf sebelum mengambil foto-fotomu.""Kenapa? Kamu pasti akan mengajukan syarat."William
Rudolf memgerutkan kening membaca lembar demi lembar surat perjanjian. Ia melirik Eddie, asisten CEO yang menemuinya. Sementara sang CEO sendiri tidak menampakkan batang hidungnya."Aku tidak biasa bekerja seperti ini. Sama saja aku seperti seorang photographer keliling," tukas Rudolf."Anda menghina profesi photographer keliling?" Alis Eddie terangkat tinggi."Tidak ... bukan begitu, Tuan. Hanya saja, untuk level keahlian saya, konsep ini tidak masuk akal," sanggah Rudolf."Justru karena keahlian Anda, Tuan William setuju menggunakan jasa Anda. Ini merupakan tantangan pada profesi yang ditekuni."Kepala Rudolf kembali menggeleng. "Entahlah. Saya ragu, bukan karena tidak mampu. Hanya saja, tanpa konsep yang jelas rasanya sulit.""Anda belum membaca surat perjanjian hingga lembar terakhir dan sudah menyerah hanya karena konsep pemotretan tidak seperti yang biasa Anda lakukan?""Saya sangat menghargai keinginan Tuan William, namun tetap saja kerjasama harus disepakati kedua belah pihak,
Tergesa, William menggunakan pakaiannya. Ia juga membantu Keyna. Untung saja istrinya menggunakan mini dress hingga mudah memakaikannya. Sambil terus mengatur napas, Keyna mengelus-elus perutnya.“Bagaimana? Kita ke rumah sakit?” tanya William.“Tidak. Ini sudah membaik.”“Yakin?”Keyna memberengut. “Begini-begini, aku seorang dokter. Aku tau mana gejala yang patut diwaspadai, mana yang tidak.”“Jangan marah, Baby. Aku hanya khawatir.”Tanpa menjawab, Keyna meraih telapak tangan William. Tangan itu diletakkan di perut.“Bisa kamu rasakan sekarang, perutku sudah tidak sekencang tadi.”William mengangguk. Ia mengembuskan napas lega. Lalu, segera meraih tubuh Keyna masuk ke dalam pelukannya.“Kamu membuatku takut, Baby.”“Terus-terang, aku juga sempat khawatir,” aku Keyna.“Apa tadi aku melakukannya terlalu kencang?”“Mmm … bukan cuma kamu. Aku juga merasa sedikit terlalu bersemangat tadi,” ungkap Keyna dengan malu-malu.“Aku yang salah. Maafkan aku, Baby.”“Maafkan aku juga sudah membua
Sacha tampak terkejut mendengar keberatan Oliver. Namun begitu, ia tetap berusaha santai dan tersenyum menanggapinya."Bagiku tak apa. Apalagi kita tidak satu meja," ucap Sacha."Iya, sih. Lalu, apa kamu tidak merasa risih?""Risih kenapa?""Istri Daddymu masih sangat muda. Mungkin hanya berbeda beberapa tahun denganmu.""Aku malah sangat kompak dengan Keyna. Ia bisa berperan menjadi ibu, kakak bahkan sahabatku.""Omong kosong! Istri muda selalu memiliki trik untuk menguasai harta, bukan?""Tidak. Keyna tidak seperti itu," tegas Sacha."Belum, Cha. Lihat saja dalam waktu lima tahun, ibu tirimu pasti sudah lebih kaya dari pada dirimu."Sacha sangat kesal. Beruntung hari ini hatinya sedang senang. Wanita cantik itu malah memancing Oliver untuk memperlihatkan sifatnya."Apa kamu memiliki pengalaman dengan ibu tiri?""Tidak. Ayah dan ibuku masih bersama.""Bersyukurlah. Ibuku sudah meninggal. Lalu, Daddy bertemu Keyna, singkat cerita mereka akhirnya jatuh cinta.""Saranku, jangan terlalu