Share

Bab 35

Penulis: Syaard86
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-01 09:09:18

Malam itu, setelah semua kejadian yang hampir merenggut kebebasan Dini, ia duduk di ruang tamu rumah Juan, masih mencoba mencerna apa yang telah terjadi. Kopi di tangannya sudah mulai dingin, tapi pikirannya masih terlalu kacau untuk peduli.

Dalam hati, Dini masih sulit untuk percaya kalau mantan suaminya bisa melakukan tindakan seperti itu. Apa yang salah dengan dirinya? Dulu, selama menikah ia selalu berusaha menjadi istri yang baik dan memenuhi segala keinginan suaminya itu. Tapi sekarang, begini balasannya.

Juan berjalan mendekat dan duduk di sampingnya. Tatapannya lembut namun penuh ketegasan. "Aku harap ini terakhir kalinya kau terlibat dengan Sandi, Dini."

Dini menghela napas panjang. "Aku juga berharap begitu. Aku pikir setelah perceraian, semuanya akan selesai. Tapi ternyata dia masih berusaha menarikku kembali ke dalam kekacauan hidupnya."

Juan mengamati wajah Dini yang tampak lelah. "Setelah semua yang dia lakukan padamu, kau masih memikirkan dia?"

Dini menggel
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 36

    Hari-hari berlalu, dan Dini semakin menyadari perubahan sikap Juan. Ia masih perhatian, tapi sering kali pikirannya melayang entah ke mana. Kadang-kadang, saat mereka mengobrol, Juan tampak ragu seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi selalu mengurungkan niatnya. Seperti saat ini, bibir Juan bergerak ingin mengucapkan sesuatu tapi entah kenapa kata-kata yang sudah ia siapkan menghilang begitu saja. Dan bibirnya kembali tertutup. Dini mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa mungkin ini hanya masalah pekerjaan. Namun, hatinya mengatakan ada sesuatu yang lebih besar yang sedang disembunyikan Juan. Hal itu membuat Dini menerka-nerka apa yang sebenarnya yang terjadi. Suatu pagi, saat Dini sedang menyiapkan sarapan, Mira—asisten rumah tangga lainnya—datang dengan wajah penuh rasa ingin tahu. "Mbak Dini, denger-denger Bu Diana mau balik, ya?" tanya Mira tiba-tiba. Dini menghentikan gerakannya. "Bu Diana?" Nama itu sudah lama tidak ia dengar tapi terasa sangat familiar. "Iya, M

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 37

    Hari itu akhirnya tiba. Sore itu, sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah Juan. Dini yang sedang bermain dengan Dean di taman belakang mendengar suara mesin mobil dan tanpa sadar, jantungnya berdetak lebih cepat. Juan yang sejak tadi berada di ruang kerjanya langsung keluar begitu mendengar mobil itu datang. Dari dalam mobil, seorang wanita berpenampilan anggun melangkah turun. Matanya tersembunyi di balik kacamata hitam, tapi ekspresi wajahnya tetap terlihat tegas. Diana. Wanita itu berdiri di depan pintu, menatap Juan dengan tatapan yang sulit diartikan. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Halo, Juan," sapanya, suaranya lembut namun penuh kepercayaan diri. Juan mengamati wanita yang dulu pernah mengisi hidupnya, wanita yang pergi tanpa penjelasan, meninggalkan dirinya dan Dean tanpa kabar. Sekarang dia kembali, seolah-olah semuanya bisa diperbaiki dengan satu sapaan saja. "Diana," balas Juan dingin. "Kenapa kau baru muncul sekarang?" Diana melepaskan kacamata hitam

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 38

    Malam itu, suasana di rumah Juan terasa lebih canggung dari biasanya. Setelah pertemuan pertamanya dengan Dean yang berakhir mengecewakan, Diana masih belum mau menyerah. Ia tidak akan membiarkan anaknya merasa asing terhadapnya. Lebih dari itu, ia juga tidak akan membiarkan wanita lain mengambil posisi yang seharusnya menjadi miliknya—posisi di sisi Juan. Dini yang sedang membereskan meja makan bisa mendengar dengan jelas suara lembut Diana yang menggoda di ruang tamu. "Juan, aku ingin menginap di sini. Apa kamu nggak merindukan aku?" Dini berhenti sejenak, merasakan hatinya mencelos. Tangannya yang memegang gelas hampir gemetar. Juan menghela napas. "Diana, ini bukan soal aku merindukanmu atau tidak. Kau tiba-tiba datang setelah sekian lama, lalu ingin menginap begitu saja?" Diana tersenyum, melangkah mendekat dan dengan santai duduk di sofa. Ia menyilangkan kaki dengan anggun, memainkan rambut panjangnya dengan jari-jari rampingnya. "Aku pikir kamu tidak akan sekejam itu m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 39

    Dini berusaha mengatur napasnya saat langkahnya semakin cepat menuju kamarnya. Tapi sekeras apa pun ia mencoba mengabaikan suara Diana, kata-kata wanita itu terus terngiang di kepalanya. "Aku masih punya tempat di hatimu." Sebuah kalimat sederhana, tapi cukup untuk membuat hatinya remuk. Begitu sampai di dalam kamar, Dini menutup pintu dan bersandar di baliknya. Matanya terpejam, mencoba menenangkan diri. Tapi bayangan Diana dan Juan begitu lekat di pikirannya. Apakah benar Juan masih memiliki perasaan untuk wanita itu? Selama ini, kedekatan antara dirinya dan Juan memang berkembang secara alami. Ada sesuatu di antara mereka—ia bisa merasakannya. Tatapan Juan, cara pria itu memperlakukannya, perhatian yang ia berikan. Itu bukan sekadar hubungan majikan dan pengasuh anak. Tapi sekarang… semuanya terasa goyah. Diana bukan hanya seseorang dari masa lalu Juan. Ia adalah ibu kandung Dean. Seorang wanita yang pernah memiliki hati pria itu sepenuhnya. Dini menggigit bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 40

    Setelah mengatakan itu, Diana berjalan meninggalkan ruangan, meninggalkan atmosfer yang menegangkan di belakangnya. Dini menatap punggung wanita itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Diana tidak hanya akan tinggal di sini. Diana akan merebut kembali apa yang ia anggap sebagai miliknya. Dan Dini tidak tahu… apakah ia cukup kuat untuk melawan itu. Di malam hari, Dini duduk di teras belakang rumah sambil menatap langit. Udara malam cukup sejuk, tapi hatinya tetap terasa sesak. Langkah kaki terdengar mendekat. Dini menoleh dan melihat Juan berjalan ke arahnya. Pria itu membawa dua cangkir teh dan menyerahkan salah satunya pada Dini. "Kenapa masih di luar?" tanya Juan. Dini menerima cangkir itu, lalu tersenyum tipis. "Saya hanya ingin mencari udara segar." Juan duduk di sebelahnya. "Maaf soal tadi pagi." Dini menggeleng. "Bukan salah Bapak." Juan menatapnya dalam. "Diana memang selalu seperti itu. Dia ingin semua orang tunduk padanya." Dini menyesap

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 41

    Malam itu, suasana di rumah terasa sunyi. Dean sudah tertidur di kamarnya setelah Dini menemaninya membaca buku. Setelah memastikan anak itu nyaman, Dini melangkah keluar dengan perasaan campur aduk. Ia baru saja hendak menuju kamarnya ketika langkahnya terhenti di depan pintu kamar Juan yang sedikit terbuka. Suara lembut seorang wanita terdengar dari dalam. Diana. Hati Dini mencelos. Ia tahu seharian ini Diana terus menempel pada Juan, tapi ia tidak menyangka wanita itu akan seberani ini. Perlahan, Dini mendekat. Ia tidak bermaksud menguping, tapi suara Diana terdengar cukup jelas. "Juan, kau benar-benar tega membiarkan aku tidur sendiri?" suara Diana terdengar menggoda. "Bukankah dulu kita selalu berbagi tempat tidur?" Juan terdengar menghela napas panjang. "Diana, sudah kubilang, jangan seperti ini." Diana tertawa kecil. "Seperti apa? Aku hanya ingin kita mengulang masa-masa dulu. Lagipula, kita belum benar-benar bercerai." Hening sejenak. Lalu terdengar sua

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 42

    Diana tidak bodoh. Ia tahu jika ingin kembali menguasai rumah ini, ia harus melakukannya dengan strategi yang cerdik. Dan langkah pertamanya adalah mendapatkan sekutu di dalam rumah ini. Ia mengamati semua orang yang bekerja di rumah Juan. Matanya akhirnya tertuju pada Mira, asisten rumah tangga yang tampaknya memiliki hubungan cukup baik dengan Dini. Siang itu, ketika Dini sedang sibuk menemani Dean di taman, Diana sengaja menghampiri Mira yang sedang menyapu teras belakang. “Mira, ya?” Diana menyapa dengan senyum ramah. Mira menoleh, sedikit terkejut. Sejak kedatangan Diana, wanita itu memang jarang berinteraksi dengannya. "Iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" Diana melirik ke sekeliling, memastikan tidak ada yang mendengar. "Aku hanya ingin ngobrol santai. Aku dengar kau sudah lama bekerja di sini?" Mira mengangguk. "Ya, Bu. Sudah hampir tiga tahun." Diana tersenyum tipis. "Pasti kau tahu banyak hal tentang rumah ini, termasuk tentang Dini, bukan?" Mira sedik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 43

    Diana menjatuhkan dirinya sendiri ke tanah sambil memegangi pipinya, seolah-olah baru saja ditampar. Dini terkejut, matanya membelalak tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Diana?!" Saat itulah langkah kaki terdengar mendekat dengan cepat. "Dini! Apa yang kau lakukan?!" Dini menoleh dan mendapati Juan berdiri di sana, wajahnya dipenuhi keterkejutan dan kemarahan. Diana mulai menangis, suaranya terdengar penuh kepedihan. "Juan... dia menamparku!" ujarnya dengan suara bergetar. "Aku hanya ingin berbicara baik-baik, tapi dia malah menamparku!" Dini merasa darahnya berdesir kencang. "Juan, aku tidak—" "Dia menamparku hanya karena aku ingin kembali ke Dean! Aku hanya ingin memperbaiki semuanya!" Diana memotong ucapan Dini, semakin meyakinkan Juan dengan air mata yang mengalir di pipinya. Juan terdiam, ekspresinya sulit ditebak. Ia menatap Diana yang terisak di tanah, lalu beralih ke Dini yang tampak panik. "Dini," katanya akhirnya, suaranya lebih tenang, tetapi tetap men

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05

Bab terbaru

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 128

    Mentari pagi menyinari rumah kecil mereka dengan kehangatan yang lembut. Burung-burung berkicau di luar jendela, membawa suasana yang damai. Hari ini adalah hari yang spesial, hari yang akan menjadi awal dari babak baru dalam kehidupan keluarga kecil mereka. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tangan Juan yang menggenggam tangannya dalam tidur. Ia menoleh dan melihat suaminya yang masih tertidur lelap di sampingnya, dengan napas yang teratur. Ia tersenyum, mengingat semua perjalanan panjang yang telah mereka lalui. Tiba-tiba, sebuah suara kecil terdengar dari luar kamar mereka. “Mama! Papa! Bangun!” suara Dean terdengar ceria. Juan mengerjapkan matanya, lalu tersenyum ketika melihat Dini sudah terjaga. “Sepertinya kita harus bangun sebelum Dean menyerbu kamar kita,” katanya dengan suara serak karena baru bangun tidur. Dini terkekeh dan mengangguk. Mereka pun bangkit dan berjalan keluar kamar, di mana Dean sudah berdiri dengan wajah antusias. “Mama, Pa

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 127

    Pagi itu, langit tampak lebih cerah dari biasanya. Sinar matahari yang hangat menembus jendela kamar, membangunkan Dini yang masih terlelap di sisi Juan. Ia mengerjapkan mata perlahan, lalu menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Wajah Juan terlihat begitu damai dalam tidurnya, berbeda jauh dengan masa-masa ketika mereka harus menghadapi begitu banyak rintangan. Dini tersenyum, mengusap lembut wajah suaminya sebelum perlahan bangkit dari tempat tidur. Usia kehamilannya kini telah memasuki bulan ke delapan, dan setiap harinya ia semakin menyadari bahwa hidup mereka akan segera berubah lagi. Saat ia berjalan ke ruang tamu, Dean sudah duduk di lantai dengan mainan-mainan berserakan di sekelilingnya. Bocah kecil itu menatapnya dengan senyum lebar. “Mama! Aku mimpi ketemu adikku tadi malam!” serunya penuh semangat. Dini terkekeh, lalu duduk di sofa dengan hati-hati. “Oh ya? Bagaimana rupanya?” Dean mengerutkan kening, mencoba mengingat. “Dia kecil, tapi lucu! Dan dia suka t

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 126

    Matahari pagi menyinari rumah mereka dengan lembut, menandai awal hari yang baru. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan di sampingnya. Juan masih tertidur dengan wajah tenang, napasnya teratur. Ia tersenyum kecil, lalu tanpa suara bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Di ruang tamu, Dean sudah terjaga lebih dulu, duduk di lantai sambil bermain dengan mobil-mobilannya. Bocah kecil itu menoleh saat melihat ibunya dan langsung tersenyum lebar. “Mama! Lihat, mobilku bisa jalan sendiri!” katanya antusias, menunjukkan mobil mainan bertenaga baterai yang baru dibelikan Juan kemarin. Dini tertawa kecil dan mengusap kepala Dean. “Hebat, Dean! Tapi jangan berisik dulu, ya. Papa masih tidur.” Dean mengangguk cepat, lalu kembali sibuk dengan mainannya. Sementara itu, Dini menuju dapur, berniat membuat sarapan spesial untuk pagi ini. *** Setelah beberapa saat, aroma harum kopi dan roti panggang mulai menyebar ke seluruh rumah. Juan akhirnya bangun, ber

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 125

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar tidur Juan dan Dini, membangunkan mereka dengan hangatnya. Dini menggeliat pelan, merasa nyaman dalam dekapan suaminya yang masih terlelap. Ia menatap wajah Juan yang tenang saat tidur, lalu tersenyum kecil. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. “PAPA! MAMA! BANGUN!” Dean berlari masuk ke kamar mereka dengan penuh semangat, langsung memanjat tempat tidur dan melompat-lompat di antara mereka. Juan mengerang pelan, membuka satu matanya. “Dean… ini masih pagi…” keluhnya setengah sadar. “Tapi aku lapar!” protes Dean sambil memeluk Dini. “Mama, ayo masak sesuatu yang enak!” Dini tertawa dan mengacak rambut putranya. “Baiklah, baiklah. Mama masak, tapi Dean bantu, ya?” Dean mengangguk antusias, lalu menarik tangan mamanya untuk segera ke dapur. Juan hanya bisa menghela napas dan bangun perlahan, tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. *** Di dapur, Dini dan Dean sibuk membuat pancake. Dean, dengan cel

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 124

    Matahari mulai condong ke barat saat Juan dan Dini tiba di rumah mereka. Setelah menghabiskan waktu bersama di kafe, keduanya memutuskan untuk pulang lebih awal dan menghabiskan sore dengan Dean. Begitu mereka membuka pintu, suara tawa kecil Dean menggema di dalam rumah. Anak kecil itu berlari ke arah mereka dengan wajah ceria. “Mama! Papa!” seru Dean, tangannya terangkat meminta gendongan. Juan dengan sigap mengangkat Dean ke dalam pelukannya, lalu mengecup pipi mungilnya. “Bagaimana harimu, Nak? Apa kamu bermain dengan baik hari ini?” Dean mengangguk semangat. “Dean main sama Tante Rina! Dia ajarin Dean gambar!” Dini melirik ke ruang tamu dan melihat Rina, sahabatnya, sedang membereskan beberapa kertas gambar yang penuh dengan coretan warna-warni. “Terima kasih sudah menjaga Dean, Rin,” kata Dini sambil mendekati sahabatnya. Rina tersenyum. “Tidak masalah. Dean anak yang pintar dan ceria. Tapi dia terus bertanya kapan Mama dan Papa pulang.” Dini tertawa kecil lalu me

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 123

    Pagi itu, Juan sudah berada di ruang kerjanya, sibuk membaca berkas-berkas kasus yang harus ditangani. Sebagai seorang pengacara handal, ia memang selalu disibukkan dengan berbagai klien, tetapi sejak menikah dengan Dini dan menjadi ayah bagi Dean, ia mulai menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan pekerjaannya. Di tengah kesibukannya, ponselnya bergetar. Nama Dini muncul di layar, membuatnya tersenyum sebelum segera mengangkatnya. “Halo, sayang,” sapa Juan dengan suara lembut. “Juan, kamu sibuk?” tanya Dini di seberang telepon. “Tidak terlalu. Ada apa?” “Aku butuh bantuanmu… bukan, lebih tepatnya, aku butuh pendapatmu. Bisa ke butik sebentar?” Juan mengerutkan kening, sedikit penasaran. “Ada masalah?” “Bukan masalah, sih. Tapi aku ingin kamu melihat sesuatu. Ayolah, ini penting,” bujuk Dini. Juan menghela napas kecil, lalu tersenyum. “Baiklah, aku akan ke sana dalam lima belas menit.” Setelah merapikan berkas-berkasnya, Juan segera meninggalkan kantornya dan menuju

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 122

    Pagi itu, Juan sudah berdiri di depan cermin, merapikan dasi dengan ekspresi serius. Sejak ia memutuskan untuk lebih seimbang antara karier dan keluarga, ada banyak hal yang harus ia atur. Namun, pagi ini terasa lebih spesial. Dini masuk ke kamar dengan secangkir kopi di tangan, menyandarkan tubuhnya di pintu sambil memperhatikan suaminya yang terlihat gagah dengan setelan jas. “Hari ini sidang penting, ya?” Juan menoleh, tersenyum, lalu mengambil cangkir dari tangan Dini. “Iya. Kasus ini cukup rumit, tapi aku yakin bisa menanganinya.” Dini mendekat, membetulkan kerah kemeja suaminya dengan penuh perhatian. “Aku yakin juga. Kamu selalu bisa menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin.” Juan tersenyum sambil mengecup kening Dini. “Terima kasih, sayang. Dukunganmu selalu jadi kekuatanku.” Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki kecil yang berlari menuju kamar mereka. Dean muncul di ambang pintu dengan piyama bergambar dinosaurus, matanya masih mengantuk. “Papa mau pergi?”

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 121

    Pagi itu, matahari mulai naik, menerangi rumah kecil yang kini penuh kehangatan. Dini sudah lebih dulu bangun dan menyiapkan sarapan, sementara Juan masih sibuk di ruang kerjanya, membaca beberapa berkas kasus yang harus ia tangani. Di dapur, Dean yang sudah rapi dengan pakaian bermainnya duduk di kursi tinggi, menggoyang-goyangkan kakinya sambil menunggu sarapan. “Mama, hari ini kita mau ke mana?” tanyanya dengan penuh semangat. Dini tersenyum sambil menuangkan susu ke dalam gelas kecil. “Hari ini kita mau ke taman, sayang. Papa juga ikut.” Dean bersorak kecil. “Yeay! Papa ikut!” Juan, yang baru saja selesai dari ruang kerjanya, berjalan ke dapur dengan senyum mengembang. “Siapa yang senang Papa ikut?” tanyanya pura-pura tak tahu. Dean langsung turun dari kursinya dan berlari memeluk Juan. “Aku! Papa janji nggak kerja terus, kan?” Juan menggendong Dean dan mengacak-acak rambutnya dengan lembut. “Papa janji hari ini cuma buat Dean dan Mama.” Dini menatap mereka dengan se

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 120

    Malam di rumah Juan dan Dini terasa begitu tenang. Setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dean, mereka akhirnya bisa duduk berdua di ruang keluarga. Juan sedang membaca sebuah dokumen penting di laptopnya, sementara Dini sibuk menyulam kain dengan motif bunga yang cantik. “Besok kamu ada jadwal sidang lagi?” tanya Dini tanpa mengalihkan pandangannya dari sulamannya. Juan mengangguk. “Iya, kasus ini cukup besar. Aku harus memastikan semua bukti dan argumenku kuat. Lawan kita kali ini cukup licik.” Dini menatap Juan dengan khawatir. “Hati-hati, ya. Kamu tahu aku selalu mendukungmu, tapi aku juga nggak mau kamu terlalu terbebani.” Juan tersenyum, lalu menutup laptopnya dan mendekat ke arah Dini. “Aku tahu. Kamu selalu jadi alasan kenapa aku bisa bekerja dengan baik. Aku nggak akan berlebihan, janji.” Dini tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Juan. “Baiklah. Aku percaya padamu.” *** Keesokan paginya, Juan berangkat lebih awal ke kantornya. Saat tiba, ia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status