Share

2. Pertarungan di hutan.

Karena penasaran, Tianlan melompat dari dahan pohon dan berjalan mengikuti suara. Seiring dengan langkah yang dia ambil, suara-suara itu terdengar semakin jelas.

Tianlan melompat lagi ke atas salah satu dahan pohon dan melihat ke jalan kecil yang kini dipenuhi oleh orang-orang yang sedang beradu kekuatan.

Tianlan mengunyah apel yang ia bawa beberapa saat yang lalu dan menonton pertarungan dengan serius.

"Hati-hati! Lindungi pangeran dan Tuan Putri! Bantuan akan segera datang!" Seorang pria dengan pakaian khas prajurit yang melekat di tubuhnya, terlihat tengah menggenggam sebuah pedang dan mengayunkannya ke sana kemari.

Tianlan memperhatikan teknik pedang yang digunakan oleh pria itu. Gerakan yang pria itu gunakan masih terlihat acak, namun akurat. Ayunan pedangnya sangat tegas dan terarah. Sepertinya kultivasi tubuhnya sudah mencapai tingkat tubuh emas, Kultivasi qi pria itu juga tidak bisa dibilang rendah.

(Qi > Spiritual Energy of Heaven and Earth (天地之气 tiāndì zhī qì) = Energi Spiritual Langit dan Bumi, yaitu energi alami yang ada di dunia)

"Matilah!" Seorang pria bertopeng tampak hendak menyerang gadis yang berada tepat di samping kereta kuda.

*Trang*

"Adik, menyingkir!" Serangan penjahat itu ternyata tidak mengenai sang gadis karena ditepis oleh pemuda lain yang terlihat seperti seorang Bangsawan yang kebetulan berada dekat dengan kereta.

"Bandit?" Gumam Tianlan sambil mengunyah apel, "Tapi ... ."

Tianlan meletakkan sebelah tangannya yang bebas di dagunya dan menyipitkan matanya. Dia memperhatikan gaya bertarung yang digunakan oleh bandit-bandit itu.

Menurut pengamatannya, mereka yang menyerang orang-orang di kereta kuda itu memiliki keterampilan khusus. Memang teknik yang mereka gunakan tidak cukup untuk melawan pria berpakaian prajurit yang ia amati beberapa saat yang lalu. Tapi mereka cukup terampil mengendalikan pedang dan semua serangan yang mereka ambil mengarah ke titik vital.

"Mereka sangat terlatih seperti pasukan khusus," gumamnya.

Tianlan kembali menggigit apel di tangannya masih dengan mata yang terfokus pada pertarungan. Saat dia sedang asyik menikmati apel, sebuah panah melesat ke arahnya dan itu membuatnya harus bergerak cepat untuk menghindari benda tajam itu. Namun gerakannya yang tiba-tiba membuat genggamannya pada apel mengendur, sehingga apel terjatuh dan menggelinding ke tanah.

"Tidaaaakkk!!!" Teriak Tianlan. Dia menatap apelnya yang sudah kotor dengan wajah memelas. Dia masih lapar dan itu adalah apel terakhir yang ia petik di pohon barusan.

'Apel berhargaku.' Tianlan hanya bisa meratap sedih dan merutuki kesialannya. Bisa dibayangkan bagaimana derasnya air mata yang mengalir di dalam kepalanya.

Semua orang yang ada disana teralihkan dan kini perhatian mereka hanya tertuju pada TianLan yang masih bergelantungan di pohon.

Tianlan menyadari ada sesuatu yang salah dan terjun dari atas pohon.

'Kenapa tidak ada suara sama sekali?' Posisi Tianlan saat ini membelakangi area pertarungan dan dia tidak tahu apa yang sedang terjadi di belakang sana. Tapi sepertinya dia mulai mengerti dengan situasinya dan memposisikan tubuhnya untuk melakukan jurus andalannya.

Pura-pura buta.

"Ah, dimana tongkatku? Sepertinya aku menjatuhkannya di sekitar sini." Tianlan berjongkok dan mulai meraba-raba sekitarnya. Posisinya masih membelakangi area pertarungan dan dia hanya bisa melihat pepohonan dan semak belukar di hadapannya.

'Oh ayolah, lupakan keberadaanku dan selesaikan urusan kalian. Anggap saja aku tidak pernah ada.' Batin TianLan.

"Bunuh pangeran dan kelompoknya, sisanya urus bocah itu!" Tanpa diulangi pun, Tianlan sudah tau bahwa bocah yang dimaksud oleh orang itu adalah dia.

Dan pertarungan yang sempat tertunda beberapa saat yang lalu kembali dimulai. Namun yang membedakannya adalah Tianlan ikut serta dalam pertarungan ini.

Suara adu pedang menggema dari dalam hutan, mereka saling menyerang tanpa ampun. Satu kubu menyerang untuk membunuh dan kubu lainnya menyerang untuk membela diri. Tak ada satupun diantara kedua kubu itu yang berniat meletakkan senjata mereka.

"Menyebalkan, padahal aku belum kenyang." Gerutu Tianlan. Saat ini dia tengah berhadapan dengan empat orang bandit. Mereka masing-masing mengarahkan senjata mereka padanya.

Tianlan yang memang tidak memiliki senjata apapun di tangannya hanya berdiri diam sambil menggerutu. Dia menatap orang-orang dihadapannya cukup lama, sebelum senyum main-main terpampang jelas di wajahnya.

'Hehe, sepertinya surga sedang berpihak padaku saat ini'

"Hei bocah, nyawamu akan kucabut sebentar lagi, jadi berhentilah tersenyum. Itu memuakkan!" Setelah mengucapkan itu, salah satu pria bertopeng langsung menerjang Tianlan menggunakan pedangnya.

Tianlan hanya menghindari setiap serangan yang diberikan pria itu. Lawannya saat ini berjumlah empat orang. Dan keempat orang ini memiliki tingkat kultivasi yang sama. Tianlan hanya perlu mencari celah untuk menyerang dalam satu waktu.

"Ketemu."

Tianlan dengan cepat menerjang ke arah salah satu pria bertopeng dan merebut pedang dari tangannya. Jika Tianlan tidak salah menebak, tingkatan qi orang-orang ini berada di tingkat Pemurnian tulang. Namun, Tianlan masih tidak bisa menebak pada level mana mereka sekarang.

(Perlu diketahui bahwa dalam dunia kultivasi, terbagi menjadi dua macam. Yaitu kultivasi qi dan kultivasi tubuh. Masing-masing kultivasi memiliki 9 tingkatan. Diantaranya :

Kultivasi tubuh : 1. Tubuh fana, 2. Pembentukan jiwa, 3. Penghamburan pikiran. 4. Pemurnian tulang, 5. Tubuh emas , 6. Nirvana, 7. Ilahi, 8. Surgawi, 9. Dewa / Keabadian.

Kultivasi qi : 1. Penggabungan qi, 2. Fondasi / Dasar, 3. inti emas, 4. pengembaraan jiwa, 5. Jiwa baru lahir, 6. Ketiadan, 7. Kenaikan, 8. Setengah Abadi, 9, Abadi.

Tapi dalam novel ini hanya terbagi menjadi 7 tingkat.

Dalam novel ini hanya terbagi menjadi 7 tingkatan yaitu :

Kultivasi tubuh : 1. Tubuh fana, 2. Pembentukan jiwa, 3. Pemurnian tulang, 4. Tubuh emas, 5. Ilahi, 6. Surgawi, 7. Dewa / Keabadian.

Kultivasi qi : 1. Penggabungan qi, 2. Fondasi / Dasar, 3. inti emas, 4. pengembaraan jiwa, 5. Kenaikan, 6. Setengah Abadi, 7. Dewa / Keabadian.

Masing-masing tingkatan terbagi lagi menjadi beberapa level, yaitu mulai dari level 1-5.

Masih ada lagi kultivasi senjata)

Menurut ingatan tubuh ini. Teknik dan kultivasi yang ada di dunia ini tidak jauh berbeda dengan teknik dan kultivasi yang di terapkan di abad ke-21. TianLan hanya perlu berkonsentrasi dalam mengendalikan qi nya. Tianlan menutup kedua matanya dan mengarahkan pedang ke depan.

'3 bersenjata dan yang satunya tidak, jika aku ingin mengalahkan mereka sekaligus, maka aku harus melakukannya dengan cepat dan akurat.'

Kedua mata itu kemudian terbuka kembali, menampilkan iris jernih sejernih mutiara, rambut-rambut hitamnya yang panjang melambai-lambai mengikuti angin.

'Semoga tubuh ini mampu menahannya.'

Tianlan mengayunkan pedangnya dengan gerakan lambat dan sekarang ia sudah memasang kuda-kuda bertarung.

"Bilah Hantu."

Setelah itu, hanya teriakan memilukan yang bisa terdengar.

'Tubuhku baik-baik saja.'

Tianlan mendekati mayat-mayat itu dan mulai meraba-raba pakaian mereka satu persatu. Tianlan mengambil kantong-kantong berisikan uang dari dalam saku pakaian mereka dan mengumpulkannya menjadi satu.

"Hohoho, ternyata orang-orang ini sangat kaya, aku sangat beruntung hari ini." Ucap Tianlan dengan air mata kebahagiaan yang mengalir deras diwajah imaginernya.

"Jika anak buahnya memiliki uang sebanyak ini, bagaimana dengan ketuanya?"

Tanpa babibu, Tianlan langsung bergegas menuju kereta kuda. Pertarungan sengit masih berlangsung di sana, dia mencengkram pedang di tangannya dan langsung bergabung ke pertarungan.

"Hey paman! Biar kuurus mereka semua." Teriak Tianlan kepada pria berpakaian prajurit yang saat ini tengah sibuk menangkis pedang dari para bandit.

"Siapa yang kau sebut paman? Aku masih muda." Protesnya.

"Memalingkan wajah dari musuhmu, kau cari mati? Hahaha." Seorang bandit mengayunkan pedangnya dengan gerakan cepat ke arah pria berpakaian prajurit itu.

"Mo yin, hati-hati!!"

'Mereka mengatakan bahwa mereka harus membunuh sang pangeran, jadi sepertinya pria itulah pangerannya.' Batin Tianlan saat melihat pria bergaya Bangsawan yang saat ini tengah melawan salah satu bandit.

Mo yin langsung menyadari serangan bandit itu dan menangkisnya sebelum menyerang balik dan mengarahkan pedangnya tepat di jantung sang bandit.

"Kenapa kau membantu kami?" Mo yin bertanya pada Tianlan Di tengah pertarungan mereka melawan bandit-bandit itu.

Tianlan mengabaikan pertanyaannya dan memfokuskan dirinya untuk mengalahkan bandit-bandit itu. Kali ini dia tidak lagi menggunakan qi batinnya, karena sepertinya tubuh ini belum bisa sepenuhnya beradaptasi dengan jiwanya.

Butuh hampir setengah jam bagi mereka untuk mengalahkan bandit-bandit itu. Tianlan mendekati setiap mayat dan mulai mengumpulkan uang lagi.

Setelah menghitung berapa uang yang ia dapatkan, Tianlan melempar pedang yang ia rampas dari salah satu bandit beberapa saat yang lalu secara sembarangan.

"Kami sangat berhutang budi, Terima kasih banyak." Mo yin yang sudah menyarungkan pedangnya mengepalkan tangannya dan membungkuk ke arah Tianlan, diikuti oleh pangeran dan gadis yang sepertinya juga kerabat sang pangeran.

Tianlan hanya mengangguk malas dan berbalik hendak pergi.

"Tunggu Tuan."

Tianlan menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Apakah kami boleh mengetahui nama anda?"

Alis Tianlan terangkat dan untuk beberapa detik, keadaan berubah sunyi.

Apakah dia harus memberi tahu namanya? Tapi mungkin dia bisa mendapatkan keuntungan dengan memberi tahu namanya. Apalagi orang-orang itu berhubungan langsung dengan Kekaisaran.

"Xie Tianlan."

Setelah mengatakan itu, Tianlan langsung pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikitpun. Lagipula dia tidak punya urusan lagi di sini. Uang sudah berada di tangannya dan orang-orang itu juga cukup kuat untuk membela diri.

"Yang Mulia pangeran, Tuan Putri. Apa kalian baik-baik saja?" Mo yin berjalan menghampiri pangeran dan putri dengan wajah cemas.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Kami baik, tenang saja."

"Ji-ge, apakah pemuda itu tadi mengatakan bahwa namanya Xie TianLan? Aku tidak salah dengar, bukan?" Tanya Xie Lia kepada sang kakak.

(Ji-ge = Nama sang pangeran adalah Hanji, Xie Lia memanggil Hanji dengan embel-embel ge karena gege dipakai untuk memanggil kakak laki-laki. Ji-ge adalah penggabungan dari kata Hanji dan gege)

"Mungkin hanya kebetulan ... Jendral, mari kita lanjutkan perjalanan."

Mo yin hanya berdiri dalam diam tanpa menggubris ucapan Xie Hanji. Dia seperti memikirkan sesuatu.

"Jendral?" Xie Hanji memanggil sekali lagi."

Ah, Baik Yang Mulia."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dewa Koyo
ceritanya menarik. penjabaranya sgt" kurang. penulis kurang mampu menyampaikan kelihatan tokoh cerita spt mainan. malas baca. permainan kata" masih jauh kurang.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status