Karena penasaran, Tianlan melompat dari dahan pohon dan berjalan mengikuti suara. Seiring dengan langkah yang dia ambil, suara-suara itu terdengar semakin jelas.
Tianlan melompat lagi ke atas salah satu dahan pohon dan melihat ke jalan kecil yang kini dipenuhi oleh orang-orang yang sedang beradu kekuatan.
Tianlan mengunyah apel yang ia bawa beberapa saat yang lalu dan menonton pertarungan dengan serius.
"Hati-hati! Lindungi pangeran dan Tuan Putri! Bantuan akan segera datang!" Seorang pria dengan pakaian khas prajurit yang melekat di tubuhnya, terlihat tengah menggenggam sebuah pedang dan mengayunkannya ke sana kemari.
Tianlan memperhatikan teknik pedang yang digunakan oleh pria itu. Gerakan yang pria itu gunakan masih terlihat acak, namun akurat. Ayunan pedangnya sangat tegas dan terarah. Sepertinya kultivasi tubuhnya sudah mencapai tingkat tubuh emas, Kultivasi qi pria itu juga tidak bisa dibilang rendah.
(Qi > Spiritual Energy of Heaven and Earth (天地之气 tiāndì zhī qì) = Energi Spiritual Langit dan Bumi, yaitu energi alami yang ada di dunia)
"Matilah!" Seorang pria bertopeng tampak hendak menyerang gadis yang berada tepat di samping kereta kuda.
*Trang*
"Adik, menyingkir!" Serangan penjahat itu ternyata tidak mengenai sang gadis karena ditepis oleh pemuda lain yang terlihat seperti seorang Bangsawan yang kebetulan berada dekat dengan kereta.
"Bandit?" Gumam Tianlan sambil mengunyah apel, "Tapi ... ."
Tianlan meletakkan sebelah tangannya yang bebas di dagunya dan menyipitkan matanya. Dia memperhatikan gaya bertarung yang digunakan oleh bandit-bandit itu.
Menurut pengamatannya, mereka yang menyerang orang-orang di kereta kuda itu memiliki keterampilan khusus. Memang teknik yang mereka gunakan tidak cukup untuk melawan pria berpakaian prajurit yang ia amati beberapa saat yang lalu. Tapi mereka cukup terampil mengendalikan pedang dan semua serangan yang mereka ambil mengarah ke titik vital.
"Mereka sangat terlatih seperti pasukan khusus," gumamnya.
Tianlan kembali menggigit apel di tangannya masih dengan mata yang terfokus pada pertarungan. Saat dia sedang asyik menikmati apel, sebuah panah melesat ke arahnya dan itu membuatnya harus bergerak cepat untuk menghindari benda tajam itu. Namun gerakannya yang tiba-tiba membuat genggamannya pada apel mengendur, sehingga apel terjatuh dan menggelinding ke tanah.
"Tidaaaakkk!!!" Teriak Tianlan. Dia menatap apelnya yang sudah kotor dengan wajah memelas. Dia masih lapar dan itu adalah apel terakhir yang ia petik di pohon barusan.
'Apel berhargaku.' Tianlan hanya bisa meratap sedih dan merutuki kesialannya. Bisa dibayangkan bagaimana derasnya air mata yang mengalir di dalam kepalanya.
Semua orang yang ada disana teralihkan dan kini perhatian mereka hanya tertuju pada TianLan yang masih bergelantungan di pohon.
Tianlan menyadari ada sesuatu yang salah dan terjun dari atas pohon.
'Kenapa tidak ada suara sama sekali?' Posisi Tianlan saat ini membelakangi area pertarungan dan dia tidak tahu apa yang sedang terjadi di belakang sana. Tapi sepertinya dia mulai mengerti dengan situasinya dan memposisikan tubuhnya untuk melakukan jurus andalannya.
Pura-pura buta.
"Ah, dimana tongkatku? Sepertinya aku menjatuhkannya di sekitar sini." Tianlan berjongkok dan mulai meraba-raba sekitarnya. Posisinya masih membelakangi area pertarungan dan dia hanya bisa melihat pepohonan dan semak belukar di hadapannya.
'Oh ayolah, lupakan keberadaanku dan selesaikan urusan kalian. Anggap saja aku tidak pernah ada.' Batin TianLan.
"Bunuh pangeran dan kelompoknya, sisanya urus bocah itu!" Tanpa diulangi pun, Tianlan sudah tau bahwa bocah yang dimaksud oleh orang itu adalah dia.
Dan pertarungan yang sempat tertunda beberapa saat yang lalu kembali dimulai. Namun yang membedakannya adalah Tianlan ikut serta dalam pertarungan ini.
Suara adu pedang menggema dari dalam hutan, mereka saling menyerang tanpa ampun. Satu kubu menyerang untuk membunuh dan kubu lainnya menyerang untuk membela diri. Tak ada satupun diantara kedua kubu itu yang berniat meletakkan senjata mereka.
"Menyebalkan, padahal aku belum kenyang." Gerutu Tianlan. Saat ini dia tengah berhadapan dengan empat orang bandit. Mereka masing-masing mengarahkan senjata mereka padanya.
Tianlan yang memang tidak memiliki senjata apapun di tangannya hanya berdiri diam sambil menggerutu. Dia menatap orang-orang dihadapannya cukup lama, sebelum senyum main-main terpampang jelas di wajahnya.
'Hehe, sepertinya surga sedang berpihak padaku saat ini'
"Hei bocah, nyawamu akan kucabut sebentar lagi, jadi berhentilah tersenyum. Itu memuakkan!" Setelah mengucapkan itu, salah satu pria bertopeng langsung menerjang Tianlan menggunakan pedangnya.
Tianlan hanya menghindari setiap serangan yang diberikan pria itu. Lawannya saat ini berjumlah empat orang. Dan keempat orang ini memiliki tingkat kultivasi yang sama. Tianlan hanya perlu mencari celah untuk menyerang dalam satu waktu.
"Ketemu."
Tianlan dengan cepat menerjang ke arah salah satu pria bertopeng dan merebut pedang dari tangannya. Jika Tianlan tidak salah menebak, tingkatan qi orang-orang ini berada di tingkat Pemurnian tulang. Namun, Tianlan masih tidak bisa menebak pada level mana mereka sekarang.
(Perlu diketahui bahwa dalam dunia kultivasi, terbagi menjadi dua macam. Yaitu kultivasi qi dan kultivasi tubuh. Masing-masing kultivasi memiliki 9 tingkatan. Diantaranya :
Kultivasi tubuh : 1. Tubuh fana, 2. Pembentukan jiwa, 3. Penghamburan pikiran. 4. Pemurnian tulang, 5. Tubuh emas , 6. Nirvana, 7. Ilahi, 8. Surgawi, 9. Dewa / Keabadian.
Kultivasi qi : 1. Penggabungan qi, 2. Fondasi / Dasar, 3. inti emas, 4. pengembaraan jiwa, 5. Jiwa baru lahir, 6. Ketiadan, 7. Kenaikan, 8. Setengah Abadi, 9, Abadi.
Tapi dalam novel ini hanya terbagi menjadi 7 tingkat.
Dalam novel ini hanya terbagi menjadi 7 tingkatan yaitu :
Kultivasi tubuh : 1. Tubuh fana, 2. Pembentukan jiwa, 3. Pemurnian tulang, 4. Tubuh emas, 5. Ilahi, 6. Surgawi, 7. Dewa / Keabadian.
Kultivasi qi : 1. Penggabungan qi, 2. Fondasi / Dasar, 3. inti emas, 4. pengembaraan jiwa, 5. Kenaikan, 6. Setengah Abadi, 7. Dewa / Keabadian.
Masing-masing tingkatan terbagi lagi menjadi beberapa level, yaitu mulai dari level 1-5.
Masih ada lagi kultivasi senjata)
Menurut ingatan tubuh ini. Teknik dan kultivasi yang ada di dunia ini tidak jauh berbeda dengan teknik dan kultivasi yang di terapkan di abad ke-21. TianLan hanya perlu berkonsentrasi dalam mengendalikan qi nya. Tianlan menutup kedua matanya dan mengarahkan pedang ke depan.
'3 bersenjata dan yang satunya tidak, jika aku ingin mengalahkan mereka sekaligus, maka aku harus melakukannya dengan cepat dan akurat.'
Kedua mata itu kemudian terbuka kembali, menampilkan iris jernih sejernih mutiara, rambut-rambut hitamnya yang panjang melambai-lambai mengikuti angin.
'Semoga tubuh ini mampu menahannya.'
Tianlan mengayunkan pedangnya dengan gerakan lambat dan sekarang ia sudah memasang kuda-kuda bertarung.
"Bilah Hantu."
Setelah itu, hanya teriakan memilukan yang bisa terdengar.
'Tubuhku baik-baik saja.'
Tianlan mendekati mayat-mayat itu dan mulai meraba-raba pakaian mereka satu persatu. Tianlan mengambil kantong-kantong berisikan uang dari dalam saku pakaian mereka dan mengumpulkannya menjadi satu.
"Hohoho, ternyata orang-orang ini sangat kaya, aku sangat beruntung hari ini." Ucap Tianlan dengan air mata kebahagiaan yang mengalir deras diwajah imaginernya.
"Jika anak buahnya memiliki uang sebanyak ini, bagaimana dengan ketuanya?"
Tanpa babibu, Tianlan langsung bergegas menuju kereta kuda. Pertarungan sengit masih berlangsung di sana, dia mencengkram pedang di tangannya dan langsung bergabung ke pertarungan.
"Hey paman! Biar kuurus mereka semua." Teriak Tianlan kepada pria berpakaian prajurit yang saat ini tengah sibuk menangkis pedang dari para bandit.
"Siapa yang kau sebut paman? Aku masih muda." Protesnya.
"Memalingkan wajah dari musuhmu, kau cari mati? Hahaha." Seorang bandit mengayunkan pedangnya dengan gerakan cepat ke arah pria berpakaian prajurit itu.
"Mo yin, hati-hati!!"
'Mereka mengatakan bahwa mereka harus membunuh sang pangeran, jadi sepertinya pria itulah pangerannya.' Batin Tianlan saat melihat pria bergaya Bangsawan yang saat ini tengah melawan salah satu bandit.
Mo yin langsung menyadari serangan bandit itu dan menangkisnya sebelum menyerang balik dan mengarahkan pedangnya tepat di jantung sang bandit.
"Kenapa kau membantu kami?" Mo yin bertanya pada Tianlan Di tengah pertarungan mereka melawan bandit-bandit itu.
Tianlan mengabaikan pertanyaannya dan memfokuskan dirinya untuk mengalahkan bandit-bandit itu. Kali ini dia tidak lagi menggunakan qi batinnya, karena sepertinya tubuh ini belum bisa sepenuhnya beradaptasi dengan jiwanya.
Butuh hampir setengah jam bagi mereka untuk mengalahkan bandit-bandit itu. Tianlan mendekati setiap mayat dan mulai mengumpulkan uang lagi.
Setelah menghitung berapa uang yang ia dapatkan, Tianlan melempar pedang yang ia rampas dari salah satu bandit beberapa saat yang lalu secara sembarangan.
"Kami sangat berhutang budi, Terima kasih banyak." Mo yin yang sudah menyarungkan pedangnya mengepalkan tangannya dan membungkuk ke arah Tianlan, diikuti oleh pangeran dan gadis yang sepertinya juga kerabat sang pangeran.
Tianlan hanya mengangguk malas dan berbalik hendak pergi.
"Tunggu Tuan."
Tianlan menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Apakah kami boleh mengetahui nama anda?"
Alis Tianlan terangkat dan untuk beberapa detik, keadaan berubah sunyi.
Apakah dia harus memberi tahu namanya? Tapi mungkin dia bisa mendapatkan keuntungan dengan memberi tahu namanya. Apalagi orang-orang itu berhubungan langsung dengan Kekaisaran.
"Xie Tianlan."
Setelah mengatakan itu, Tianlan langsung pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikitpun. Lagipula dia tidak punya urusan lagi di sini. Uang sudah berada di tangannya dan orang-orang itu juga cukup kuat untuk membela diri.
"Yang Mulia pangeran, Tuan Putri. Apa kalian baik-baik saja?" Mo yin berjalan menghampiri pangeran dan putri dengan wajah cemas.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Kami baik, tenang saja."
"Ji-ge, apakah pemuda itu tadi mengatakan bahwa namanya Xie TianLan? Aku tidak salah dengar, bukan?" Tanya Xie Lia kepada sang kakak.
(Ji-ge = Nama sang pangeran adalah Hanji, Xie Lia memanggil Hanji dengan embel-embel ge karena gege dipakai untuk memanggil kakak laki-laki. Ji-ge adalah penggabungan dari kata Hanji dan gege)
"Mungkin hanya kebetulan ... Jendral, mari kita lanjutkan perjalanan."
Mo yin hanya berdiri dalam diam tanpa menggubris ucapan Xie Hanji. Dia seperti memikirkan sesuatu.
"Jendral?" Xie Hanji memanggil sekali lagi."
Ah, Baik Yang Mulia."
Tianlan menyimpan uang-uangnya di kamar dan memutuskan untuk sedikit merilekskan tubuhnya dengan berjalan-jalan di sekitar mansion."Darimana saja kau?" Suara familiar terdengar dari belakang tubuhnya.Tianlan tahu suara itu, itu pasti suara ayah dari pemilik asli tubuh ini.Kepala Desa Dang, (Bei Li). Pria ini hanya tahu menggertak dan merendahkan, dia tidak peduli dengan Tianlan dan bahkan dia malah ikut menindasnya.Tianlan mengendikkan bahunya dan memilih untuk mengabaikannya."Anak tidak tahu malu, berani sekali kau mengacuhkanku." Bei Li mendekati Tianlan dan mencengkram tangannya.Tianlan yang merasa risih menepis tangan Bei Li dengan kasar sambil berdecih, "Tangan kotor tidak diperkenankan untuk menyentuhku.""Kau anak tidak berguna.""Dan anak tidak berguna ini adalah anakmu.""Anak? Hahaha ... Kau hanyalah-""Suamiku, seseorang ingin bertemu denganmu." Seorang wanita dengan kipas di tangannya tampak berj
Tianlan melangkahkan kakinya memasuki area dapur. Di atas meja yang terletak tepat di sebelah pintu masuk dapur, tersedia bermacam-macam hidangan.Tianlan mendekati meja dan duduk di salah satu kursi. Dia melihat makanan yang tersedia satu persatu dan tersenyum puas. Karena sepertinya keluarga ini tidak akan memberinya makan. Maka Tianlan akan lebih dulu menghabiskan makanannya."Hambar." Tianlan mengunyah makanannya dengan ekpresi pahit. Tapi karena dia lapar dan hanya ini satu-satunya makanan yang ada sini, maka Tianlan akan dengan berat hati menghabiskan semua makanan ini, lagipula dia ingin mengerjai keluarga ini.Saat tengah asyik makan, Tiba-tiba Tianlan mendengar suara yang sepertinya berasal dari halaman belakang dapur. Tianlan penasaran dan dengan cepat menghabiskan makanannya lalu mengikuti asal suara.Saat dia sampai di halaman belakang, tanpa sengaja matanya melihat adegan yang tidak sepantasnya ia lihat."Sial." Tianlan mengumpat dan m
'Apa-apaan ini?' Kenapa hati Tianlan terasa sakit saat mendengar lontaran hinaan-hinaan itu? Kenapa rasanya seperti ada yang mengendalikan perasaannya? *Tak tak tak* Hakim yi menghentikan kebisingan dengan memukul meja menggunakan sebuah kayu. Dia menatap Tianlan beserta seluruh Keluarga Bei dan mulai berbicara, "Xie Tianlan ... Tuduhan kepadamu bukanlah kasus ringan, Tuan Bei mengatakan uangnya telah dicuri selama beberapa tahun terakhir. Jadi hukuman yang kau dapatkan jika dinyatakan bersalah akan sangat berat. Sekarang, apakah ada pembelaan darimu?" Tianlan hanya diam tanpa menyanggah ucapan Hakim yi sedikitpun, seolah-olah dia tidak mendengarkan semua tuduhan yang diluncurkan padanya. Entah kenapa dia tidak bisa bicara sedikitpun, hatinya terasa sakit dan sepertinya itu bukan atas kehendaknya. Tianlan tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Namun sekarang, semuanya terasa berbeda. 'Apa karena tubuh ini.' "A-Tian, jawabl
*Kemarin malam*"Tapi ... ."Hening sejenak."Apa kalian tahu hukuman bagi pencuri di desa ini?" Bei Li kembali melanjutkan ucapannya kemudian menatap Bei Yuan dan anak-anaknya.Bei yan mengunyah makanannya dan menjawab, "Cambuk 1000 kali?""Benar." Bei Li menjawab dengan antusias, "Tubuh Tianlan sangat lemah karena tidak bisa berkultivasi. Jika kita membuatnya menjadi seorang pencuri di mata orang-orang. Maka hukuman cambuk akan di dapatkan olehnya. Tubuhnya tidak akan bisa menahan hukuman itu dan dia akan mati."Yang lainnya menatap Bei Li dengan ekpresi yang sama. Mereka terkejut sekaligus senang, itu adalah cara yang bagus untuk menyingkirkan seseorang."Ya, Ya. Kau sangat pintar suamiku. Jika kita berhasil membuatnya mati, maka orang-orang itu tidak akan datang lagi kesini untuk mengganggu kita." Setelah mengatakan itu, Bei Yuan tertawa diikuti oleh Bei Li dan yang lainnya yang ada di ruangan itu."Oh." Sebuah gumaman lolo
Tianlan sama sekali tidak menyangka dengan perubahan tubuhnya sendiri. Saat dia selesai bermeditasi, tiba-tiba saja dia merasa lebih bugar dan sehat. Dia juga bisa mengendalikan qi-nya dengan lancar.Tianlan merasa heran sekaligus senang. Awalnya dia mengira akan sangat sulit baginya untuk mengendalikan qi dan menggunakan Dantiannya, tapi sepertinya dugaannya salah. Buktinya jiwanya mampu beradaptasi dengan tubuh ini hanya dalam waktu 2 hari.Namun, Tianlan masih tidak mengerti, mengapa ini bisa begitu cepat. Biasanya, jiwa yang baru lahir membutuhkan hampir setengah tahun untuk bisa beradaptasi dengan tubuh fana. Apalagi jiwa yang tersesat sepertinya, jiwa yang tersesat membutuhkan waktu 2 kali lipat dari jiwa yang baru lahir untuk bisa beradaptasi dengan tubuh fana.Mungkin ini hanya keberuntungan Tianlan.Saat ini dia sudah berada di pelelangan klan Xu. Ruangan yang akan digunakan untuk tempat pelelangan sudah penuh oleh pengunjung. Suasananya sangat r
Pagi hari, di tengah kota Yuan. Riuh rendah para penduduk yang berjalan kesana kemari terdengar di penjuru kota. Orang-orang berlalu lalang seraya melakukan kesibukannya masing-masing.Terlihat para pedagang pinggir jalan sudah mulai membuka kiosnya, bahkan teriakan pedagang-pedagang yang telah membuka tokonya paling awal sudah terdengar sahut menyahut.Mereka semua hanya sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing dan tidak menyadari empat sosok yang saat ini tengah berdiri di sebuah gang sempit."Pukul dia lebih keras! Berani sekali orang rendahan sepertinya mencuri dari Tuan Lian yang terhormat." Tampak seorang pria yang berdiri paling depan memberikan perintahnya dengan wajah marah.Tanpa membantah atau mengucapkan sepatah katapun
"Oh? Penindasan, ya? Cukup menarik." Tianlan menyeringai dan melompat dari atas tembok. Hanfunya berkibar di udara, tubuhnya seringan bulu dan saat dia mendarat, keanggunan dan ketenanganlah yang bisa dirasakan saat melihatnya. Melihat dari tindakan kucing di pelukannya yang terus mengeong tanpa henti dengan mata yang terus tertuju pada anak kecil tersebut, bisa disimpulkan bahwa mungkin anak kecil itu adalah majikan dari kucing ini. Tianlan berdiri tepat di hadapan anak kecil itu dan menatapnya. Pakaiannya robek di sana-sini, tubuhnya dipenuhi oleh memar dan goresan. Bahkan Tianlan merasa agak prihatin melihat keadaannya. Lucu sekali bahwa seorang pembunuh berdarah dingin sepertinya merasa simpati terhadap anak kecil yang namanya saja Tianlan tidak tahu. Sungguh Tianlan sangat tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Bukankah dia ketua Mafia yang paling disegani dan tak kenal ampun? Yang hatinya tak tersentuh dan akan membunuh tanpa belas k
Hal pertama yang ia lihat saat dia membuka kedua matanya adalah langit-langit ruangan berwarna putih dan seekor kucing yang bergelung nyaman di sisi tubuhnya. Penglihatannya yang semula kabur berangsur-angsur membaik dan kini ia bisa melihat dengan jelas. Dia baru menyadari bahwa saat ini dia sedang berada di atas sebuah ranjang mewah dan ruangan asing yang sama sekali tidak pernah ia lihat sebelumnya. Di sebelah kanan ranjang terdapat beberapa meja dan lemari serta furnitur-furnitur yang terlihat mewah. Dia merasa sedikit kebingungan dengan apa yang ia lihat. Bukankan dia berada di kota beberapa saat yang lalu? Bangsawan Lian dan para pengawalnya memukulinya sampai tiba-tiba seseorang datang dan- Baru saat itulah dia menyadari bahwa ternyata dia tidak sendirian di ruangan itu. Dia menoleh ke samping dan di sanalah dia melihat orang itu, duduk dalam "Posisi Lotus" dengan mata terpejam. Dia terlihat sangat tenang dan damai. Posisinya yang membe