"Aku hanya nggak tahu harus berbuat apa," Winda tersenyum pahit, tatapan matanya agak kabur, "Seakan-akan dia benar-benar cinta sama aku ...."Dulu Winda berpikir, sikap Hengky yang selalu sabar dengannya dan bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkannya, itu karena ada tempat bagi Winda di hati Hengky. Namun sekarang, Winda tidak yakin seperti itu. Bi Citra berpikir sejenak, kemudian mendesah perlahan, “Non, Bi Citra mau ngomong sesuatu yang mungkin nggak seharusnya Bibi omongin, Non Winda jangan marah, ya.”“Bi Citra bilang saja, aku nggak akan marah, kok.”“Non Winda pasti paham kenapa Non Winda dan Den Hengky bisa berjalan sejauh ini. Non Winda jangan cuma ngelihat luaran Den Hengky yang dingin, nggak peduli. Tapi hati manusia itu terbuat dari daging, ‘kan, Non? Siapa orang yang nggak bisa sakit hati?” ujar Bi Citra. Hengky adalah orang yang ditemani Bi Citra dalam tumbuh kembangnya, Bi Citra sangat memahami dan sayang kepada Hengky. “Bi Citra tahu Non Winda nggak suka
Winda tidak menyadari dirinya sedang diawasi. Dia hampir mengacaukan seluruh ruang kerja, tapi tidak juga berhasil menemukan apa yang dicari. Dengan kecewa, Winda menghela nafas sambil melihat meja kerja yang kacau karena ulahnya. Winda segera merapikan ruangan itu kembali ke kondisi semula.Saat dia sedang merapihkan dokumen, tanpa sengaja, Winda menjatuhkan sebuah bingkai foto yang ada di sudut kiri meja dengan tangan kirinya. Bingkai itu jatuh ke lantai.Winda terkejut, dengan cepat menaruh dokumen yang dipegangnya dan membungkuk mengambil bingkai foto yang terjatuh itu.Dia mengambil tisu dan membersihkan debu yang menempel di kaca bingkai foto. Setelah Winda melihat foto dengan jelas, dia terpaku.Itu adalah foto dua orang. Foto itu sedikit menguning, tetapi tetap terawat dengan baik. Menunjukkan betapa berharganya foto itu bagi pemiliknya.Di dalam foto, seorang anak laki-laki yang berpakaian rapi berusia delapan atau sembilan tahun berdiri di tangga, menatap seorang gadis kecil
Pegawai mengenakan sarung tangan kemudian dengan hati-hati membuka kotak cincin dan memeriksa cincin di dalamnya. Mereka terjekut melihat cincin itu, lalu melihat ke arah Winda. Pegawai itu lantas memanggil salah satu rekannya yang lain. Mereka berdua kembali memeriksa cincin itu dengan seksama. Setelah beberapa saat, mereka berdua saling mengangguk satu sama lain. “Betul, Bu. Cincin ini memang dipesan khusus di brand kami. Hanya ada satu pasang di seluruh dunia. Kami juga baru pertama kali melihatnya langsung. Sungguh cantik sekali,” puji pegawai itu tulus. Pegawai itu lantas mengembalikan cincin itu kepada Winda dengan dua tangan. "Terima kasih," kata Winda sambil menerima kotak cincin itu, dia tersenyum dan bertanya, "Saya ingin memesan sepasang cincin yang sama, kapan bisa diambil kira-kira?"Kedua pegawai itu terkejut dan melihat Winda dengan tatapan aneh.Winda khawatir ada salah paham, dia segera menjelaskan, "Ini adalah cincin pernikahan saya dan suami saya. Cincin saya ...
Winda meminta maaf sambil membungkukkan badan, sambil meraih kotak cincin yang jatuh ke lantai. Namun, dia terkejut ketika melihat tangan kurus meraih kotak cincin terlebih dahulu."Terima kasih," Winda mengucapkan terima kasih sambil meraih kotak cincin, berusaha mengambilnya kembali dari tangan orang itu. Namun, tangan itu tiba-tiba meraih erat kotak cincin dan dengan cepat menyembunyikannya di dalam saku jaket."Kamu …." Winda mengangkat kepala, tatapan matanya tajam saat dia melihat orang itu. Winda mengerutkan kening, "Ngapain kamu di sini?"Jefri mengangkat kepala, mata hitamnya menatap Winda dengan tajam, "Ada sesuatu yang ingin kubicarakan sama kamu.""Aku nggak punya waktu ngobrol sama kamu. Balikin!" Winda dengan tidak sabar mengulurkan tangannya.Melihat reaksi Winda, Jefri memasukkan kotak cincin itu ke dalam saku kaosnya dan berbicara dengan tegas, "Setelah aku bicara, aku balikin."Winda merasa kesal dengan sikap Jefri yang keras kepala. Jefri memberi isyarat pada Winda t
Begitu kotak cincin dimasukkan ke dalam tas, Winda dengan dingin meninggalkan kafe. Jefri melihat Winda pergi kemudian menghantamkan kepalan tangannya di atas meja. Tatapan matanya penuh dengan kilatan dingin.Pandangan Jefri kini beralih ke seorang pria paruh baya yang duduk tidak jauh dari tempatnya, dia bangkit dan berjalan ke arah pria itu."Sudah dapet gambarnya?" tanya Jefri.Pria yang memakai kacamata hitam itu melirik Jefri sejenak, kemudian memberikan kameranya, "Tentu saja.""Bagus …." Jefri mengencangkan kepalan tangannya. Jefri melihat dua sosok dalam gambar itu dengan dingin, kemudian tersenyum sinis.“Pak Jefri, upahku gimana?”Jefri mengeluarkan amplop tebal dari saku celananya dan meletakkannya di atas meja, dia memberikan instruksi, "Kalau ada yang tanya, kamu tahu harus bilang apa."Pria itu mengambil amplop itu dan melihat isinya, wajahnya tersenyum puas, ia mengangguk, "Dimengerti, saya kerja demi uang, kok. Pak Jefri tenang saja.""Bagus ...." Jefri tidak banyak bi
Winda merasakan keanehan dalam hatinya, tapi dia tidak memikirkannya terlalu lama. Dia tertawa manja, sambil berkata, “Lain di mulut, lain di hati.”Winda mengecup pipi Hengky, berkata sambil mencari tahu, “Kamu nggak rela pisah sama sama aku? Hari ini aku datang telat, kamu ngambek?”Mata Hengky bergerak sedikit, mengisyaratkan “iya”, kemudian dia berkata, “Sudah jam setengah sebelas.”Ekspresi Winda seketika mengeras. Dia melepaskan Hengky, kemudian menuangkan segelas air untuknya, dan berkata, “Hari ini aku bangun kesiangan ….”Rona wajah Hengky seketika berubah, nada bicaranya pun ikut berubah, “Oh ya?”Mendengar suara berat Hengky, hati Winda tiba-tiba tidak tenang, tetapi dia tetap menjawab dengan gigih, "Ya ...."Hengky menatap wajah Winda yang terlihat penuh rasa bersalah, tiba-tiba tertawa dingin.Dia sedang berbohong!Bi Citra menelepon, bilang bahwa Winda pergi dari rumah sebelum pukul delapan pagi. Sedangkan sekarang sudah jam setengah sebelas. Selama dua jam lebih ini, apa
Bohong.Sepasang mata Hengky menyipit, aura berbahaya keluar dari sorot mata pria itu.Dari Winda masuk ke dalam ruang kerjanya hingga keluar, perempuan itu tidak mengambil benda apa pun selain bingkai foto. Sekarang perempuan itu tiba-tiba saja mengatakan bahwa dia sudah menemukan benda yang dicarinya, kalau bukan sedang menutupi sesuatu, apalagi?“Oh iya, kemarin aku nggak hati-hati menjatuhkan bingkai foto yang di atas meja, kacanya jadi pecah. Nanti sore aku keluar sebentar untuk menggantikan bingkai foto yang baru untukmu,” ucap Winda sambil tersenyum terhadap Hengky, sepasang matanya berbinar terkena sorot lampu. “Kamu kenapa masih menyimpan foto kita berdua waktu kecil? Apa jangan-jangan kamu sudah menyukai aku dari kecil?” tanya perempuan itu tanpa rasa menyerah.Kematian Sinta membuat jiwa Winda sangat terpukul, setelahnya perempuan itu masih harus mendapatkan bantuan psikiater dalam waktu yang sangat lama. Hal ini menyebabkan Winda kehilangan ingatan akan banyak hal pada masa
“Yang kamu katakan benar, aku tahu apa yang harus aku lakukan,” jawab Jefri dengan suara yang dalam, nada suaranya terdengar aneh dan juga tegas.Luna menghela napas lega, lalu berkata dengan lembut, “Tenang saja Kak Jefri, aku pasti akan membantumu.”Ucapan Luna ini membuat hati Jefri menjadi hangat, suaranya juga berubah menjadi lembut terhadap Luna, “Terima kasih Luna. Sebenarnya masih ada satu hal lagi ….”Jefri ragu sesaat, kemudian bertanya dengan sedikit canggung, “Papa Mama aku mengundangmu untuk makan bersama, apa kamu bersedia datang ?”Luna tertegun sesaat, setelah terdiam selama beberapa detik, barulah perempuan itu menjawab sambil tersenyum, “Baik, kebetulan aku sudah lama juga nggak bertemu dengan Om Budi dan Tante Marina.”Jantung Jefri yang sebelumnya berdegup kencang langsung merasa lega setelah mendengar jawaban Luna. Suasana hatinya yang muram selama beberapa hari ini akhirnya berangsur-angsur membaik.“Kalau begitu nanti aku akan menjemput kamu.”“Oke ….”Di dalam r