Suara Carol sangat keras. Selain mereka, ada orang lain di ujung tempat parkir. Mereka spontan menoleh ketika mendengar suara.Posisi Winda berdiri kebetulan membelakangi orang-orang itu. Begitu Winda mendengar ada suara langkah kaki di belakangnya, dia seketika menjadi waspada. Dia bahkan hendak mendorong Carol dan pergi.Sebaliknya, Carol langsung tersenyum sinis ketika melihat seseorang datang. Dia mencengkeram pergelangan tangan Winda dengan erat dan mengancamnya, “Kalau kamu nggak janji padaku, aku akan biarkan orang-orang itu melihat seperti apa kamu, Winda! Aku rasa kamu nggak ingin masuk berita utama karena hal seperti ini, kan?”Winda berusaha keras menarik tangannya dari cengkeraman Carol. Akan tetapi, Carol menggunakan seluruh tenaganya, sama sekali tidak berniat melepaskan Winda.Setelah mendengar suara langkah kaki di belakangnya semakin dekat, mata Winda tiba-tiba menjadi tajam. Dia pun hendak langsung mengambil tindakan. Tiba-tiba, sosok seseorang lewat dengan cepat dan
Nada bicara Jefri tidak lagi arogan dan energik seperti dulu. Dia menatap Winda yang sudah lama tidak memiliki perasaan padanya lagi. Saat ini, bahkan ada perasaan minder di suara pria itu.Ekspresi Winda justru tetap tenang, seolah-olah dia menganggap Jefri sebagai orang asing.“Aku nggak mau hal ini terjadi untuk kedua kalinya.” Usai berkata, Winda hendak pergi.“Kamu benar-benar nggak bisa berikan jalan hidup untuk Gunawan Group?” Jefri menatap punggung Winda dan memohon, “Gunawan Group adalah hasil jerih payah papaku seumur hidupnya. Karena masalah ini pula, dia sampai harus dirawat di rumah sakit. Anggap saja aku mohon padamu, Winda. Bisakah kamu bantu aku?”Perasaan jijik terpancar di mata Winda, “Jefri, aku sudah bilang. Masalah ini nggak bisa dinegosiasikan lagi. Aku nggak bisa bantu kamu, juga nggak akan bantu kamu.”“Aku mohon ....”Jefri tiba-tiba berlutut. Pada saat mendengar suara di belakangnya, Winda spontan menoleh dan melihat Jefri sedang berlutut. Winda tampak terkeju
Wajah Jefri menjadi pucat pasi. Sisa kepercayaan diri dan harga dirinya yang terakhir benar-benar hancur terinjak-injak oleh kata-kata James.Jefri tiba-tiba mengerti mengapa James yang sangat membencinya justru bersedia mendengarkan saran Winda untuk mengakuisisi Gunawan Group.Awalnya, Jefri benar-benar mengira ada keuntungan yang diincar James, sehingga dia terus menunda untuk menjual Gunawan Group. Namun, kata-kata yang James ucapkan dengan santai barusan telah membuat Jefri benar-benar sadar akan satu hal. Gunawan Group bukanlah apa-apa di depan James. James bersedia duduk di sini dan berbicara dengannya karena Winda.Apa yang James lakukan merupakan ancaman sekaligus tamparan, agar Jefri tahu kalau dirinya tidak pantas mendekati keluarga Atmaja. Kalau Jefri berani mengganggu Winda lagi, maka apa yang menimpa Jefri tidak hanya sesederhana kebangkrutan.Jefri menatap Winda dengan ekspresi rumit di wajahnya, merasakan penyesalan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Selama ini J
Winda tidak menyadari saat Jefri mendengar kata-kata itu, ada kilatan kebencian yang kuat di mata pria itu.Winda tidak berkata apa-apa lagi kepada Jefri. Dia langsung berbalik dan masuk ke dalam gedung.Di jalan raya tidak jauh dari sana, sebuah Rolls-Royce sedang menunggu lampu lalu lintas. Kaca jendela belakang diturunkan, memperlihatkan wajah tampan dengan garis wajah tegas. Pria itu memiliki aura yang dingin. Matanya menatap tajam pria dan perempuan yang tidak jauh dari situ dengan seringi di bibir tipisnya.Sesaat kemudian, jendela mobil dinaikkan dan menghalangi pandangan dari luar. Hengky berkata dengan dingin, “Jalan.”Santo menoleh ke arah Hengky dan berkata dengan ragu-ragu, “Pak Hengky, Bu Winda mungkin datang ke sini karena masalah mengakuisisi Gunawan–”Hengky mengangkat tangannya untuk memotong perkataan Santo, lalu dia berkata, “Kamu coba selidiki surat perjanjian yang ditandatangani Atmaja Group dan Gunawan Group. Antarkan ke ruanganku nanti sore.”“Baik, Pak Hengky.”
“Apa pendapat Pak Hengky tentang aku?” Rachel tersenyum menawan. Jarinya bergerak ke atas sedikit demi sedikit, ingin menyentuh jakun pria itu, “Apakah aku memenuhi syarat untuk menjadi Nyonya Pranoto?”Wajah Hengky menjadi semakin dingin. Rasa jijik yang kuat terpancar di matanya. Tepat ketika dia hendak mendorong Rachel menjauh, pintu kantornya tiba-tiba terbuka.“Bu Winda, Pak Hengky sedang ada ....”Kata terakhir “tamu” tersangkut di tenggorokan Santo. Dia menatap pemandangan “ambigu” di depannya dengan mata terbelalak lebar. Wajahnya seketika menjadi pucat karena ketakutan.Santo jelas tidak menyangka akan menghadapi situasi seperti ini. Dia menyesal karena masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia segera mengangkat kepala dan menatap wajah Hengky.Pada detik pandangan Hengky jatuh ke arah Winda, dia cepat-cepat mengambil tindakan karena nalurinya. Dia pun bergegas mendorong tangan Rachel.Wajah Hengky menjadi muram, tubuhnya memancarkan aura dingin yang kuat. Kemudian, dia
Namun setelah itu, Rachel merasa hal ini sangat konyol. Bagaimana mungkin istri Hengky hanyalah seorang artis kecil? Orang dengan latar belakang keluarga bagus seperti Hengky mustahil bisa jatuh cinta pada perempuan dangkal seperti itu.Rachel mencoba mencari jawaban dengan menatap Hengky. Begitu dia melihat Hengky diam saja, dia pun merasa lebih percaya diri di dalam hati.“Kamu kira setelah temani Hengky selama beberapa hari, kamu benar-benar bisa menikah dengannya dan jadi Nyonya Pranoto? Lebih baik kamu lihat kenyataannya dengan jelas. Dengan statusmu itu, kamu nggak akan pernah bisa menikah dengan Hengky!”Konyol sekali, keluarga Pranoto adalah keluarga kaya kalangan atas yang hampir menguasai semua jalur kehidupan perekonomian di seluruh negeri. Jangankan artis yang kurang terkenal seperti Winda, artis papan atas pun tidak pantas bersanding dengan Hengky. Kalau bukan karena itu, Rachel juga tidak akan terburu-buru datang mencari pria itu.Winda melirik Rachel sekilas. Raut wajahn
Tanpa memberi Winda kesempatan untuk bicara, Rachel menatap Hengky dengan kesal dan berkata dengan sedikit mengancam, “Aku datang dengan ketulusan besar untuk bekerja sama dengan Pak Hengky. Pak Hengky nggak mungkin nggak bisa membedakan mana yang lebih penting, bukan?”Meskipun Sunarto Group tidak sebesar Pranoto Group, perusahaan itu juga termasuk perusahaan terkemuka di Kota Lingga. Dibandingkan dengan istri yang tidak dapat membantu kariernya, Rachel sebagai putri pemilik Sunarto Group dapat lebih membantu Hengky. Orang yang cerdas sudah pasti tahu harus memilih yang mana.Begitu Rachel selesai bicara, Hengky tiba-tiba tertawa sinis. Matanya yang gelap dan dalam menatap Rachel, lalu dia berkata dengan suara berat, “Bu Rachel sedang mengancam aku?”Rachel melihat wajah Hengky yang dingin. Dia pun segera menyangkal, “Nggak, aku hanya ingin memberi Pak Hengky pilihan yang lebih baik. Dibandingkan orang yang hanya bisa jadi pajangan ini, aku lebih bisa bantu Pak Hengky dalam masalah ka
Raut wajah Rachel sedikit berubah. Santo berkata seperti itu jelas sedang memberinya peringatan, agar dia jaga mulutnya dan tidak sembarangan bicara.Rachel sejak awal sudah marah. Kata-kata Santo barusan semakin membuat Rachel merasa harga dirinya terinjak-injak.Rachel menatap Santo dan berkata dengan ketus, “Apa maksudmu? Kamu coba takut-takuti aku?”Santo melihat ekspresi marah di wajah Rachel dan berkata dengan tenang, “Bu Rachel, saya nggak bermaksud seperti itu–”Rachel langsung menyela dan berkata dengan arogan, “Hengky punya kekuatan dan kekuasaan, tapi keluargaku juga nggak bisa diremehkan begitu saja. Hanya dengan satu kata darinya ingin menghancurkan keluarga Sunarto? Nggak segampang itu, kan?”Santo hanya tersenyum tanpa menanggapi perkataan Rachel. Rachel menatap Santo selama beberapa detik, perempuan itu pun merasa hal ini tidak menarik lagi. Selain itu, dia sudah berkata seperti itu, dia tidak boleh kehilangan momentumnya. Oleh karena itu, Rachel pergi dan masuk ke dala