“Oke,” balas James sambil meletakkan dokumen di atas meja.Kemudian dia menatap Winda seraya berkata, “Papa pikir, kamu nggak tertarik sama urusan perusahaan. Kamu cuma mau menggunakan perusahaan untuk ....”James langsung menghentikan perkataannya selama beberapa saat lalu kembali berkata, “Kamu adalah putri tertua Papa dan keluarga Atmaja. Cepat atau lambat perusahaan ini akan jatuh ke tanganmu. Papa nggak setuju ketika kamu mau masuk industri hiburan karena Papa mau kamu membantu Papa untuk mengurus dan mengambil alih perusahaan. Sekarang kayaknya kamu juga sudah mulai tertarik dengan urusan perusahaan. Kalau begitu, gimana kalau kamu segera keluar dari industri hiburan agar kamu bisa segera membantu Papa di perusahaan?” “Pa, aku ....” Tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu dari luar ruangan kantor James ketika Winda baru saja membuka mulutnya. “Masuk,” ujar James dengan suaranya yang lantang. Tatapan Luna langsung tertuju ke arah Winda setelah dia membuka pintu dan masuk ke dala
Luna tetap tersenyum seraya berkata, “Kakak percaya diri banget, ya. Lagi pula, masalah pengambilalihan perusahaan juga belum ada keputusannya. Sekalipun Papa mengatakan akan memberikan perusahaan ini sama Kakak, semua itu juga masih belum pasti.” “Kalau begitu, kita tunggu saja, ya,” balas Winda sambil mendorong Luna lalu masuk ke dalam lift.Senyuman di wajah Luna seketika menghilang setelah pintu lift tertutup dan Winda hilang dari pandangannya. Sekarang wajahnya dipenuhi dengan rasa iri dan cemburu. Dia tidak akan tahu kalau James si tua bangka itu akan menyerahkan Atmaja Group ke tangan Winda kalau saja dia tidak datang ke perusahaan hari ini. Padahal selama ini Luna sudah bersikap baik di depan James dan melakukan banyak hal untuknya. Dia mengira kalau James benar-benar membenci Winda, sehingga James pasti akan memberikan seluruh perusahaan kepada Luna. Namun, Luna tidak pernah menyangka kalau dirinya masih tetap tidak sebanding dengan Winda di dalam hati si tua bangka itu. Wi
James pasti tidak akan ingin lagi bertemu dengan Clara dan putrinya kalau saja dia tidak ingat akan jasa kedua orang itu padanya. Bahkan sebenarnya, James juga tidak ingin bertemu dengan Luna hari ini.Luna datang ke kantor James hari ini karena dia ingin tahu, apa mungkin dia dan ibunya masih memiliki kesempatan untuk bisa kembali tinggal di kediaman keluarga Atmaja. Namun, Luna langsung mengerti kalau James masih sangat marah karena kehamilan palsu itu setelah melihat reaksi datar James. Luna melirik ke arah dokumen yang ada di atas meja, lalu bertanya, “Pa, dokumen ini Kak Winda ya yang kasih sama Papa?”James mengangguk setelah memakan sup yang ada di mangkuknya. “Aku nggak sengaja lihat dokumen ini ada nama keluarga Gunawannya. Apa mungkin kakak kasih dokumen ini ke Papa karena dia mau bantu keluarga Gunawan?” tanya Luna ragu.James langsung berhenti menyuap sup yang ada di tangannya. Kemudian dia menatap kesal ke arah Luna. Luna pun sadar kalau dia tidak seharusnya menanyakan h
Namun ....James mengangkat kepalanya lalu menatap Luna seraya berkata dengan nada datar, “Sudahlah, kamu nggak usah peduli lagi sama masalah ini. Lagi pula, kamu juga nggak ngerti apa-apa urusan perusahaan.”Kata-kata yang dilontarkan James seakan memukul luka yang ada di dalam hatinya dengan sangat keras. Dia merasa hatinya sangat sakit. Orang-orang di luar sana mungkin berpikir kalau James lebih menyayangi Luna yang merupakan putri angkatnya daripada Winda anak kandungnya sendiri. Padahal kenyataannya, James masih lebih menyayangi Winda daripada Luna di dalam hatinya. James sudah pasti akan mengusirnya keluar dari kediaman keluarga Atmaja kalau saja Luna yang melakukan hal-hal memalukan seperti yang dilakukan oleh Winda. Namun, James hanya menegur Winda setiap kali Winda melakukan hal yang bisa mencemarkan nama baik keluarga Atmaja. Selain itu, James hanya memberikan mobil dan rumah kepada Luna setelah dia kembali ke kediaman keluarga Atmaja. Namun, James tidak pernah memberikan s
Willy yang sedang berbicara dengan seseorang langsung berdiri dan menyambut Hengky yang sudah masuk ke dalam ruangan. “Sini Hengky! Kamu duduk sini! Malam ini kami semua akan menemanimu dan bergembira bersama,” ujar Willy penuh antusias. Semua orang yang berada di dalam ruangan langsung menghentikan aktivitas mereka ketika melihat Hengky seraya berkata, “Halo, Pak Hengky!”Hengky semakin mengerutkan keningnya lalu berbisik kepada Willy, “Kenapa kamu panggil orang sebanyak ini?”Willy langsung merangkul bahu Hengky seraya berkata, “Apa asyiknya kalau kita minum berdua saja? Sekarang kita nikmati malam ini bersama-sama. Kamu juga jangan terus memasang wajah dingin begitu, dong.”Hengky langsung cemberut lalu melepaskan rangkulan Willy dari bahunya. Kemudian dia berjalan ke arah tempat duduk yang berada di sudut ruangan. Willy sama sekali tidak peduli dengan perilaku dingin temannya itu. Dia langsung saja mengikuti Hengky untuk duduk bersamanya. Seorang perempuan yang sedang bernyanyi
Hengky langsung meletakkan gelas anggurnya seraya berkata dengan nada ketus, “Aku masih ada urusan, jadi aku pergi dulu.”Kemudian Hengky berdiri dan langsung pergi menuju pintu keluar. Romi menatap kesal ke arah Ziva yang hanya bisa menundukkan kepalanya sambil memegang gelas anggur dengan erat di tangannya. Ziva tidak memilik latar belakang keluarga yang mumpuni. Namun dia selalu menjadi bunga di sekolahnya karena dia memilik paras yang cantik. Romi langsung memutuskan untuk memperkerjakan Ziva sebagai salah satu artisnya ketika Romi sedang melakukan syuting di sekolah Ziva. Pada awalnya, Ziva tidak ingin datang ke klub malam ini, tapi masalahnya dia memerlukan uang itu. Ditambah lagi, Romi mengatakan kalau dirinya harus membayar uang ganti rugi dengan jumlah yang cukup besar kalau sampai dia tidak datang malam ini. Bagaimana mungkin Ziva bisa membayar ganti rugi itu? Dari mana dia bisa mendapatkan uangnya? Akhirnya, dia membulatkan tekad untuk datang ke klub malam ini. Ziva sebe
Willy buru-buru mengambil botol minuman yang ada di atas meja ketika Hengky hendak meraihnya. “Kamu sudah minum satu botol anggur penuh. Besok kamu nggak akan bisa berangkat kerja kalau kamu minum kayak gini terus. Lagi pula, lukamu juga belum sembuh,” ujar Willy sambil mengerutkan keningnya. Namun, Hengky bergegas merebut botol anggur yang ada di tangan Willy. Willy hanya bisa berdecap kesal lalu berkata, “Jangan minum terus. Lukamu belum sembuh.”Hengky menatap Willy dengan mata hitam pekatnya yang tampak kabur karena pengaruh alkohol yang dia minum. Hengky menundukkan kepalanya untuk melihat waktu di jamnya. Kemudian dia meletakkan gelas minumannya di meja lalu berkata, “Aku mau istirahat di sini. Kamu balik saja duluan.”Willy sangat terkejut ketika Hengky berdiri dan berjalan keluar ruangan VIP. Ada suite di lantai atas yang sering digunakan oleh para tamu klub malam. Dahulu Hengky sering menginap di suite lantai atas ketika dia mabuk setelah berdiskusi masalah bisnis di klub m
Ziva buru-buru menangkap kartu itu. Dia sangat terkejut dan gugup ketika melihat kartu kamar berwarna hitam yang ada di genggamannya. Ziva sempat berpikir kalau Hengky berbeda dari laki-laki lainnya karena sikapnya yang dingin dan acuh tak acuh seakan dia tidak tertarik dengan Ziva. Namun, kenyataannya Hengky sama saja seperti laki-laki kebanyakan. Mungkin wajahnya yang luar biasa tampan yang sedikit membedakannya dengan laki-laki lain sampai bisa membuat Ziva dengan sangat yakin akan memilih Hengky daripada laki-laki lainnya di luar sana. “Bawa kartu kamar itu ke meja depan. Nanti juga akan ada staf yang mengantarmu ke kamar, “ ujar Hengky ketus lalu berbalik dan masuk ke dalam lift. Ziva tidak mengikuti Hengky. Dia masih sibuk memperhatikan kartu hitam yang ada di tangannya. Dia membutuhkan uang dan orang yang membantunya untuk menyongsong masa depan yang gemilang. Berapa harga yang bisa dia dapatkan jika memiliki orang seperti Hengky untuk selalu berada di sisinya?Ziva bergegas
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a