Di sisi lain, Hirawan dan Iravan menjadi cacat akibat serangan Sagara dan Adista.
Keduanya tidak mampu lagi meningkatkan tenaga dalam mereka serta berlatih ilmu bela diri.
Namun, mereka tidak berani melampiaskan dendam mereka karena jabatan orang tua Sagara jauh melampaui jabatan orangtua mereka.
Bahkan, ayah dan ibu mereka justru menyarankan Hirawan dan Iravan untuk minta maaf kepada Sagara.
Orang tua mereka lebih takut diberhentikan oleh orangtua Sagara akibat kesalahan anaknya.
Hal ini membuat dua bocah nakal itu marah.
Sasaran balas dendam mereka adalah Rawindra yang dianggap sebagai sumber kemalangan mereka.
"Kita harus membalaskan sakit hati kita, Van!" seru Hirawan kepada Iravan yang masih kesulitan berjalan akibat hilangnya semua titik pengolahan tenaga dalam.
"Benar Wan! Kita harus melenyapkan pemuda cacat itu! Kalau bukan karena dia, tidak mungkin Tuan Muda Sagara membuat kita jadi seperti sekarang ini!" sahut Iravan.
"Kamu tahu rumah gembel itu?" tanya Hirawan yang juga kesulitan saat berjalan.
"Setahuku dia biasa menggembalakan dombanya di padang rumput bersama kakeknya! Kita tunggu saja sampai kakeknya pergi baru kita hajar gembel cacat itu!"
"Kamu takut sama kakeknya?"
"Bukan takut, tapi kita tidak tahu kemampuan kakeknya ini! Lebih baik kita jaga aman saja daripada berurusan dengan kakeknya yang siapa tahu sakti mandraguna!" sahut Iravan.
"Benar juga katamu, Van! Bagaimana kalau anak gembel itu melawan?" tanya Hirawan.
"Kita hajar saja sampai mampus anak gembel itu! Gara-gara dia, kita jadi cacat begini! Pasti Tuan Muda Sagara terpengaruh oleh gembel itu sampai membuat kita jafi cacat begini! Pokoknya, kita harus membuat gembel itu lebih cacat daripada kita baru aku bisa puas membalaskan dendam kita padanya!"
"Hahaha! Aku suka idemu! Anak gembel cacat itu mesti dikasih pelajaran biar lain kali lebih menghormati kita!" sahut Hirawan sambil tertawa terbahak-bahak.
Rasa senang karena membayangkan bisa menghajar Rawindra sampai memohon ampun, ternyata berubah menjadi kekecewaan saat mereka hanya melihat kakek penggembala domba di sana.
"Hanya ada kakeknya, Wan! kemana gembel sialan itu?" gerutu Iravan.
'Kita tanya sama kakeknya saja, Van!" usul Hirawan.
"Gila kau, Wan! Cari mati itu namanya!" sahut Iravan.
"Kenapa kau mesti takut? Kakek seperti itu tidak pantas kamu takuti, Van! Lihat tindakanku!" seru Hirawan yang maju ke arah Ki Bratajaya tanpa bisa dicegah oleh Iravan.
"Hei kakek tua! Mana cucumu yang brengsek itu?" tanya Hirawan langsung bersikap tidak sopan.
Ki Bratajaya hanya diam saja menatap pemuda cacat ini tanpa menjawab sepatah kata pun pertanyaan Hirawan.
Hal ini membuat bocah itu emosi. "Kamu sudah tuli ya?! Aku tanya, kemana cucu brengsekmu itu?"
"Sudahlah, Wan! Biar bagaimanapun, kita tidak boleh bersikap kurang ajar sama orangtua!" seru Iravan yang tak setuju dengan perbuatan Hirawan.
Namun, ucapan itu justru semakin membuat Hirawan naik pitam.
Ia mulai bersikap kasar dengan berusaha mencengkram baju Ki Bratajaya.
"Aku tekankan sekali lagi! Mana anak gembel itu? Aku tidak ingin memukulmu tapi akan aku lakukan kalau kamu diam saja, kakek tua!"
Anehnya, cengkraman Hirawan mendadak mengenai ruang kosong.
Ki Bratajaya sudah tidak duduk di sana!
"Kurang ajar! Berani mempermainkanku!" seru Hirawan yang semakin beringas menyerang Ki Bratajaya.
"Wan! Sudahlah! Kita tidak ada masalah dengan kakeknya! Jangan membuat rusuh!" tegur Iravan.
"Kamu ini membela siapa sih, Van? Kakek tua ini tidak bisa mendidik cucunya, sudah seharusnya diberi pelajaran juga! Gara-gara cucu brengseknya ini, tangan kiriku jadi cacat tidak berguna!"
"Jadi, cucuku yang mematahkan tangan kirimu? Hebat sekali! kamu memang pantas menerimanya melihat sikapmu yang sangat tidak sopan!"
Plak!
Plak!
Plak!
Tiga tamparan beruntun dilancarkan Ki Bratajaya yang langsung mengenai wajah Hirawan dengan telak.
"Tiga tamparan ini sebagai hukuman atas mulutmu yang kurang ajar! seru Ki Bratajaya.
"Grrr ... cari mati kau kakek brengsek!" sahut Hirawan yang semakin beringas menyerang Ki Bratajaya.
Iravan yang melihat kehebatan Ki Bratajaya mengurungkan niatnya untuk menyerang kakek ini.
Selain karena dia menghormati orang tua, ia juga tidak memiliki tenaga dalam sama sekali dan tidak bisa mengerahkan tenaga akibat ditotok oleh Adista.
"Pantas saja tanganmu dibuat patah sama cucuku! Walaupun aku mengajarinya untuk tidak berbuat kekerasan, tapi perbuatan kalian sungguh keterlaluan! Terhadapku saja sudah begitu beringasnya, bagaimana sikap kalian terhadap cucuku?" tanya Ki Bratajaya sambil mengirimkan tiga tamparan lagi ke wajah Hirawan tanpa sekalipun pemuda cacat ini bisa membalasnya atau menghindarinya.
"Ayo kita pergi, Wan! Tujuan kita hanya mencari anak brengsek itu bukan untuk melawan kakeknya!" teriak Iravan yang berusaha menghentikan perbuatan Hirawan ini.
Namun, Hirawan yang angkuh tidak mengubris ajakan Iravan. "Kau tidak tahu siapa diriku, kakek tua! Hidup kalian bisa kubuat hancur dalam sekejap saja saat orang tuaku turun tangan mengatasimu!" ancamnya.
"Kau benar! Aku tidak kenal dirimu maupun orang tuamu! Tapi, aku harus memberimu pelajaran yang tidak diberikan orang tuamu, yaitu sopan santun!" sahut Ki Bratajaya.
"Banyak bicara! Mampuslah!" seru Hirawan yang semakin gencar menyerang Ki Bratajaya.
Tentu saja Hirawan bukanlah lawan yang sepadan untuk Ki Bratajaya.
Namun, kakek ini memang hanya ingin mengajari Hirawan sopan santun dan membuatnya jera.
Jadi, Ki Bratajaya mengurangi tenaga dalamnya saat berhadapan dengan Hirawan.
Bugh!
Sebuah pukulan mendarat di tubuh Hirawan yang membuat pemuda cacat ini terpental mundur beberapa langkah.
“Uhuk!” Darah segar keluar dari bibir Hirawan, membuat pemuda ini mulai berpikir ulang untuk menyerang Ki Bratajaya kembali.
"Awas kau, kakek tua! Aku akan melaporkan perbuatanku kepada orangtuaku!" seru Hirawan. "Ayo kita cari anak gembel itu!"
Hirawan berlalu dari hadapan Ki Bratajaya sambil mengajak Iravan.
Di sisi lain, Ki Bratajaya hanya menggelengkan kepala. Ia tidak ingin ikut campur urusan anak muda ini.
"Biarlah Rawindra mengatasi persoalannya sendiri! Kemampuan pemuda itu hanya sedikit di atas Rawindra, pasti dia bisa mengatasi pemuda kurang ajar ini.
Kakek tua itu lalu melanjutkan pekerjaannya menggembalkan domba tanpa merasa cemas akan keadaan Rawindra yang sedang dicari oleh kedua pemuda ini.
"Semoga saja kamu bisa mengatasi mereka, Rawindra!" harapnya, “ini test pertamamu.”
Sayangnya ….Pria tua itu salah mengira kalau Rawindra yang membuat patah tangan kiri pemuda kurang ajar itu.
Padahal, bukan sang cucu yang melakukannya.
Lagipula, Rawindra sudah berjanji untuk tidak sembarangan mengeluarkan kekuatan pendekar apabila tidak diperlukan dan … dia masih belum mengetahui caranya untuk mengerahkan tenaga dalam.
Sagara dan Adista baru akan mengajarinya pagi ini.
Namun, dua pemuda cacat itu sudah menemukannya di depan rumahnya saat menunggu kedatangan mereka.
"Dasar Gembel! Gara-gara kamu, aku dan Iravan jadi cacat begini!" seru Hirawan yang terus memukuli Rawindra.
Rawindra yang sudah terdesak oleh pukulan keroyokan dua pemuda cacat ini berusaha melawan dengan ilmu bela diri seadanya.
Hanya saja, pemuda tangan satu itu tak bisa mengimbangi dua pemuda cacat yang telah berlatih sejak kecil ini.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Tiga pukulan beruntun dirasakan Rawindra di bagian perut, punggung, dan dada.
“Uhuk!”
Darah segar mengalir di sela mulut Rawindra akibat luka dalam yang dialaminya dari pukulan yang mengandung tenaga dalam tersebut.
'"Hahaha! Rasakan pukulanku gembel bus*k!" seru Hirawan.
"Kenapa kalian membalaskan dendam kalian padaku? Bukan aku yang membuat kalian cacat!" ujar Rawindra.
"Banyak bicara kau! Rasakan ini!"
Bugh!
Sebuah pukulan keras mendarat tepat di wajah Rawindra membuat pemuda bertangan satu ini langsung terpental dan terjatuh.
Hidungnya berdarah dan kepala sakit disertai batuk darah akibat luka di bagian dalam.
Namun, Hirawan tidak serta-merta melepaskan Rawindra begitu saja.
Sebuah pukulan yang mengandung tenaga besar siap diarahkan tangan kanan Hirawan ke arah kepala Rawindra yang belum bisa bangkit untuk melawan pemuda cacat ini karena seluruh tubuhnya terasa lemas dan sakit akibat pukulan yang diterimanya dari Hirawan.
"Mampuslah!" seru Hirawan yang sudah dikuasai dendam akibat dipermalukan Ki Bratajaya.
BUGH!
Bukan Rawindra yang terpental. Justru, Hirawan lah yang terpental oleh kekuatan tersembunyi dalam diri Rawindra yang otomatis aktif melindungi dirinya!
KRAAAK!
“AAARRRGGGHH!”
Teriakan kesakitan terdengar begitu kencangnya saat tangan Hirawan yang digunakannya untuk memukul kepala Rawindra juga patah oleh kekuatan energi tersembunyi Rawindra ini.
"Apa yang terjadi? Kenapa gembel sialan ini begitu kuat? Sejak kapan dia punya tenaga dalam?" pikir Iravan penuh tanda tanya.
"Arrgh!" teriak Hirawan yang merasakan sakit yang luar biasa pada tangan kirinya, "Bangs*t kau, gembel! Hajar dia, Van! Belum sempat memproses, Iravan terpaksa langsung maju dan memukuli Rawindra bertubi-tubi! Anehnya, kekuatan tersembunyi Rawindra tidak keluar lagi untuk melindungi bocah penggembala itu. "Mampus kau, gembel! Kakekmu tidak akan bisa menolongmu kali ini! Hahaha!" seru Hirawan yang tertawa girang melihat Rawindra yang babak belur dipukul oleh Iravan. "Aku rasa sudah cukup Wan kita menghajar gembel ini!" sahut Iravan. "Apa katamu? Sudah cukup? Dia mematahkan tangan kananku, apa yang sudah cukup? Aku harus mematahkan tangan kanannya biar impas!" Hirawan yang sudah kesetanan, benar-benar kehilangan hati nuraninya. Hal ini membuat Iravan menggelengkan kepala. "Jangan Wan! Kasihan dia! Tangannya hanya satu! Lagian kan bukan dia yang membuat kita cacat tapi dua temannya itu!" "Aku tidak mau tahu! Pokoknya bagiku, gembel ini yang membuat kita cacat ... dia juga mematah
Rawindra bagaikan ketangkap basah melakukan perbuatan terlarang saat ditanya oleh Sagara.Dia tidak tahu harus menjawab apa terhadap sahabatnya ini."Aku tidak menggunakan ilmu bela diriku karena sudah janji sama kakek tidak akan digunakan untuk berkelahi, tapi hanya untuk membela diri saja!" ujar Rawindra akhirnya. "Hahaha ... kamu ini terlalu penurut dan jujur, Windra! Tadi kamu diserang, kalau kamu membalas artinya kamu membela diri! Jadi, ilmu bela dirimu bisa digunakan!" sahut Sagara sambil tertawa. "Jadi, kalau tadi aku melawan mereka ... itu tidak salah?" tanya Rawindra. "Tidak, Windra! Situasimu tadi adalah nyawamu terancam, jadi kamu berhak menyerang balik!" jelas Sagara. "Tapi bagus juga sih aku tidak menyerang mereka, jadi tidak ada dendam dari mereka terhadapku!" elak Rawindra. "Ya sudah! Lupakan saja orang tidak penting itu! Sekarang, apa kamu masih mau belajar teknik bela diri sama Adista? Biar dia yang mengajarimu!" Rawindra terdiam. Namun, ia teringat sesuatu. "A
TRANG! TRANG! Rawindra mati-matian menahan kekuatan serangan pedang yang dilakukan oleh gadis berpakaian merah yang sudah kalap ingin melukai Rawindra untuk membuatnya jera. "Nona! Ini hanya pertarungan biasa, jangan terlalu serius!" seru Sagara yang cemas melihat serangan tanpa henti yang dilakukan gadis ini dengan kekuatan penuh. "Tidak apa-apa, Kak Sagara! Aku masih bisa mengatasinya!" sahut Rawindra. Walaupun terlihat kalau Rawindra terdesak hebat oleh serangan pedang gadis berpakaian merah yang penuh kemarahan ini, pemuda ini tetap tenang dan masih bisa berbicara dengan Sagara. Kondisi ini semakin membuat gadis berpakaian merah ini marah besar dan meningkatkan serangannya. Saat mulai terdesak hebat, kekuatan tersembunyi Rawindra muncul dan mementalkan gadis berpakaian merah hingga beberapa langkah ke belakang dengan pedangnya yang terlepas dari tangannya. "Kekuatan apa itu? Kenapa kamu bisa tiba-tiba sekuat itu?" tanya gadis berpakaian merah ini keheranan. "Kamu sudah ka
"Rawindra!" panggil Sagara saat pemuda ini hendak menuju kapal yang akan membawa mereka ke Pulau Pedang. "Kak Sagara! Mana Adista?" tanya Rawindra. "Aku di sini, Windra!" sahut Adista yang kewalahan membawakan barang-barang Sagara. "Hahaha! Sini aku bantu!' ujar Rawindra sambil membantu mengangkat barang-barang yang tadi dibawa Adista. Kapal yang mengangkut peserta seleksi Perguruan Pedang Patah ini sangat besar karena mengangkut banyak peserta seleksi yang juga berasal dari daerah-daerah sekitar Desa Matahari. "Berapa lama perjalanan dengan kapal ini?" tanya Rawindra. "Hanya beberapa jam saja kalau tidak salah, tapi pemandangan lautnya sangat indah! Itu yang pernah kudengar dari peserta seleksi sebelumnya yang telah pulang ke Desa Matahari!" sahut Adista. "Wah! Ramai sekali!" seru Rawindra yang mulai merasa kecil di antara banyaknya pesrta seleksi yang cukup sempurna yang mungkin akan dihadapinya saat seleksi di Pulau Pedang. Untungnya, perjalanannya cepat dan terasa menyenan
Seleksi Perguruan Pedang Patah akhirnya resmi dimulai.Perguruan Pedang Patah sangat ramai dipadati seluruh peserta seleksi Perguruan Pedang Patah yang berasal dari berbagai negeri.Ketenaran Jurus Pedang Patah membuat seluruh kalangan ingin mempelajari jurus pedang sakti ini, yang uniknya hanya bisa dipelajari di perguruan ini.Apabila ada yang mencoba meniru Jurus Pedang Patah dan mempelajarinya, maka jurus yang terbentuk tidak akan sama.Keunikan Jurus Pedang Patah ini membuat ruang seleksi dipenuhi anak-anak muda yang berumur antara 15 tahun sampai 18 tahun yang merupakan batas usia pendaftaran seleksi Perguruan Pedang Patah ini."Lihat! Ada orang cacat mau ikut seleksi!" teriak seorang pemuda yang berpakaian rapi terhadap Rawindra yang sedang mengikuti seleksi."Kenapa kamu nekad mengikuti seleksi Perguruan Pedang Patah ini, pemuda tangan satu?" tanya salah satu peserta seleksi terhadap Rawindra dengan sinis."Apa ada aturannya kalau pemuda cacat tidak boleh mengikuti seleksi?" t
"Pertandingan berikutnya akan mempertemukan Pendekar Tangan Satu Rawindra melawan Pendekar Pulau Tengkorak Raditya!" seru petugas seleksi."Giliranmu, Windra! Jangan sampai kalah!" seru Sagara."Semangat, Windra!" teriak Adista.Rasa gugup mulai menghinggapi Rawindra begitu namanya dipanggil untuk mengikuti seleksi pertandingan.Apalagi saat dia melihat lawannya, Raditya.Ternyata Raditya ini adalah pemuda berpakaian rapi yang menghina Rawindra sebelumnya."Ketemu lagi Pendekar Cacat! Aku akan menghabisimu dalam satu pukulan saja! Kekasihmu tidak akan bisa melindungimu kali ini!" ancam Raditya."Jangan hiraukan dia, Rawindra! Ayo, kamu bisa!" seru Adista."Aku tidak takut padamu! Biasanya hanya pengecut yang berani menindas orang cacat!" seru Rawindra.HAHAHA ...Suara tertawa peserta seleksi semakin membuat kebencian Raditya bertambah terhadap Rawindra."Bertingkah sekali kamu, pemuda cacat! Dasar tangan buntung!" hina Raditya."Lebih baik diriku apa adanya, daripada Pendekar Pulau T
Sebuah bayangan berkelabat turun dari atas pepohonan.Raditya berhasil membawa Rawindra ke dalam Hutan Terlarang yang tidak boleh dimasuki oleh anggota Perguruaan Pedang Patah.Sosok perempuan berpakaian hijau dengan rambut panjang tergerai menambah anggunnya pendekar wanita ini. Hanya saja perempuan ini menggunakan cadar yang menutupi sebagian wajahnya selain topi caping yang menutupi kepalanya."Ternyata hanya pendekar wanita yang suka ikut campur urusan orang lain!" seru Raditya."Aku sudah muncul! Lepaskan pemuda itu! Dia haarus bertanding besok!" sahut perempuan misterius ini."Pergi saja, kau! Jangan ganggu kesenanganku untuk menyiksa pemuda cacat ini! Dia telaah mempermalukanku ... sudah sepantasnya aku membalas penghinaannya ini!" usir Raditya."Kau melanggar janjimu, Raditya! Aku tidak suka orang yang melanggar janji!" seru perempuan misterius ini.Rawindra yang masih terikat dan tertutup kepalanya oleh kantong kain ini berharap perempuan misterius ini bisa melepaskan dirinya
"WINDRA!"Terdengar oleh Pendekar Tangan Satu ini suara Adista yang sangat dikenalnya."Adista?" tanyanya."Kamu tidak apa-apa, Windra? Siapa yang mengikatmu di sini?" tanya Adista."Kenapa kalian bisa tahu kalau aku ada di Hutan Terlarang ini?" tanya Rawindra.Adista dengan cekatan melepaskan semua ikatan di tubuh Rawindra."Kami mendapat pesan misterius dari orang tidak dikenal yang meminta kami untuk memeriksa Hutan Terlarang!" saahut Adista."Kak Sagara tidak ikut?" tanyaa Rawindra."Tuan Muda memeriksa Hutan Terlarang lainnya karena ada beberapa hutan terlarang di Pulau Pedang ini!" jelas Adista.Gadis ini memeriksa kondisi tubuh Rawindra yang lemah dan memberikan minum kepadanya yang kehausaan berat."Apa kamu melihat adanya pendekar wanita misterius di Pulau Pedang ini saat mencariku?' tanya Rawindra."Apa pendekar wanita misterius ini yang menculikmu?' tanya Adista."Bukan! Kamu tahu siapa yang menculikku?' tanya balik Rawindra."Tidak mungkin pengecut itu berani menculikmu!'
Amara yang marah besar langsung berubah menjadi rasa kasihan saat melihat keadaan Shen Long. Tubuhnya kurus kering dan menderita semacam penyakit misterius yang sulit untuk disembuhkan."Kaisar Agung benar-benar menghukum berat Kaisar Naga yang gagal memenuhi perintahnya. Ada sebabnya Shen Long memberikan Kitab Jari sakti dan Pedang Naga Api ... itu semua atas perintah ayahmu, Amara."Aisya baru menjelaskan kondisi yang sebenarnya saat mereka menemui Shen Long yang lumpuh dan tidak mampu untuk bergerak sama sekali."Sadis sekali Kaisar Agung itu ... kenapa dia memburuku, Aisya?" tanya Rawindra."Aku tidak tahu, Windra ... semua itu ada hubungannya dengan masa lalumu yang terlupakan! Aku hanya diperintahkan ke Kota Pendekar ini untuk menahanmu tinggal di sini sampai ayah datang menemuimu, tapi aku tahu kalau Kaisar Agung berniat jahat padamu sehingga aku harus melanggar perintah ayah!" sahut Aisya."Lebih baik kita segera pergi dari Alam Lelembut ini, Windra ... Kaisar Agung masih membu
"Begini Aisya ... aku dan Windra sudah memutuskan akan mengajakmu untuk pergi bersama ke Alam Manusia. Apa kamu berminat untuk pergi bersama kami?" tanya Amara.Aisya menaikkan sedikit bibirnya dengan dahinya yang berkerut seolah sedang berusaha mencerna ucapan Amara. "Aku tidak mengerti maksudmu, Amara! Untuk apa aku ikut dengan kalian? Bukankah kalian ini pasangan suami-istri?" ujarnya."Benar, Aisya ... kamu masih belum mengerti juga? Apa kamu benar-benar mencintai Windra?" tanya Iblis Amara sekali lagi dengan tegas."HAH!"Aisya benar-benar tidak mengerti maksud pembicaraan dari Iblis Amara. Hal ini membuat kesal Amara."Ya sudah kalau tidak mau ikut! Aku hanya tidak ingin Windra menyesal telah meninggalkanmu di Kota Pendekar ini. Kemungkinan kecil untuk Windra kembali lagi ke Alam Iblis ini walaupun dia menginginkannya," ujar Iblis Amara."Apa sebenarnya maksudmu, Amara? Jangan bertele-tele dan membingungkan ... langsung saja ke pokok permasalahan!" tegur Aisya."Hufh! Baiklah, a
Gadis yang barusan datang ini sangat cantik dan anggun sekali. Walaupun wajahnya cantik jelita, tapi ketegasannya membuat anak buahnya takut terhadapnya."Nona ... gembel-gembel ini telah berani mengacau di tempat Nona! Seharusnya kita tidak memberi ampun terhadap mereka!" seru salah satu penjaga gerbang Balai Lelang ini.PLAAAK!Sebuah tamparan keras diterima oleh penjaga pintu gerbang ini. "Siapa lagi yang berani mengatakan tamu kita ini, gembel?" hardik gadis cantik ini.Peri Houri dan Roh Athalia dibuat bingung oleh sikap gadis muda yang cantik ini, tapi tidak demikian dengan Iblis Amara."Aisya ... kamu tambah cantik saja! Windra pasti semakin terpikat olehmu!" seru Iblis Amara.Sikap bersahabat Iblis Amara membuat peri Houri dan Roh Athalia keheranan. Hal yang sama juga dialami oleh penjaga gerbang Balai Lelang."Kalian semua memang pantas dipecat! Sudah bertemu Tuan Besar kalian, masih saja tidak memberi salam hormat dan minta maaf!" teriak Aisya kepada belasan penjaga gerbang
Kota Pendekar begitu megahnya saat Rawindra bersama istri dan sahabat naga-nya tiba di kota yang telah mengalami perubahan besar ini.Tidak ada bekas ledakan dan kejadian besar yang menewaskan setengah penduduk Kota Pendekar ini. Kota ini seakan tidak pernah terusik oleh kejadian besar apapun.Tidak ada lagi pembagian distrik seperti sebelumnya, bahkan tidak ada lagi penjaga di perbatasan kota ini. Semua penghuni Alam Lelembut bebas untuk keluar-masuk Kota Pendekar tanpa perlu melalui gerbang pemeriksaan seperti sebelumnya."Wah! Siapa yang membangun kembali Kota Pendekar ini? Sangat indah sekali!" kata Rawindra yang takjub dengan bangunan-bangunan baru yang sanggup dibangun dalam waktu yang cukup singkat."Apa Kak Shen Long masih memerintah di Kota Pendekar ya?" tanya Iblis Amara. Dewi Iblis ini menyinggung tentang kaisar Naga yang sebenarnya menjadi sumber masalah kehancuran Kota Pendekar dengan menyerahkan Kitab Jari Sakti dan Pedang Naga Api kepada dirinya dan Amara."Kaisar Naga,
Kemampuan Rawindra yang sudah mencapai tingkat tertinggi dalam ilmu pendekar, kultivasi, dan magis membuatnya tanpa kesulitan membuka kunci ingatan yang telah disegel oleh kekuatan magis Iblis Mikaela.Wajah Rawindra yang awalnya tampak tenang mulai terlihat pucat pasi dengan wajah yang penuh kepanikan saat berusaha mengingat kejadian masa lalunya bersama Iblis Mikaela.Berbagai kilasan kejadian masa lalu yang terus lalu lalang dalam ingatannya ini membuat Rawindra terkejut sekaligus bingung dengan kejadian yang awalnya sama sekali tidak diingatnya sama sekali ini."Kenapa, Kaela? Kenapa kau lakukan ini?" ujar Rawindra dengan wajah penuh penyesalan."Apa Ryder sudah ingat semua kejadian bersama Ryder Mikaela?" tanya Naga Hitam."Apa yang telah terjadi, Windra?" tanya Iblis Amara yang baru pertama kali melihat kepanikan dalam diri Rawindra. Dia tidak mengerti apa yang telah terjadi, tapi perasaannya sebagai wanita mengatakan kalau telah terjadi sesuatu antara Rawindra dengan Mikaela ya
Belum sempat Dewa Iblis membalas ucapan Iblis Rawindra, tiba-tiba terasa sesuatu yang dingin menerpa lehernya.CLASH!Satu tebasan dari Pedang Iblis Api mengakhiri hidup Dewa Iblis untuk selama-lamanya. Iblis Rawindra benar-benar membuat Dewa Bodhisatva tidak akan mampu lagi untuk inkarnasi ataupun reinkarnasi dengan kemampuan Immortal-nya.Walaupun Pedang ini berkobar api tapi bisa terasa dingin di leher Dewa Iblis,yang menunjukkan kehebatan Iblis Rawindra untuk mengendalikan elemental api sesuai keinginannya.Roh Kultivasi di dalam diri Dewa Bodhisatva ini turut dihancurkan oleh kekuatan Iblis Rawindra, sehingga tidak akan lahir lagi Dewa Bodhisatva baru hasil inkarnasi dan reinkarnasinya.Roh Dewa Bodhisatva juga turut hancur karena setelah menebaskan Pedang Iblis Api pada bagian leher Dewa Bodhisatva, Iblis Rawindra juga menusukkan Pedang Iblis Petir ke dalam tubuh Dewa Iblis untuk menghancurkan semua spirit dan kemampuan spiritual yang terdapat di dalam tubuhnya.Mata Dewa Iblis
Dewa Bodhisatva tetap memandang angkuh ke arah Rawindra. Dia tidak gentar sedikit pun terhadap Pendekar Tangan Satu ini."HA-HA-HA! Kamu belum lihat kemampuanku yang sebenarnya, Tangan Satu!" serunya dengan penuh keangkuhan."Kemampuan apalagi yang kamu miliki, Bodhisatva? Kamu tidak ubahnya seperti penjahat yang menyamar menjadi dewa ... haus kekuasaan dengan menghabisi dewa lainnya!" hasut Rawindra.Dewa Bodhisatva tidak menjawab pertanyaan Rawindra, tapi tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat. "Aku telah mempelajari Kultivasi Kegelapan yang membuatku bisa beruba wujud menjadi Dewa Iblis yang tak terkalahkan!" serunya.Aura hitam yang keluar dari dalam tubuh Dewa Bodhisatva ini membungkus tubuhnya dengan rapat sampai wujudnya tidak kelihatan lagi."Bersiaplah untuk mati, Tangan Satu!" Hanya terdengar suara sombong dari Dewa Bodhisatva saat tubuhnya terbungkus habis oleh aura hitam yang juga melindunginya dari serangan lawan apabila Rawindra memutuskan untuk menyerangnya.Namun, Pendekar
Peri Houri langsung mengeluarkan jurus pamungkasnya yaitu 8 Jurus Peri Iblis untuk satu tujuan, yaitu menghabisi Roh Shivya agar tidak mengacau lagi di Alam Lelembut."Peri Iblis Pemusnah!"Peri Iblis Pemusnah memiliki daya magis yang tinggi karena rata-rata peri iblis mempelajari ilmu sihir untuk jurus bela diri mereka. Sesuai namanya, serangan ini akan memusnahkan apa saja yang tersentuh oleh aura magis yang berwarna hitam.Roh Shivya juga menyadari situasi ini sehingga dia berusaha untuk melawan Peri Houri juga dengan jurus terkuatnya."Roh Tanpa Jiwa!"Tubuh Roh Shivya seakan membelah diri menjadi beberapa sosok roh yang menyerupai Roh Shivya. Seluruh Roh Shivya ini maju menyerang Peri Houri yang terus menerus mengeluarkan aura hitam pemusnah ini.Menyadari serangan yang berbahaya dari beberapa Roh Shivya ini, Peri Houri mulai mengeluarkan jurus kedua. "Peri Dewa Abadi!"Teknik bela diri yang menitik beratkan pada pertahanan ini membuat Peri Houri diselubungi lingkaran bola cahaya
# Peri Houri vs Roh Shivya # Roh Shivya bergerak dengan cepatnya bagaikan melayang cepat di angkasa menuju ke daratan. Phoenix Hitam yang berusaha menerjang Roh Shivya ini hanya mengenai tempat kosong saja karena gesitnya pergerakan roh ini."Aku menantangmu pertarungan satu lawan satu, Peri! Kalau kau berani, silahkan turun ke sini untuk bertarung denganku ... bukannya mengandalkan Black Phoenix bodohmu itu!" seru Roh Shivya.Peri Houri masih berada di atas Black Phoenix, lagi memikirkan tantangan dari Roh Shivya ini apakah pantas diladeni atau tidak."Sudah kalah, masih bertingkah! Kamu memang harus dihajar, Shivya!" sahut Peri Houri."Hihihi ... kalau berani turun ke sini! Jangan suruh burung hitam itu terus memburuku!" tantang Roh Shivya lagi.Peri Houri tahu kalau Roh Shivya sudah berada di ujung tanduk. Hanya mengandalkan Black Phoenix maka lambat laun dia akan dikalahkan karena Rajawali Hitam yang menyertainya kini sudah menghilang dan meninggalkannya sendirian."Menyerah sa