Ketika Takeshi akhirnya membuka mata, dia menemukan dirinya terbaring di atas tempat tidur yang nyaman di ruang perawatan Dojo. Di sekitarnya, para pendekar yang merawatnya berdiri dengan sikap yang ramah, meskipun mereka tidak mengenal Takeshi."Selamat datang kembali," sapa salah satu pendekar dengan senyum hangat. "Kamu tampak lebih baik. Bagaimana perasaanmu?"Takeshi mengangguk sopan, merasakan tubuhnya yang telah pulih. "Terima kasih atas perawatan nya," jawabnya dengan rendah hati. "Aku merasa jauh lebih baik sekarang. Terima kasih atas semua yang telah kalian lakukan untukku."Para pendekar mengangguk, memberikan senyuman penghiburan. "Kami hanya melakukan apa yang bisa kami lakukan," ujar salah satu dari mereka dengan ramah. "Kami senang bisa membantu. Semoga kamu pulih sepenuhnya segera."Takeshi mengingat dia belum memperkenalkan di, lalu segera duduk dan memperkenalkan diri. "Aku minta maaf belum memperkenalkan diri, namaku Takeshi. orang yang suatu saat akan menjadi pende
Di bawah bimbingan guru Fujiwara, Takeshi dan Yuki mulai berlatih bersama. "Baiklah, mari kita mulai dengan teknik dasar," kata guru Fujiwara sambil menunjukkan gerakan pedang yang benar.Takeshi dengan sabar mengamati gerakan itu dan kemudian melakukannya dengan cermat. "Seperti ini, Yuki," kata Takeshi sambil memperagakan gerakan itu, berusaha membantu Yuki memperbaiki tekniknya.Setiap pagi dan sore, mereka berdua menghabiskan waktu berlatih di halaman Dojo. Takeshi memperhatikan dedikasi dan semangat Yuki yang luar biasa dalam mengejar mimpinya menjadi seorang pendekar pedang. "Kau sangat berbakat, Yuki. Aku yakin suatu hari nanti kau akan menjadi pendekar pedang yang hebat," kata Takeshi dengan penuh keyakinan.Yuki tertawa, dengan penuh semangat dia berkata, "tentu saja! Aku adalah wanita pertama yang akan menjadi pendekar pedang terkuat di dunia." Katanya dengan nada tinggi.Takeshi hanya tersenyum melihatnya, dia merasakan perasaan yang tidak biasa saat bersama Yuki.Di sampin
Shingetsu duduk di tengah kamp nya, wajahnya terlihat tenang namun matanya menyala dengan kegilaan yang dalam. Anak buahnya yang melihat Kuro tewas di tangan Takeshi akhirnya dipanggil ke hadapannya."Datanglah padaku," desis Shingetsu dengan suara yang berat namun tenang.Anak buahnya mendekat, hatinya berdebar-debar. Dia tahu bahwa melaporkan kegagalan akan berakibat fatal, namun menyembunyikan kebenaran juga bukanlah pilihan yang aman di hadapan Shingetsu."Kuro... dia telah mati, tuan," ucap anak buahnya dengan suara gemetar.Shingetsu tidak langsung bereaksi, matanya menatap anak buahnya dengan tatapan tajam yang menusuk jiwa. Kemudian, dia tersenyum. Senyuman itu menyiratkan kepuasan yang mengerikan, seolah-olah kematian Kuro adalah bagian dari rencananya yang lebih besar."Kematian adalah bagian dari permainan kita, bukan?" kata Shingetsu dengan suara yang rendah, tapi penuh kekuatan. "Tetapi Takeshi... anak itu berani sekali. Dia melawan Kuro, dan membunuhnya."Anak buah itu m
Setelah pertemuan dengan Minamoto Haruo dan guru Fujiwara, Takeshi kembali ke ruang latihan Dojo dengan hati yang dipenuhi dengan perasaan campuran. Di dalam keheningan ruangan, di antara suara desiran angin yang lembut, dia duduk di atas dipan kayu, meletakkan katana pusakanya di depannya.Dalam keheningan, Takeshi merenungkan pertarungan tadi. Dia merasa terhormat bisa bertemu dengan Minamoto Haruo, salah pendekar pedang yang hebat. Namun, kehadiran Minamoto juga menimbulkan perasaan was-was di dalam dirinya. Apakah dia sudah cukup siap untuk menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan?Pikirannya melayang ke masa lalu, mengingat pelatihan keras yang dia jalani di Dojo Byakko Battodo. Dia memikirkan guru-gurunya yang bijaksana dan nasihat-nasihat mereka yang tak terlupakan. 'Apakah aku sudah cukup baik?' pikirnya. Takeshi merenung tentang arti sejati dari kekuatan dan keberanian, dan perasaan hormatnya terhadap seni bela diri pedang.Kemudian, dalam keheningan meditasi, Take
Setelah kejadian yang menegangkan dengan serangan Ryuga, Takeshi merasa perlu untuk mengambil sedikit waktu untuk melepaskan ketegangan dan memulihkan diri. Dia berjalan keluar dari ruang latihan Dojo, mencari udara segar di luar. Di halaman Dojo, dia bertemu dengan Yuki.Yuki tersenyum ramah saat melihat Takeshi. "Hai, Takeshi! Bagaimana keadaanmu?"Takeshi membalas senyuman Yuki. "Yuki, Aku baik-baik saja, terima kasih. Sedang apa kamu di sini?"Yuki mengangguk ke arah pintu gerbang Dojo. "Aku berpikir untuk pergi ke pasar dan membeli beberapa bahan makanan untuk Dojo. Maukah kamu ikut denganku?"Takeshi mengangguk setuju. "Tentu saja, Yuki. Aku akan senang bisa membantumu."Mereka berdua kemudian berjalan bersama-sama menuju pasar yang ramai. Di sepanjang jalan, Yuki menceritakan berbagai hal yang terjadi di Dojo dan di sekitar kota. Takeshi mendengarkan dengan antusiasme, menikmati kehangatan dan keceriaan Yuki.Ketika mereka sampai di pasar, suasana ramai dan riuh membuat Takeshi
Guru Fujiwara mengambil nafas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. "Shingetsu adalah ancaman yang serius bagi kedamaian dan keamanan di wilayah kita," ucapnya dengan serius. "Dia adalah pemimpin dari kelompok Yami yang telah lama menjadi musuh kita."Masahiro tampaknya menangkap beratnya situasi. "Apa yang kita tahu tentang Shingetsu dan kelompoknya?" tanyanya, ingin memahami lebih dalam tentang lawan mereka.Guru Fujiwara menjelaskan dengan rinci tentang sejarah Shingetsu dan kelompok Yami. Dia menceritakan bagaimana mereka telah lama menjadi ancaman bagi Dojo dan wilayah sekitarnya, melakukan berbagai tindakan kejahatan untuk mencapai tujuan mereka yang jahat.Takeshi, yang telah mendengar tentang reputasi buruk Shingetsu, merasa semakin termotivasi untuk bertindak. "Kami tidak boleh membiarkan Shingetsu dan kelompoknya merusak perdamaian dan keamanan di wilayah ini," ucapnya dengan tegas.Masahiro juga menyatakan kesediaannya untuk berkontribusi dalam memerangi Shingetsu. "Diriku b
Masahiro dan Guru Fujiwara memandang satu sama lain sebelum Guru Fujiwara mulai menjelaskan. "Katana pusaka memiliki kekuatan yang jauh melampaui katana biasa," kata Guru Fujiwara dengan serius. "Mereka tidak hanya merupakan senjata fisik, tetapi juga memancarkan aura spiritual yang kuat.""Katana pusaka sering kali terkait dengan sejarah dan legenda yang kaya," tambah Masahiro. "Mereka memiliki kekuatan magis yang dapat memberikan kekuatan ekstra kepada pemiliknya dalam pertempuran."Guru Fujiwara mengangguk setuju. "Tidak semua orang dapat menguasai kekuatan katana pusaka dengan benar. Itu membutuhkan kesabaran, kebijaksanaan, dan keberanian yang luar biasa. Katana pusaka membutuhkan penghormatan dan keterikatan yang dalam dari pemiliknya."Takeshi mendengarkan dengan penuh perhatian, mencoba memahami lebih dalam tentang kekuatan yang terkandung dalam katana pusakanya. "Jadi, bagaimana aku bisa menggunakan kekuatan katana pusaka ini dengan benar?" tanyanya.Guru Fujiwara tersenyum.
Takeshi, yang awalnya merasa ragu tentang keputusan Yuki untuk ikut bertarung, memutuskan untuk menyatakan keberatannya kepada guru Fujiwara. Meskipun dia menghormati semangat dan kesetiaan Yuki, dia merasa bahwa pertempuran melawan Shingetsu dan kelompok Yami akan menjadi sangat berbahaya, terutama bagi seseorang yang bukan pendekar."Dia tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam pertempuran seperti ini," kata Takeshi kepada guru Fujiwara dengan serius. "Kami tidak boleh membawa dia ke dalam bahaya yang tidak perlu."Guru Fujiwara mendengarkan kekhawatiran Takeshi dengan cermat, tetapi dia juga memahami bahwa setiap anggota Dojo Hiten Ryu memiliki peran penting dalam pertempuran yang akan datang. Dengan penuh perhatian, dia menjawab, "Takeshi, saya mengerti kekhawatiranmu. Namun, Yuki adalah bagian tak terpisahkan dari tim ini, dan dia telah menunjukkan semangat yang luar biasa. Saya yakin dia akan berjuang dengan tekad yang sama kuatnya seperti kita semua. Lagi pula dia juga punya