Setelah berbulan-bulan menghabiskan waktu di Dojo Hiten Ryu, Takeshi akhirnya merasa panggilan dari masa lalunya. Meskipun mencintai murid-muridnya dan nilai-nilai yang ditanamkan di Dojo Hiten Ryu, ada sesuatu yang memanggilnya kembali ke Dojo Byakko Battodo, tempat di mana petualangan pedangnya dimulai.Dengan berat hati, Takeshi mengumpulkan murid-muridnya dan memberi tahu mereka tentang keputusannya untuk pergi. Meskipun sedih meninggalkan mereka, mereka memahami bahwa panggilan hati Takeshi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari."Danzo, Hiroshi, Yuki, dan semua murid yang terhormat," kata Takeshi dengan suara yang penuh rasa. "Saya telah memutuskan untuk kembali ke Dojo Byakko Battodo, tempat perjalanan pedang saya dimulai. Namun, saya akan selalu mengingat dan menghormati nilai-nilai yang telah kita pelajari bersama di sini."Murid-muridnya mengangguk dengan penuh pengertian, meskipun kehilangan Takeshi adalah hal yang menyedihkan bagi mereka.Hiroshi, dengan rasa hormatnya
Setelah beberapa saat menghabiskan waktu bersama Hiroshi dan merasakan kembali suasana Dojo Byakko Battodo, Takeshi merasa sudah waktunya untuk bertemu dengan gurunya, Katsuo. Katsuo adalah sosok yang sangat dihormati dan telah memainkan peran penting dalam membentuk Takeshi menjadi pendekar seperti sekarang. Takeshi mendengar bahwa Katsuo kini berusia 58 tahun dan ingin mengetahui kabarnya.Suatu sore, ketika sinar matahari menerobos melalui daun-daun pohon sakura, Takeshi berjalan menuju rumah kecil di ujung dojo, tempat Katsuo tinggal. Ketukan pelan di pintu diikuti oleh suara berat namun lembut yang mempersilakan masuk. Takeshi masuk dan melihat gurunya duduk di lantai tatami, dikelilingi oleh buku-buku kuno dan gulungan-gulungan yang penuh dengan ajaran seni pedang.Katsuo mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar ketika melihat Takeshi. "Takeshi! Aku sangat senang melihatmu kembali," katanya dengan nada suara penuh kehangatan.Takeshi membungkuk hormat, matanya berbinar melihat g
Takeshi merasa terkejut namun juga terhormat dengan tawaran tersebut. Dia memandang ke sekeliling, melihat wajah-wajah penuh harapan dan semangat dari para murid yang kini menantikan jawabannya. Dia merasakan ikatan yang kuat dengan dojo ini, tempat di mana dia tumbuh dan belajar menjadi pendekar sejati.Setelah beberapa saat merenung, Takeshi menatap gurunya dengan penuh tekad. "Guru Katsuo, saya merasa sangat terhormat dengan tawaran ini. Saya akan dengan senang hati menerima tanggung jawab sebagai guru di Dojo Byakko Battodo dan berusaha untuk membimbing murid-murid kita dengan sebaik mungkin."Kerumunan murid-murid bersorak gembira, dan Hiroshi, yang berdiri di dekatnya, menepuk bahu Takeshi dengan bangga. Kaito juga tersenyum tulus, menyadari bahwa dojo ini akan mendapat manfaat besar dari bimbingan Takeshi.Katsuo mengangguk dengan penuh penghargaan. "Bagus, Takeshi. Aku yakin kau akan menjadi guru yang luar biasa. Mari kita bersama-sama memastikan bahwa Dojo Byakko Battodo teta
Sore itu, Takeshi kembali ke dojo dengan semangat yang diperbarui. Dia bertemu dengan Hiroshi yang sedang berlatih sendirian. Melihat sahabatnya berlatih dengan tekun, Takeshi merasa bahagia memiliki teman yang selalu mendukungnya."Hiroshi," panggil Takeshi, "mari kita berlatih bersama."Hiroshi tersenyum dan mengangguk. "Tentu, Takeshi."Mereka berlatih bersama, berbagi teknik dan strategi, sambil mengingat masa lalu dan merencanakan masa depan. Takeshi merasa lebih kuat dengan dukungan Hiroshi dan murid-murid lainnya. Dia tahu bahwa perjalanan ini bukanlah perjalanan yang dia lakukan sendirian.Menjelang senja, ketika latihan selesai, Takeshi mengumpulkan murid-muridnya. Cahaya matahari senja memancar melalui jendela dojo, menciptakan suasana yang tenang dan indah. Takeshi menatap mereka dengan penuh rasa bangga."Kalian semua telah berlatih dengan sangat baik," kata Takeshi. "Ingatlah bahwa menjadi seorang pendekar bukan hanya tentang menguasai teknik bertarung, tetapi juga tentan
Di sebuah desa kecil yang terhampar di lereng gunung, hiduplah seorang pemuda bernama Takeshi. Dari kecil, Takeshi telah dibesarkan di Dojo kecil yang bernama "Byakko Battodo"di desa itu. Aliran Dojo yang mengutamakan kecepatan dan kekuatan, dengan gerakan-gerakan yang terinspirasi oleh harimau putih, simbol kekuatan dan keberanian. Takeshi bermimpi untuk menjadi seorang pendekar pedang yang hebat, seperti yang sering digambarkan dalam cerita-cerita legendaris yang didongengkan oleh orang tua desa.Takeshi adalah sosok yang teguh dan bersemangat, meskipun sering dianggap terlalu naif oleh rekan-rekannya yang lebih tua. Wajahnya yang penuh dengan semangat dan mata yang berbinar-binar ketika mendengar kisah-kisah pahlawan zaman dulu menjadi ciri khasnya. Namun, di balik keberaniannya, Takeshi masih belum memiliki keterampilan yang cukup untuk dianggap serius sebagai seorang pendekar.Di Dojo, Takeshi sering menjadi sasaran cemoohan dari rekan-rekannya yang lebih mahir dalam seni bela dir
Ketika bertemu dengan pedagang ramah, Takeshi merasa lega dan terbantu. "Selamat datang, pemuda," sapa pedagang tersebut dengan ramah. "Terlihat kau sedang dalam perjalanan yang panjang. Apakah kau membutuhkan tempat untuk istirahat dan makan?"Takeshi tersenyum bersahabat. "Terima kasih, Tuan. Saya benar-benar menghargainya."Saat mereka duduk bersama untuk makan, pedagang tersebut mulai bercerita tentang pengalaman hidupnya dan seni bela diri yang pernah dipelajarinya. "Kau tahu, pemuda, dalam hidup ini, kebaikan dan keberanian selalu menjadi senjata terkuat kita," katanya sambil menatap Takeshi dengan penuh pengertian.Takeshi mendengarkan dengan antusias, menyerap setiap kata dengan seksama. "Terima kasih atas nasihatnya, Tuan. Saya akan mengingatnya sepanjang perjalanan saya."Di saat petualangannya, Takeshi belajar bahwa menjadi seorang pendekar bukanlah hanya tentang kekuatan fisik atau kemampuan bela diri. Itu juga tentang keberanian, ketekunan, dan kebijaksanaan. Dan di sudut
Takeshi melangkah perlahan-lahan di dalam gua yang semakin gelap, memperhatikan setiap langkahnya untuk menghindari jebakan atau bahaya yang mungkin mengintainya. Di setiap tikungan, dia merasakan kegugupan yang semakin membesar di dalam dirinya, namun tekadnya tidak goyah. Dia tahu bahwa dia harus terus maju jika ingin mencapai tujuan akhirnya.Tiba-tiba, di ujung gua yang jauh, Takeshi melihat sesuatu yang memantulkan cahaya samar-samar. Dia melangkah lebih dekat dan dengan kagum melihat sebuah tatakan kayu yang dihiasi dengan indah, di atasnya terletak dua bilah katana yang berkilauan dalam cahaya remang-remang gua.'Mungkin itulah katana pusaka yang aku cari,' pikir Takeshi dengan hati yang berdebar-debar. Dia merasa seperti dia telah mencapai puncak dari perjalanannya yang panjang dan berliku.Namun, di depan katana itu berdiri seorang penjaga yang tidak biasa. Sebuah Youkai, Youkai itu muncul sebagai makhluk humanoid berpostur tinggi dengan kulit yang pucat dan bersinar di bawah
Setelah keluar dari gua, Takeshi beristirahat di bawah pohon rindang, tempat saat dia makan malam. Yukata putihnya ternodai oleh darah yang keluar dari luka lukanya.Sambil rebahan Takeshi menghembuskan nafas panjang menahan rasa sakit di kepalanya, dan berkata. "luka ini terlalu sakit." Katanya. "Aku jadi ingin menangis."Lalu dia berpikir kalau luka yang di terimanya lebih sakit dari luka yang biasa dia terima saat di bully. Perasaan senang dan sedih dirasakannya, mendapatkan katana pusaka yang membuatnya semakin percaya diri bahwa suatu saat dia akan menjadi pendekar terkuat di dunia.Takeshi menatap pedang kayu-nya, 'kalau tidak ada kau, aku mungkin sudah kalah ya, Terimakasih.' Pikir Takeshi, sambil memeluk pedang kayu-nya. Sedangkan dua katana pusakanya di taruh di pinggangnya.Setelah beristirahat cukup lama, matahari sudah semakin naik dan cuaca cerah membuat Takeshi lebih semangat untuk melanjutkan perjalanannya. Dia pergi ke desa terdekat, berjalan secara perlahan namun past