Jihan benar-benar terkejut dengan taktik ini. Tatapannya saat menatap Wira pun berubah. Dia sulit untuk memercayai kecerdasan Wira. Pria ini memang luar biasa!"Tuan, kamu hebat sekali. Idemu ini sungguh di luar nalar!" Yang dikatakan Jihan adalah fakta. Pejabat dan penasihat saja kewalahan, tetapi Wira masih bisa memikirkan ide sebagus ini. Dia menggunakan cara yang berbeda untuk memutarbalikkan situasi. Strategi ini benar-benar mengejutkan."Tapi, kami telah mengumumkan bahwa Pangeran Yahya dan Selir Agung Alina hilang. Bagaimana cara mengumumkan dekret ini lagi?" tanya Jihan yang teringat pada sesuatu.Wira tersenyum sambil menyahut, "Nggak masalah, umumkan saja. Nggak perlu membahas masalah hilangnya mereka berdua, lagi pula tujuan kita adalah menghentikan rumor. Orang pintar tentu akan paham dengan sendirinya.""Begitu dekret ini diumumkan, Keluarga Juwanto pasti langsung panik. Percayalah, ketika saatnya tiba, mereka lebih ingin Pangeran dan Selir Agung muncul di hadapan publik d
"Wah, kita benar-benar sudah salah paham pada Ratu. Kalau dia benar-benar ingin membunuh mereka, pasti dia sudah langsung menempatkan mereka ke istana pengasingan. Mana mungkin menghadiahkan mereka provinsi?""Benar, kita sudah salah paham. Memberikan satu provinsi saja sudah hal langka, ini sampai memberikan tiga provinsi. Dia benar-benar memanjakan Pangeran Yahya!""Sepertinya dia ingin memberi kompensasi pada Pangeran Yahya ....""Mau bagaimanapun, tindakan Ratu ini sangat bisa diterima. Baik tujuannya ini adalah untuk menghilangkan kendala atau apa pun, setidaknya Ratu melakukannya dengan terang-terangan. Dia nggak mau Pangeran Yahya merebut posisi, jadi langsung memberikannya tiga provinsi. Kedudukan ini ... bisa dibilang sangat memanjakan Pangeran!""Menurutku, daripada berebut posisi Raja, lebih baik dia jadi pangeran seperti sekarang saja. Seumur hidupnya bisa kaya raya dan hidup tenang!""Memang begitulah maksud Ratu. Daripada berebut kekuasaan, lebih baik jadi pangeran yang b
Ucapan Jihan ini semakin membuat ekspresi para pejabat menjadi rumit. Orang yang sudah mengerti maksud Ratu langsung tersenyum. Sementara itu, orang yang berpihak pada Keluarga Juwanto langsung merasa kesulitan."Tapi kalian tenang saja, kalau Pangeran Yahya dan Selir Agung Alina nggak tiba di Provinsi Sebra ataupun Keluarga Juwanto, aku akan tetap mengerahkan seluruh kemampuan untuk mencari Pangeran Yahya!" ujar Ratu seraya tersenyum tipis. Hanya dengan satu taktik ini, dia bisa langsung menghancurkan semua rencana Keluarga Juwanto. Perasaan ini memang sangat memuaskan!Pada saat ini, saat kabar ini terdengar di Keluarga Juwanto, ekspresi Kumar langsung menjadi muram. "Sialan! Jihan, kau benar-benar tak tahu malu!" Kumar benar-benar tidak menyangka wanita ini bisa secerdik ini dalam membalikkan situasi! Fahlefi juga ikut tercengang mendengarnya."Ayah, bagaimana sekarang ini? Jihan melemparkan semua sorotan kepada Keluarga Juwanto!"Tentu saja Kumar juga paham akan hal ini, karena it
Meski Kumar merasa tak berdaya karena dikacaukan oleh Jihan, masalah ini tidak memengaruhi hal lainnya."Ya, Yahya akan ingat!" jawab Yahya. Pada hari itu juga, Yahya mengirimkan surat ke istana. Setelah melihat surat yang dikirimkan Yahya, semua orang baru percaya dengan ucapan Ratu. Sementara itu, Wira sudah keluar dari istana menuju ke kediaman Yudha. Wira datang secara diam-diam, sehingga tidak ada orang lain yang mengetahui hal ini selain Yudha."Hahaha! Pantas saja aku tadinya masih heran kenapa Ratu bisa selugas itu. Ternyata semua ini ide Tuan Wahyudi!" kata Yudha dengan kagum saat melihat Wira."Ideku ini bagus, bukan?" tanya Wira. Yudha juga mengangguk. "Memang bagus, hanya dengan satu tindakan saja kamu memusatkan semua perhatian kepada Keluarga Juwanto. Mereka berada di posisi sulit sekarang. Hanya saja, agak berisiko juga memberi mereka 3 provinsi. Keluarga Juwanto pasti akan menggunakan kesempatan ini untuk memperluas kekuasaan!"Ucapan Yudha sangat masuk akal, Wira juga
Dirga-lah pendukung Kerajaan Nuala yang sesungguhnya! Reputasinya begitu terkenal hingga membuat semua musuh tidak berani mendekat. Sayangnya, Raja Bakir adalah penguasa yang tidak bijaksana sehingga membuat Dirga gugur. Jika Dirga masih hidup, Kerajaan Nuala mungkin tidak akan jadi seperti ini sekarang."Yudha, aku salut padamu karena bisa mengabulkan pesan terakhir dari ayahmu. Mari bersulang!" kata Wira sembari tertawa sambil meminum araknya."Tentu saja, kita harus minum sampai mabuk hari ini!" Yudha menyuruh pelayan untuk membawakan beberapa hidangan. Kemudian, keduanya mulai minum hingga puas."Tuan Wahyudi, idemu ini memang bisa menstabilkan Kerajaan Nuala. Tapi ... kamu juga harus berhati-hati!" Saat mendengar peringatan dari Yudha, Wira langsung tertawa. Sebab, dia jelas sekali dengan apa maksud Yudha. Wira memiliki kemampuan yang begitu mumpuni, takutnya Ratu juga tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Hanya saja, Wira sudah punya rencana sendiri untuk menghadapi Ratu."
"Sudahlah, jangan bicarakan masalah ini dulu hari ini," kata Wira sesaat kemudian. Mereka tidak lagi membahas masalah pemerintahan, melainkan minum arak sepuasnya. Pada dasarnya, Wira dan Yudha memang sebaya, ditambah lagi mereka saling mengagumi sehingga keduanya cepat akrab.Lagi pula, mereka tahu bahwa kesempatan ini sangat langka. Saat ini situasi sudah mulai kacau dan bahaya mengintai di mana-mana, mungkin mereka tidak akan punya kesempatan lagi untuk minum sepuasnya kelak.Waktu terus bergulir, saat ini telah tengah malam. Meski telah banyak meminum arak, kedua orang itu masih tetap bersemangat. "Ayo minum!" seru Yudha sambil kembali menuangkan arak di cangkir Wira. Kedua orang itu menenggak arak hingga habis, Yudha memandang Wira dengan tatapan berbinar."Tuan Wahyudi, aku punya sebuah hadiah untukmu." Mendengar ucapan ini, Wira hanya tersenyum sambil menatap Yudha dengan kebingungan."Hadiah? Nggak ada perayaan apa pun, kenapa tiba-tiba memberiku hadiah?"Yudha tidak menjawabny
Setelah berkata demikian, sorot mata Yudha tampak sangat puas. Setelah tersenyum sejenak, Wira juga merasa sangat bersyukur. Di bawah cahaya bulan, kedua orang itu berlatih teknik tinju sambil minum arak semalam. Tanpa sadar, pagi telah tiba.Pada saat ini, Sigra sedang duduk di ruang kerjanya. Setelah mengetahui hal ini, dia jadi tampak kaget. Farrrel memasuki ruangan tersebut dan merasa lucu saat melihat ekspresi ayahnya. "Ayah, Keluarga Juwanto benar-benar rugi besar kali ini. Tak disangka Bibi pintar juga!"Mendengar penuturan Farrel, Sigra juga tersenyum sejenak. "Takutnya, ini bukan ide dari bibimu."Begitu ucapan itu dilontarkan, Farrel merasa bingung. "Apa maksudnya?"Sigra menjawab, "Dua hari yang lalu, ada seseorang yang memasuki ibu kota dan bergegas ke tempat Ratu. Mata-mata kita nggak melihat jelas siapa orang itu sebenarnya, tapi dia melihat orang itu berganti pakaian dan pergi ke kediaman Yudha."Farrel langsung tersentak mendengar ucapan ayahnya. "Ayah, maksudmu ...." T
Sigra hanya bisa tertawa menanggapinya. Hanya dia sendiri yang tahu apakah dia benar-benar bisa tenang menghadapi semua ini. Setelah selesai menangani urusan di ibu kota, sudah saatnya Wira pergi meninggalkan tempat ini. Hanya saja, Jihan masih merasa tidak rela."Tuan, aku tahu kemampuanmu sangat hebat. Kalau kamu bersedia membantuku, aku akan memberimu gelar sebagai penasihat agung untuk melayani Putra Mahkota. Kelak, kamu juga bisa menjadi pemimpin dari semua pejabat!" pinta Jihan mencoba membujuknya.Penasihat yang memimpin semua pejabat bukanlah posisi yang bisa dimiliki oleh orang awam. Bahkan, sebagian besar pejabat tidak berkompeten untuk menduduki posisi ini. Wira merasa agak kaget, dia tidak menyangka Ratu akan setulus ini. Hanya saja ....Wira tetap menolak dengan halus, "Yang Mulia Ratu, saya mengerti niat baik Anda. Tapi saya tidak berminat dalam masalah pemerintahan ataupun menjadi pejabat. Saya adalah orang yang bebas dan suka hidup bersenang-senang.""Tapi Yang Mulia Ra
Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y
Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk
Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang
Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun
Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak.Melihat tidak ada yang berbicara, Wira langsung mengalihkan pandangannya pada Nafis dan Hayam. Saat Agha berniat memimpin pasukan, dia langsung memberikan lima ribu pasukan. Sementara itu, dia merasa Adjie lebih cocok menjadi penasihat militer dan kurang berpengalaman dalam memimpin pasukan di medan perang. Namun, pada saat kritis, Adjie tetap bisa diandalkan.Setelah berpikir sejenak, Wira berkata sambil menatap Nafis dan Hayam, "Bagaimana dengan kalian berdua? Siapa yang bersedia memimpin pasukan?"Nafis dan Hayam langsung saling memandang.Setelah berpikir sejenak, Hayam tersenyum dan berkata, "Tuan, lebih baik aku tetap memimpin 500 pasukan. Kamu juga tahu aku lebih cocok dengan tugas seperti menyergap dan membunuh diam-diam ini. Kalau urusan bertempur, lebih baik orang lain yang menanganinya saja.""Menurutku, lima ribu pasukan yang tersisa ini lebih baik langsung serahkan pada Nafis saja. Tuan sendiri juga sudah lihat bagaima
Saat ini, Wira tidak bersemangat untuk bersenang-senang dengan para prajurit lainnya. Dia khawatir bagaimana mereka harus menghadapinya jika pasukan utara kembali menyerang.Pada saat itu, Latif langsung masuk ke dalam tenda itu. Melihat Wira yang masih sibuk, dia maju dan berkata, "Tuan, kita sudah berhasil merekrut beberapa pengungsi untuk bergabung dengan pasukan kita. Sekarang jumlah pasukan di barak pusat sudah hampir mencapai 15 ribu orang."Wira merasa terkejut saat mendengar kabar jumlah pasukan sudah sebanyak itu. Menurutnya, lima sampai enam ribu pasukan saja sebenarnya sudah cukup. Namun, dia tidak menyangka jumlah pasukannya bisa meningkat menjadi puluhan ribu orang setelah merekrut para pengungsi itu.Memikirkan hal itu, Wira tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, urusan lain akan menjadi lebih mudah. Tapi, sekarang kita harus mencatat jumlah pasukan kita dengan detail dulu. Sebenarnya 15 ribu orang termasuk terlalu banyak, kita harus membagi mereka agar lebih mudah diatur.
Mendengar perkataan Trenggi, Wira merasa saran itu sangat masuk akal. Setelah berpikir sebentar, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata dengan pelan, "Kalau kita melakukan ini, sepertinya akan cukup merepotkan. Bagaimana kondisi para pengungsi itu sekarang?"Trenggi baru teringat sesuatu saat mendengar pertanyaan itu dan berkata, "Tempat tinggal untuk para pengungsi itu sudah mulai diatur, sepertinya mereka sangat dendam pada pasukan utara."Mendengar laporan itu, Wira menganggukkan kepala. Dia berpikir jika para pengungsi itu memang membenci pasukan utara, dia mungkin bisa langsung merekrut mereka menjadi pasukannya. Dengan begitu, semuanya akan menjadi lebih mudah.Namun, ada masalah lain yang lebih merepotkan, yaitu para pengungsi itu sulit untuk diatur. Jika ditangani dengan baik, hal ini justru akan menimbulkan kekacauan.Pada saat itu, Wira pun berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku serahkan tugas ini pada kalian. Pertama-tama, harus mengatur kembali para pengungsi ini dulu
Mendengar perkataan itu, semua orang tersenyum. Beberapa saat kemudian, orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun perlahan-lahan berkata, "Sebelumnya kita nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, sepertinya semuanya berjalan dengan baik. Hanya saja, nggak disangka kita akan meraih kemenangan besar ini dengan begitu mudah."Kebanyakan orang yang mendengar perkataan itu juga ikut tersenyum.Setelah orang-orang itu selesai berbicara, Wira yang berada di samping pun tersenyum dan berkata, "Baiklah. Percepat laju pasukan, kita segera kembali ke gerbang kota."Setelah semua orang menganggukkan kepala, Wira segera memacu kudanya ke depan. Para jenderal di belakangnya juga segera mempercepat langkah mereka untuk mengikutinya. Saat tiba di gerbang kota dan melihat Trenggi bersama para pasukannya keluar dari kota untuk menyambut mereka, dia langsung maju dan berkata, "Aku nggak menyangka kalian begitu cepat menerima kabarnya."Mendengar perkataan itu, Trenggi tersenyum dan perlahan-