Setelah berkata demikian, sorot mata Yudha tampak sangat puas. Setelah tersenyum sejenak, Wira juga merasa sangat bersyukur. Di bawah cahaya bulan, kedua orang itu berlatih teknik tinju sambil minum arak semalam. Tanpa sadar, pagi telah tiba.Pada saat ini, Sigra sedang duduk di ruang kerjanya. Setelah mengetahui hal ini, dia jadi tampak kaget. Farrrel memasuki ruangan tersebut dan merasa lucu saat melihat ekspresi ayahnya. "Ayah, Keluarga Juwanto benar-benar rugi besar kali ini. Tak disangka Bibi pintar juga!"Mendengar penuturan Farrel, Sigra juga tersenyum sejenak. "Takutnya, ini bukan ide dari bibimu."Begitu ucapan itu dilontarkan, Farrel merasa bingung. "Apa maksudnya?"Sigra menjawab, "Dua hari yang lalu, ada seseorang yang memasuki ibu kota dan bergegas ke tempat Ratu. Mata-mata kita nggak melihat jelas siapa orang itu sebenarnya, tapi dia melihat orang itu berganti pakaian dan pergi ke kediaman Yudha."Farrel langsung tersentak mendengar ucapan ayahnya. "Ayah, maksudmu ...." T
Sigra hanya bisa tertawa menanggapinya. Hanya dia sendiri yang tahu apakah dia benar-benar bisa tenang menghadapi semua ini. Setelah selesai menangani urusan di ibu kota, sudah saatnya Wira pergi meninggalkan tempat ini. Hanya saja, Jihan masih merasa tidak rela."Tuan, aku tahu kemampuanmu sangat hebat. Kalau kamu bersedia membantuku, aku akan memberimu gelar sebagai penasihat agung untuk melayani Putra Mahkota. Kelak, kamu juga bisa menjadi pemimpin dari semua pejabat!" pinta Jihan mencoba membujuknya.Penasihat yang memimpin semua pejabat bukanlah posisi yang bisa dimiliki oleh orang awam. Bahkan, sebagian besar pejabat tidak berkompeten untuk menduduki posisi ini. Wira merasa agak kaget, dia tidak menyangka Ratu akan setulus ini. Hanya saja ....Wira tetap menolak dengan halus, "Yang Mulia Ratu, saya mengerti niat baik Anda. Tapi saya tidak berminat dalam masalah pemerintahan ataupun menjadi pejabat. Saya adalah orang yang bebas dan suka hidup bersenang-senang.""Tapi Yang Mulia Ra
Berita kepulangan Wira diberitahukan kepada Wulan dan yang lainnya langsung. Wira takut bahwa mereka akan mengkhawatirkan dirinya. Oleh karena itu, dia menyuruh Yudha untuk mengirimkan merpati surat kepada mereka pagi ini.Karena itulah, saat Wulan dan yang lainnya menerima surat ini, mereka sangat bergembira. Ditambah lagi dengan kejadian dalam dua hari belakangan ini, mereka menjadi semakin tidak tenang."Suamiku sudah mau pulang, kalian berdua sudah mau menikah. Sepertinya kalian juga sudah nggak sabar, 'kan?" tanya Wulan pada Dian dan Dewina dengan nada menggoda. Mendengarnya, kedua gadis itu langsung tersipu.Sejujurnya, mereka sudah lama menunggu hari ini. Mereka belum pernah merasakan penantian seperti ini. Dalam hal ini, Wulan juga turut merasakan hal yang sama. Hanya saja, saat itu Wulan masih belum terlalu memikirkan hal ini.Saat Wulan menikah dengan Wira beberapa tahun lalu, meski Wira termasuk berjasa, tapi saat itu dia masih seorang pengangguran. Wulan merasa sangat gelis
Wira merasa dilema saat melihat ketiga kamar yang menyala terang. Pada saat ini juga, Wulan tiba-tiba bersuara, "Suamiku, kamu nggak akan bisa masuk ke kamarku semudah itu malam ini. Aku harus mengujimu dulu. Kamu baru boleh masuk kalau lolos tesku."Ucapannya ini membuat Wira tercengang. "Oh ya? Silakan berikan tesnya."Setelah berpikir sejenak, Wulan berkata, "Kamu bilang kamu sangat mencintaiku. Kalau begitu, coba katakan apa makanan kesukaanku?"Tanpa ragu-ragu, Wira menjawab, "Rebung! Istriku paling suka rebung!" Wira memberi jawaban itu dengan percaya diri, tapi Wulan malah mendengus setelah mendengar jawabannya."Salah! Seleraku sudah berubah sekarang, aku nggak suka rebung lagi. Jadi, kamu nggak boleh masuk malam ini!" Usai berkata demikian, Wulan mematikan lilin di kamarnya dan melanjutkan, "Suamiku, kamu pergi ke kamar mereka berdua saja."Setelah mendengarnya, Wira tentu paham bahwa Wulan memang sengaja melakukan hal ini. Setelah menghela napas ringan, Dian juga berkata, "Su
Dusun Darmadi saat ini telah mengalami perubahan yang sangat pesat. Sebagian besar rumah telah menjadi bangunan wastu dengan arsitektur yang sangat indah dan kokoh. Jika tidak tahu tempat ini adalah sebuah dusun sebelumnya, orang-orang bahkan akan mengira tempat ini memang desa bagi orang kaya.Di tengah-tengah Dusun Darmadi, berdiri sebuah vila yang sangat besar. Ini adalah tempat tinggal Wira! Saat ini di ruang bawah tanah yang luas, Wira sedang duduk di kursi pemimpin. Danu berdiri di belakangnya dan ketiga istrinya duduk di kedua sisinya. Di bawah kursi pemimpinnya, ada Biantara, Hasan, Putro, Mandra, Doddy, Suryadi, Meri, Jamal, dan Putu.Dalam waktu setahun, semangat mereka semakin berkobar. Bukan hanya itu, semua orang mulai memancarkan aura yang sangat bijaksana. Meski hanya satu tahun yang berlalu, mereka semua bekerja keras dalam setahun penuh ini."Bicarakan satu-satu saja. Mulai dari jaringan mata-mata Biantara," perintah Wira.Biantara juga tidak berbasa-basi, dia langsung
Wira merasa sangat gembira. Dia menghasilkan begitu banyak uang memang untuk memperkuat pasukannya.Kini, pasukannya yang terdiri dari 40 ribu orang tidak mungkin kalah dari pasukan mana pun. Adapun pistol dan granat itu, keduanya bukan berasal dari dunia ini, tentu saja cukup untuk mereka gunakan karena sudah diproduksi begitu banyak.Begitu pertempuran dimulai, semua orang mungkin akan tercengang melihat kehebatan kedua senjata itu!"Bagus sekali!" Seusai berbicara, Wira menatap ketiga wanita itu. Mereka masing-masing bertanggung jawab atas bisnis di suatu provinsi.Wulan bertanggung jawab atas markas di Provinsi Lowala sehingga bebannya tentu lebih besar. Dia bukan hanya harus memastikan bisnis berjalan dengan lancar, tetapi juga mengirimkan barang yang cukup ke Provinsi Yolas dan Provinsi Artana."Semuanya aman-aman saja. Penjualan berjalan lancar seperti biasa," ucap Wulan.Dian turut berkata, "Provinsi Artana juga sama, bisnis kita sudah memonopoli wilayah mereka. Baik produk kit
Tidak berselang lama, Kumar memicingkan matanya. Terlihat harapan pada sorot matanya. Baru-baru ini, seorang bawahan masuk dengan membawa seekor merpati.Kumar segera mengambil merpati tersebut, lalu tersenyum. Dia berucap dengan tidak acuh dan raut wajah dingin, "Akhirnya datang juga. Kalau begitu, jangan harap dunia ini bisa damai, terutama Wira!"Kebencian Kumar terhadap Wira sangatlah besar. Dia akhirnya tahu siapa orang yang telah membantu Jihan. Ternyata, semua ini adalah ide Wira.Begitu mengetahui masalah ini, Kumar sangat murka. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk melawan Wira waktu itu sehingga hanya bisa menahan diri.Selama setahun ini, Kumar tidak menganggur begitu saja. Setelah mencari bantuan sana sini, dia pun menemukan cara untuk melawan. Mulai hari ini, jangan harap Kerajaan Nuala bisa tenang!Perkataan Kumar ini membuat kedua putranya tertegun sesaat. Sesaat kemudian, salah satunya baru bertanya, "Ayah, kenapa mau menyerang Wira?"Bukankah target mereka seharusnya
Wajah Rabo dipenuhi senyuman saat mendengar ini. Dia mengangguk sembari menyahut, "Hehe, kamu benar. Semua ini berkat Kak Wira."Setiap kali mengungkit Wira, ekspresi Rabo akan dipenuhi kekaguman. Dia memuji, "Kak Wira punya pemikiran ke depan. Semua bandit di sini telah ditaklukkan olehnya, makanya semuanya aman."Anak buah di samping pun mengangguk, lalu berkata, "Benar, tapi bakso ini terlalu wangi. Aku sampai ngiler karena aromanya.""Hehe, kamu belum pernah coba, ya? Bakso sapi buatan Kak Wira benar-benar lezat!" timpal Rabo.Ketika beberapa orang ini asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru dari kejauhan.Selanjutnya, Rabo dan anak buahnya sontak dikepung oleh bandit berpakaian hitam dan bertopeng, sampai tidak ada jalan keluar.Rabo dan lainnya seketika tampak murung. Mereka memasang kuda-kuda, juga mengelilingi barang bawaan agar tidak dirampok oleh para bandit ini.Saat ini, seorang bandit yang memimpin tiba-tiba mengangkat golok di tangan untu
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t
Adjie langsung tertawa dan berkata, "Haha. Kalau kamu begitu suka posisi wakil kedua ini, kamu saja yang ambil. Tapi, aku jelas nggak akan menerimanya."Enji hanya tersenyum melihat pemandangan itu, terlihat jelas dia merasa Adjie adalah sosok yang menarik. Pada saat itu juga, dia maju dan berkata sambil tersenyum, "Saudara, begini saja. Kamu yang jadi wakil pertama, biar dia yang jadi wakil kedua saja. Bagaimana?"Wakil pertama itu hendak membantah saat melihat posisinya tiba-tiba turun menjadi wakil kedua, tetapi Enji langsung membentak, "Tutup mulutmu!"Ekspresi wakil pertama itu langsung berubah dan menjadi diam saat dimarahi kepala itu.Adjie langsung tersenyum dan berkata, "Kamu serius?"Enji menganggukkan kepala dan berkata, "Aku ini bos di sini, mana mungkin bermain-main dengan ucapanku."Adjie langsung menoleh ke arah wakil pertama itu dan mendengus. "Kalau Bos sudah berkata begitu, aku akan mengikuti perintahnya. Bocah, kamu sudah mengerti, 'kan?"Ekspresi wakil pertama itu l
Pada saat itu, wakil pertama pun tersenyum dan berkata, "Nggak disangka, ternyata anak ini bukan orang biasa."Ekspresi wakil kedua langsung berubah saat mendengar perkataan itu, lalu bangkit dengan marah dan menerjang ke arah Adjie.Meskipun gerakan wakil kedua itu cepat, ternyata Adjie lebih cepat lagi. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan wakil kedua. Dia langsung mencengkeram leher wakil kedua dan memutarnya dengan kekuatan penuh.Saat mendengar suara patah tulang yang nyaring, ekspresi wakil pertama dan Enji langsung berubah. Mereka benar-benar tidak menyangka pemuda yang baru datang ini begitu ganas.Kedua anak buah yang berdiri di bawah langsung bengong. Mereka juga tidak menyangka pemuda ini begitu masuk langsung membunuh wakil kedua. Setelah tersadar kembali, mereka langsung berlutut dan memohon ampun, "Bos, kami pantas mati. Kami nggak tahu kemampuan orang ini begitu hebat."Ekspresi wakil pertama menjadi sangat muram, lalu langsung menunjuk kedua orang itu dan bert
Melihat pria yang duduk di tengah itu, Adjie tertegun sejenak. Kedua pria yang duduk di sebelah kiri dan kanan juga terlihat sangat garang, sepertinya kedudukan mereka tinggi.Pria yang mengajak Adjie masuk segera maju dan berkata, "Ini adalah Bos Enji kami. Yang di sebelah ini adalah wakil pertama dan ini wakil kedua."Setelah memperkenalkan ketiga pria di bawah patung, pria itu menoleh pada Enji dan berkata, "Bos, aku menemukan orang ini di luar. Dia mengaku dia adalah pengungsi yang melarikan diri dari utara, jadi aku langsung membawanya menghadapmu."Mendengar perkataan itu, Enji tertegun sejenak. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Pengungsi? Mendekatlah, biar aku lihat dulu."Adjie menganggukkan kepala dan melangkah maju. Saat melihat wajah Enji dengan jelas, dia sempat terkejut. Ternyata Enji memiliki bekas luka yang panjang dari kening sampai ke sudut mata. Dilihat dari bekas luka yang mengerikan ini, jelas bos ini adalah orang yang sangat garang.Meskipun awalnya sempat
Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y
Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk
Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang
Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun
Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.