Melati mendengus, “Nanti, jangan lupa nasihati ayahmu juga. Faksi Pak Kemal itu nggak bisa diandalkan. Coba lihat apa yang terjadi setelah perang besar di utara itu.”“Pak Kemal yang rekomendasi Panglima Yudha untuk maju. Saat Panglima Yudha menang perang, faksi Pak Kemal seharusnya bisa mendominasi istana. Hasilnya? Panglima Yudha malah ditegur gara-gara anak desa itu dan faksi Pak Kemal juga nggak disukai Yang Mulia. Kalau mau punya karier yang mulus, kalian seharusnya ambil jalur Pak Ardi! Dengan begitu, kalian baru bisa naik pangkat dengan gampang dan dapat banyak uang!”Opal berkata dengan bingung, “Ayah jadi pejabat karena ingin melakukan sesuatu untuk membantu kerajaan, bukan untuk merebut kekuasaan atau keuntungan. Lagian, Ayah punya hubungan yang sangat dekat sama Pak Kemal tapi nggak punya hubungan apa pun sama Pak Ardi. Nggak mungkin Ayah bisa berharap pada Pak Ardi!”Melati mendengus, “Aku sudah menyiapkan semuanya untukmu. Pak Gubernur itu orang dari faksi Pak Ardi. Asalka
Anak remaja itu bernama Lingga Susilo. Dia mengerutkan kening sambil berkata, “Kak Gentala, Kak Pramana, kita harus menemani Guru bersandiwara berapa lama? Aku nggak akan terbiasa tinggal di desa!”Lingga adalah seorang anggota inti keluarga bangsawan dan juga memiliki koneksi di istana. Jadi, dia sudah mendapatkan berita dari ibu kota mengenai Wira yang merupakan boneka yang dikendalikan Putro dan Yudha agar bisa ikut campur dalam urusan kerajaan. Begitu mendengar berita ini, Lingga pun langsung percaya. Sebab, dia memang sudah merasa skeptis dari pertama kali mendengar bahwa Wira yang menyusun strategi perang untuk melawan bangsa Agrel.Bagaimanapun juga, Lingga sudah termasuk genius karena mampu melewati ujian provinsi padahal baru berusia 18 tahun. Sementara itu, Wira malah ahli dalam sastra, mengerti tentang kebijakan negara, menguasai strategi perang, mahir dalam kerajinan, dan bahkan pintar berbisnis. Lingga tidak percaya ada orang yang sehebat itu di dunia ini. Apalagi, Wira ma
Dalam perjalanan dari Kota Pusat Pemerintahan Jagabu hingga Kabupaten Uswal, kelompok Putro sudah bertemu dengan banyak penduduk miskin. Saat melihat kereta kuda mereka, para penduduk miskin akan langsung mengerumuni mereka.Untungnya, penglihatan kusir Keluarga Gumilar cukup bagus. Dia buru-buru berkata, “Tuan Fabrian, mereka bukan penduduk miskin, melainkan Tuan Wahyudi yang keluar untuk menyambut kita.”Saat masih di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu, Wira sering bertamu ke Kediaman Gumilar. Jadi, semua pelayan dan pengawal Keluarga Gumilar pernah melihat Wira.“Paman Wira?” tanya Fabrian sambil mengusap matanya. Setelah jarak mereka semakin dekat, dia buru-buru berteriak, “Paman Putro, Paman Wira keluar untuk menyambut kita! Dia juga membawa banyak orang!”Setelah mendengar teriakan Fabrian, Putro, Gentala, Pramana, serta Lingga pun membuka tirai kereta kuda mereka dan langsung terkejut.Wira berdiri di paling depan, sedangkan para penduduk dusun mengibarkan spanduk yang bertuliskan:
Namun, situasi ini terlihat lebih menyenangkan. Hanya saja, Pramana dan Lingga malah mengerutkan kening mereka dan merasa para penduduk dusun sangat tidak sopan. Apa para penduduk dusun ini tidak tahu mereka seharusnya memberi hormat dengan cara seperti apa?“Aku hanyalah seorang sarjana tingkat tertinggi dari 30 tahun yang lalu. Mana bisa aku dibandingkan dengan kamu.” Kemudian, Putro menerima pengeras suara dari Wira dan berkata, “Semuanya, aku merasa sangat terhormat karena bisa datang mengajar di kampung halaman Wahyudi. Jangan kira aku hanya basa-basi. Setelah lewat 10-20 tahun, kalian akan tahu betapa beruntungnya kalian!”“Tuan Putro, kami sudah tahu betapa beruntungnya kami sekarang! Kalau bekerja di tempat lain, kami hanya dapat makan bubur dua kali sehari. Itu pun nggak kenyang! Tapi bekerja untuk Kak Wira, kami diberi makan daging dua kali sehari dan sebulan juga dapat gaji ribuan gabak!”“Bukan hanya begitu, Kak Wira juga bagi-bagi sabun dan pakaian kepada kami. Waktu tahun
Begitu masuk ke dusun, Lingga dan Pramana pun merasa agak terkejut. Jalan di dusun sudah diaspal dan terasa seperti berjalan di kediaman mereka sendiri. Saat hendak makan, kedua orang itu saling memandang lagi.Jamuan ini diadakan di lantai teratas bangunan tiga tingkat yang terbuka sehingga mereka bisa menikmati pemandangan langit yang indah. Namun, tidak ada makanan lezat yang tersedia di sana, selain sebuah panci besar yang berisi air mendidih. Di sampingnya, terletak piring-piring berisi daging mentah, sayur-sayuran, berbagai macam bakso, dan mi.Lingga dan Pramana saling melirik, lalu berpikir, ‘Ternyata orang desa memang nggak punya koki. Sekarang, mereka malah mau kami masak sendiri sambil makan.’Setelah semua orang duduk di tempat masing-masing, Putro pun bertanya sambil tersenyum, “Wira, cara makan baru apa yang kamu ciptakan ini? Cepat jelaskan padaku!”Fabrian juga bertanya dengan terburu-buru, “Paman Wira, cara makan ini kelihatannya sangat istimewa. Rasanya seharusnya ena
Wira tahu Pramana dan Lingga sepertinya agak keberatan untuk makan, tetapi dia juga tidak memedulikan mereka. Bagaimanapun, mereka adalah sarjana provinsi. Wajar saja mereka tidak bersedia datang ke Dusun Darmadi. Namun, tidak peduli apa pun yang mereka pikirkan, Wira tidak akan peduli selama mereka masih bersikap sopan.Fabrian mengambil sebuah bakso sapi, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Begitu menggigitnya, isi dari bakso sapi itu pun merembes ke mulutnya. Dia bertanya dengan bingung, “Paman Wira, bakso sapi ini enak banget! Dalamnya juga ada isi! Apa namanya?”Wira bercanda, “Namanya bakso kencing sapi!”Mata Fabrian langsung berbinar. Dia buru-buru menuangkan sisa bakso sapi itu ke dalam panci dan berkata dengan gembira, “Aku suka bakso kencing sapi ini! Jangan rebutan sama aku ya!”Putro mengambil sebuah bakso sapi itu dan memakannya. Setelah itu, dia juga tertawa dan berkata, “Wira, namanya sesuai banget! Isian bakso sapi ini memang terasa kayak aliran kencing! Mantap!”Gental
Di Kerajaan Nuala, ada banyak makanan yang jauh lebih lezat daripada hotpot. Dengan status dan kedudukan orang-orang ini, mereka pasti sudah sering makan makanan lezat. Namun, mereka tidak pernah makan hotpot. Jadi, pengalaman ini pun membuat mereka terlena.Kelima orang itu makan dengan lahap dan menghabiskan sepiring demi sepiring daging, bakso, dan sayuran yang ada di meja.Kruyuk! Melihat kelima orang yang makan dengan lahap itu, perut Lingga juga mulai memprotes. Pada saat yang sama, dia juga merasa ada yang tidak beres. Jika makanan itu memang tidak enak, tidak mungkin mereka terus bersandiwara dan memakannya. Sampai sekarang, guru, senior-seniornya, dan Fabrian masih makan dengan sangat lahap. Apa makanan ini memang sangat enak?Saat ini, Putro yang sudah mulai kenyang pun melirik muridnya itu dan berkata, “Bukannya biasanya kamu cukup pintar? Kenapa sekarang aku merasa kamu kayak orang bodoh? Cepat makan!”Sebenarnya, Putro sudah mengetahui pemikiran murid-muridnya itu. Hanya s
“Beraninya kamu ngomongin mereka. Waktu pertama kali makan hotpot, kamu juga langsung main rebut!”“I ... itu karena hotpot yang dibuat Kak Wira terlalu enak!”“Ya sudah. Pokoknya, jangan mengatai orang di belakang! Mereka datang untuk mengajari anak-anak kita!”Sekelompok penduduk dusun diam-diam berdiskusi. Saat Wira, Putro, dan yang lainnya makan hotpot di lantai atas, mereka sedang berada di bawah untuk menyiapkan makanan. Jadi, mereka tahu jelas apa yang sudah terjadi.Pramana dan Lingga langsung malu. Mereka tidak menyangka diri mereka yang merupakan sarjana provinsi akan ditertawakan para penduduk dusun gara-gara sebuah bakso sapi.Wira ingin menegur para penduduk dusun dan menyuruh mereka untuk tidak mengungkit masalah ini lagi, tetapi Putro malah menghentikannya dan berkata sambil tersenyum, “Wira, nggak usah. Siapa yang nggak pernah mengatai orang di belakang dan siapa yang bisa terlepas dari gunjingan orang? Lagian, mereka juga nggak berniat jahat!”Wira pun mengangguk sambi
Di mata semua orang, Doly sudah menjadi pengkhianat yang tidak termaafkan. Keadaannya bisa terpuruk seperti sekarang, dia mereka benar-benar menyedihkan dan menggelikan."Tuan Wira, aku akan kembali ke kamarku untuk beristirahat dulu. Tubuhku masih terluka, jadi harap Tuan Wira bisa memakluminya," kata Doly. Melihat Wira menganggukkan kepala, dia pun pergi.Pada saat yang bersamaan, Wira juga bergegas kembali ke kamarnya. Semua urusan sudah hampir selesai, sekarang dia benar-benar perlu beristirahat. Dia sudah tidak tidur selama satu hari satu malam dan sekarang dia merasa sangat lelah.Setibanya di kamar, Wira langsung tertidur. Selain itu, dia juga sudah memerintahkan pengawal yang berjaga di luar untuk tidak membangunkannya jika tidak ada hal yang mendesak. Masalah di wilayah tandus di utara dan bencana banjir sudah selesai diatasi, dia akhirnya bisa tidur dengan nyenyak.....Di Kerajaan Agrel.Setelah perjalanan selama beberapa hari, Senia dan rombongannya akhirnya sudah kembali k
"Untuk sementara ini nggak perlu," kata Wira sambil melambaikan tangan pada Doly.Doly berkata dengan tegas, "Orang itu sangat keras kepala, mungkin hanya Dokter Arifin yang punya kemampuan untuk membuatnya berbicara. Sekarang kita harus segera mencari cara untuk menghadapi makhluk beracun itu sebelum Senia kembali ke wilayah tandus di utara dan mengembangkan lebih banyak makhluk beracun. Ini akan menjadi bencana bagi rakyat.""Aku tahu Tuan Wira selalu mengutamakan kebaikan dan kesejahteraan rakyat, kamu pasti nggak ingin melihat hal itu terjadi, 'kan? Saat itu aku juga melawan Senia karena hal ini dan akhirnya aku terancam mati. Kalau nggak ada bantuan Tuan Wira, mungkin sekarang aku sudah mati."Dia ingin segera mengetahui kebenarannya bukan karena dendam pribadi. Meskipun suatu hari nanti Senia kalah dan berdiri di hadapannya, dia juga tidak akan sanggup membunuh Senia. Bagaimanapun juga, dia tidak pernah menganggap Senia sebagai musuhnya. Mungkin semua ini hanya karena perbedaan p
Wira menunggu respons dari Nayara. Namun, Nayara menggertakkan giginya dengan erat dan tetap tidak berbicara, seolah-olah tidak mendengar apa-apa. Dari keringat dingin di keningnya, dia bisa melihat Nayara sebenarnya juga sangat bingung dan jelas ketakutan. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dipertimbangkan Nayara."Biarkan dia memikirkannya dengan baik dulu, beri dia sedikit waktu lagi. Lagi pula, sekarang kita juga nggak terburu-buru. Meskipun dia memberi tahu kita rahasia dari makhluk beracun itu, kita juga nggak bisa langsung menemukan cara untuk menghadapinya. Harapan kita masih tergantung pada Lucy," kata Wira.Mengenal diri dan lawan adalah kunci kemenangan. Bukan hanya bisa menciptakan racun, guru agung ini juga bisa mengendalikan situasinya. Wira dan yang lainnya juga menyaksikan langsung kejadian itu dan memang sangat menakutkan.Meskipun bisa mengatasi makhluk beracun itu, mereka juga tidak bisa menekan kekuatan guru besar ini. Jika guru besar ini munc
"Kenapa?" tanya Wira.Nayara tidak berbicara lagi, hanya duduk diam di tempatnya dan ekspresi tetap terlihat memohon untuk mati.Doly berjalan ke depan Nayara dan mendengus, lalu berkata dengan tenang, "Karena tubuhmu sudah diracuni seseorang. Jadi, kalau kamu mengatakan sesuatu pada Tuan Wira, mungkin kamu akan sangat menderita. Kamu juga takut dengan rasa sakit itu, jadi kamu memilih cara ini untuk mengakhiri hidupmu. Benar, 'kan?"Nayara mendongak dan melirik Doly, tetapi tetap tidak mengatakan apa pun.Namun, Wira bisa melihat tatapan Nayara yang membuktikan perkataan Doly memang benar dan mungkin itu memang kenyataan yang sebenarnya.Wira pun melanjutkan, "Kamu sebenarnya boleh memercayaiku. Aku nggak peduli apa pun yang kamu sembunyikan di dalam hatimu. Kalau memang seperti yang dikatakan Doly, aku bisa mencari orang untuk menyembuhkan racun itu. Nggak butuh waktu lama, kamu juga akan sembuh total."Nayara menggelengkan kepala dan bergumam, "Nggak ada gunanya. Nggak ada orang yan
Nayara memang sudah bersekongkol dengan Senia dan saat itu orang yang bertugas untuk menemuinya adalah Doly, sehingga dia mungkin melupakan wajah Doly.Namun, sekarang Senia sudah meninggalkan Provinsi Yonggu dan berselisih dengan Wira. Wira bahkan sudah bersiap mengejar dan membunuh Senia. Nayara berpikir jika Doly berada di pihak yang sama dengan Senia, Doly pasti sudah pergi juga dan saat ini tidak akan muncul di kamarnya.Doly tidak menghiraukan perkataan Nayara, hanya menatap Nayara dengan dingin. Bahkan dia sendiri pun merasa jijik dengan orang licik seperti Nayara. Setidaknya, dia tidak akan pernah mengkhianati tuannya, apalagi melakukan perbuatan keji seperti ini.Nayara jelas tahu orang di depannya adalah musuh bebuyutannya. Namun, demi keuntungannya sendiri, dia tetap tega bekerja sama dengan pihak musuh. Doly bertanya-tanya mengapa ada orang yang sekeji ini di dunia. Orang seperti ini pantas dibunuh oleh siapa pun.Wira kembali menatap Nayara dan berkata dengan tenang, "Seka
"Kalau aku nggak percaya perkataan mereka, jadi aku harus percaya perkataan siapa?" kata Wira sambil tersenyum dingin.Nayara segera berkata, "Tuan Wira tentu saja harus percaya perkataanku. Aku sudah berada di pihakmu dan bahkan menceritakan segala sesuatu tentang Desa Damaro padamu, ini sudah cukup untuk membuktikan kesetiaanku.""Aku tahu, pasti ada orang yang iri melihatku makin dekat dengan Tuan Wira belakangan ini. Hubungan kita juga makin baik, jadi ada orang yang cemburu dan membisikkan hal-hal yang nggak benar agar Tuan Wira salah paham padaku."Wira menggelengkan kepala sambil tersenyum dingin merasa Nayara ini benar-benar tidak tahu diri. Dia sudah berdiri di hadapan Nayara karena ingin memberinya satu kesempatan untuk mengakui semuanya dengan patuh. Namun, sampai sekarang pun Nayara masih mencari berbagai alasan untuk membela diri, dia benar-benar merasa kecewa.Dia berdiri dan berjalan ke belakang Nayara, lalu menekan pundak Nayara dan berkata, "Kalau aku nggak punya bukti
Nayara berkata sambil menggertakkan giginya, "Dia tentu saja musuh bebuyutanku. Aku nggak akan melupakan apa yang terjadi di Desa Damaro, bahkan sampai sekarang pun aku masih sering bermimpi tentang pemandangan semuanya mati dengan mengerikan di depanku. Semua ini adalah ulah Senia. Aku tentu saja nggak akan pernah berhubungan apa pun dengannya.""Kalau benar-benar ada, itu pun hanya hubungan hidup atau mati. Entah dia yang membunuhku atau aku yang membunuhnya. Kalau bukan karena dendamku pada Senia, aku mana mungkin tega menyerang Dahlan."Nayara berbicara dengan penuh amarah dan tatapan yang penuh dengan niat membunuh, bahkan matanya pun sudah memerah. Ini cukup untuk menunjukkan betapa besar amarah yang tersimpan di hatinya.Namun, Wira tidak menghiraukan perkataan Nayara, melainkan mendengus dan berkata sambil bertepuk tangan, "Aku mengakui aktingmu benar-benar hebat, bahkan aku pun sudah tertipu. Mungkin karena aku percaya dengan apa yang terjadi di Desa Damaro dan juga padamu.""
Wira baru teringat kembali dia sudah melupakan orang yang begitu penting. Berkat peringatan dari Doly, dia sudah mengetahui Nayara bukan orang yang sejalan dengannya dan sudah berpihak pada Senia. Nayara bisa mendekatinya karena ingin menjadi mata-mata di sisinya, sehingga bisa membocorkan informasi mereka pada Senia dan sekaligus menyesatkan dirinya.Mengingat semua perbuatan Nayara, Wira benar-benar marah. Nayara berasal dari Desa Damaro, tetapi dia tega melihat para penduduk desa mati secara tragis hanya demi kepentingan pribadinya dan bahkan berpihak pada musuhnya. Syarat apa yang sebenarnya sudah ditawarkan Senia sampai membuatnya begitu setia dengan Senia? Dia bahkan sampai mengabaikan hubungan kekeluargaan.Dalam sekejap, Wira sudah sampai di depan kamar Nayara dan mendengar suara teriakan dari dalam."Cepat lepaskan aku. Aku ingin bertemu dengan Tuan Wira. Aku adalah tamu kehormatan Tuan Wira. Saat Tuan Wira datang ke Desa Damaro, aku yang mengenalkannya. Aku bahkan rela mengor
Doly segera bertanya dengan nada penasaran, "Apa kamu membiarkan mereka pergi karena masih mengenang masa lalu?"Bagi Doly, Senia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Terlebih lagi, dia dikelilingi oleh orang seperti Panji yang licik dan berbahaya.Mereka berdua layaknya dua serigala yang saling mendukung untuk menebar kekacauan. Jika kali ini mereka gagal dibunuh dan dibiarkan lolos begitu saja, masalah di masa depan akan makin sulit untuk diatasi. Pada saat itu, dunia mungkin akan jatuh ke dalam kehancuran besar.Meskipun ada hubungan masa lalu yang harus dipertimbangkan, Doly tetap berharap bahwa Wira bisa membunuh Senia. Dengan begitu, masalah ini bisa diselesaikan untuk selamanya. Semua ini demi rakyat jelata yang tak berdosa.Meskipun kedua belah pihak berada di kubu yang berbeda dan bahkan bukan dari bangsa yang sama, peperangan yang terus-menerus sudah membawa banyak penderitaan. Mana mungkin mereka bisa terus merenggut lebih banyak nyawa lagi?Wira bertanya, "Kamu p