Danu menghampiri Wira. Begitu mendengarkan penjelasan Wira, matanya langsung berbinar cerah. Usai memesan kamar di penginapan, rombongan orang itu masuk untuk istirahat sambil menunggu kabar selanjutnya.....Molika dan Jamal tiba di Gunung Rubah Putih, lalu disambut Meri, Jupiter, dan orang-orang lainnya. Kedua belah pihak bertukar salam dan saling berbasa-basi. Molika mengepalkan tinjunya tanda hormat dan berkata, "Junet, makasih sudah menjaga adikku, tapi kami nggak bisa berlama-lama di sini. Kami berdua pergi dulu, sampai jumpa lagi!"Meri kebingungan. Kakaknya datang jauh-jauh untuk mengunjunginya ke puncak gunung, tetapi sudah buru-buru ingin pergi begitu sampai.Ekspresi masam menghiasi wajah vitiligo Jupiter saat dia berkata, "Kak Molika, apa aku sudah menyinggungmu? Atau kamu benci melihat wajahku? Kenapa cepat sekali mau pergi?"Molika mengibaskan tangannya seraya berkata, "Bukan begitu, jangan salah paham, ini nggak ada hubungannya denganmu."Meri tidak bisa menahan diri unt
"Makasih, Kak Molika!" kata Jupiter dengan hati gembira.Molika mengibaskan tangannya dan berkata, "Sayangnya, Wolfie membuat masalah. Panglima Yudha mungkin akan menyerang ke sini kapan saja. Aku mana bisa tenang membiarkan adikku tinggal di sini?"Brak! Jupiter menggebrak meja dan berdiri sambil berkata, "Aku akan menemui Wolfie sekarang dan menyuruhnya melepaskan Fandi. Jangan sampai dia membawa masalah ke Pegunungan Jatta!"Molika menghentikan Jupiter dan berkata, "Kamu nggak bisa bertindak sendirian. Lebih baik kamu kumpulkan orang-orang yang berpendapat sama dulu. Dengan ada lebih banyak orang, kita bisa memberikan tekanan yang lebih besar pada Wolfie!"Jupiter merasa ucapan Molika sangat masuk akal. Jadi, dia segera mengatur orang untuk mengumpulkan para bandit di sekitar. Meri, Molika, dan Jamal pun turun gunung.Meri bertanya dengan ragu, "Kak, apa Paman Fandi benar-benar pahlawan yang menembak mati Raja Tanuwi?""Untuk apa Kakak bohong padamu!" balas Molika. Kemudian, dia ber
Molika dan Meri tiba di Gunung Beruang Hitam dengan menunggangi kuda, lalu disambut hangat oleh Jaka alias Blackie. Molika mengulangi kata-kata yang diucapkannya sebelumnya pada Jupiter."Sialan! Wolfie berengsek! Beraninya dia menangkap Paman Fandi!" umpat Blackie. Kemudian, dia berkata dengan sedikit kaget, "Paman Fandi hebat banget. Ternyata dia yang menembak mati Raja Tanuwi. Pantas saja aku merasa dia sangat luar biasa saat pertama melihatnya."Meri mengerucutkan bibirnya dan berkata, "Jadi, apa rencanamu?""Tentu saja aku akan membawa orang untuk menyelamatkan Paman Fandi!" ujar Blackie sambil menepuk dadanya. Kemudian, dia menyeringai lagi dan berkata, "Tapi, sekarang sudah kemalaman, kita nggak bisa pergi hari ini. Kita pergi besok saja, gimana?"Matahari sudah terbenam, jadi Meri dan Molika tidak keberatan. Hari itu, mereka bermalam di Gunung Beruang Hitam. Blackie menjamu Molika dengan alkohol dan berbagai hidangan. Setelah perjamuan berakhir, Meri pergi beristirahat, sement
"Ada apa?" tanya Levon.Setelah mendengar laporan dari bawahannya, Levon membawa orang-orang ke gerbang gunung. Dia pun berkata dengan alis berkerut, "Jupiter, apa yang kamu lakukan?""Aku yang seharusnya tanya, apa yang kamu lakukan?" ujar Jupiter.Jupiter memimpin seratus bandit berbaju zirah yang tampak berbahaya. Sebelumnya, ketiga kelompok bandit telah bekerja sama untuk menundukkan kota dan merebut baju zirah di sana. Setelah itu, masing-masing kelompok bandit mendapat hampir seratus set baju zirah.Lantaran kekurangan makanan, sebagian besar bandit dari Gunung Rubah Putih dan Gunung Beruang Hitam pergi ke Ngarai Naga Biru. Akan tetapi, orang kepercayaan dan baju zirah mereka tetap berada di sarang mereka."Lancang sekali kamu! Kita sudah menetapkan hierarki militer. Aku letnan jenderal dan kamu jenderal pendamping. Kalau kamu berani menyinggungku, aku akan menghukummu saat ini juga!" hardik Levon dengan sorot mata muram. Dia menghunus Pedang Treksha dengan niat membunuh yang ke
Yudha yang memimpin pasukan perbatasan bisa memusnahkan kavaleri bangsa Agrel. Jadi, mereka lebih mengerikan daripada pasukan kerajaan ibu kota. Bukannya para perampok cari mati kalau melawan Yudha dan pasukannya?Meri juga berkata, "Kak Levon! Sebaiknya kamu lepaskan Paman Fandi, dia juga nggak menyinggungmu. Kenapa kamu menangkap dia? Dia itu pahlawan yang menembak mati Raja Tanuwi."Jamal yang tetap bersemangat meski bergadang semalaman menimpali, "Kalau bukan karena Paman Fandi, kita akan celaka saat Raja Tanuwi menyerang. Jadi, Paman Fandi itu juga penyelamat para perampok. Jenderal Wolfie, kenapa kamu membalas kebaikan dengan kejahatan? Kamu menangkap Paman Fandi yang sudah menyelamatkan kita."Melihat semua orang yang mendesaknya, Levon merasa kesal. Namun, dia tidak bisa mengungkapkan kebenarannya. Jika Levon mengatakan bahwa dia melakukan ini demi seorang wanita sehingga membuat Ngarai Naga Biru terjebak dalam situasi berbahaya, bawahannya pasti tidak akan mendukungnya.Banyak
"Siap!" seru Pasukan Zirah Hitam dan tentara pensiun sembari mengangguk. Mereka agak bimbang. Semalam, mereka beristirahat di Desa Tomomu dan disuruh memakai baju zirah pagi-pagi.Awalnya, para pasukan ini mengira mereka akan menyerang Ngarai Naga Biru. Ternyata, Wira menyuruh mereka bersandiwara. Selain itu, Wira menyuruh mereka membuat ekspresi yang sama karena takut sandiwara mereka kurang bagus.Wira mengatakan bahwa cara ini mungkin bisa menyelamatkan Fandi. Namun, mereka merasa agak ragu. Para perampok ini sudah memberontak, apa mungkin mereka akan begitu mudah melepaskan Fandi?Tak lama kemudian, Levon membawa anggotanya datang. Tatapannya terus tertuju pada Wira. Levon mengernyit, dia merasa jenderal ini tidak seperti orang yang berpengalaman dalam peperangan. Penampilannya sama sekali tidak garang.Namun, begitu melihat Pasukan Zirah Hitam dan tentara pensiun, Levon langsung percaya. Penampilan semua tentara senior ini sangat garang. Meskipun jumlahnya tidak lebih dari 50 oran
Wira merenung sesaat, lalu berkata, "Lepaskan Fandi dan berikan 10 juta gabak, lalu suruh Wolfie bersujud untuk meminta maaf. Setelah itu, kalian boleh pergi!"Tatapan Levon menjadi dingin begitu mendengar bahwa dia harus bersujud dan meminta maaf. Levon menatap Wira dengan kesal. Sekelompok Pasukan Zirah Hitam dan tentara pensiun memegang pedang dengan erat untuk bersiap-siap menyerang.Meri membelalak seraya menggertakkan giginya. Permintaan si pencuri yang tidak tahu malu ini benar-benar keterlaluan. Molika dan Jamal merasa gugup, mereka takut sandiwara Wira gagal.Sementara itu, Jupiter, Blackie, dan perampok lain tidak keberatan. Asalkan masalah ini bisa selesai, mereka bersedia bersujud. Bagi mereka, bukan hal yang memalukan jika bersujud kepada pasukan Panglima Yudha. Bagaimanapun, Yudha adalah dewa perang Kerajaan Nuala."Ha?" seru Putu. Kemudian, dia berucap sembari tersenyum getir, "Jenderal, melepaskan Fandi dan memberikan kompensasi nggak masalah. Tapi, kalau kamu meminta p
Fandi adalah seorang penembak jitu. Baru beberapa hari saja, dia yang awalnya terlihat energetik sekarang tampak kurus. Fandi sama sekali tidak bisa bergerak, bahkan tatapannya sangat muram.Setelah meletakkan Fandi, keempat perampok langsung kabur. Mereka takut akan ditebas kalau menunda lagi.Wira menegur dengan ekspresi muram, "Mana Wolfie? Suruh dia keluar dan bersujud!""Jenderal, pemimpin kami nggak enak badan. Biar kami yang mewakili dia meminta maaf," ucap Putu. Dia segera berlutut, lalu melirik orang-orang di sekeliling dan memberi isyarat kepada mereka.Ucup, Dadan, dan perampok lain pun bersujud. Bahkan, Jupiter dan Blackie yang awalnya ragu sesaat juga ikut bersujud. Ketika sampai giliran Molika dan Jamal, Putu memberi hormat kepada mereka sambil memohon.Molika dan Jamal yang tampak kesal akhirnya berlutut meski tidak rela. Kemudian, Putu memohon lagi kepada Meri.Meri memelototi Wira dengan geram dan sama sekali tidak berniat untuk berlutut. Wira tersenyum dan bertanya, "
Nayara memang sudah bersekongkol dengan Senia dan saat itu orang yang bertugas untuk menemuinya adalah Doly, sehingga dia mungkin melupakan wajah Doly.Namun, sekarang Senia sudah meninggalkan Provinsi Yonggu dan berselisih dengan Wira. Wira bahkan sudah bersiap mengejar dan membunuh Senia. Nayara berpikir jika Doly berada di pihak yang sama dengan Senia, Doly pasti sudah pergi juga dan saat ini tidak akan muncul di kamarnya.Doly tidak menghiraukan perkataan Nayara, hanya menatap Nayara dengan dingin. Bahkan dia sendiri pun merasa jijik dengan orang licik seperti Nayara. Setidaknya, dia tidak akan pernah mengkhianati tuannya, apalagi melakukan perbuatan keji seperti ini.Nayara jelas tahu orang di depannya adalah musuh bebuyutannya. Namun, demi keuntungannya sendiri, dia tetap tega bekerja sama dengan pihak musuh. Doly bertanya-tanya mengapa ada orang yang sekeji ini di dunia. Orang seperti ini pantas dibunuh oleh siapa pun.Wira kembali menatap Nayara dan berkata dengan tenang, "Seka
"Kalau aku nggak percaya perkataan mereka, jadi aku harus percaya perkataan siapa?" kata Wira sambil tersenyum dingin.Nayara segera berkata, "Tuan Wira tentu saja harus percaya perkataanku. Aku sudah berada di pihakmu dan bahkan menceritakan segala sesuatu tentang Desa Damaro padamu, ini sudah cukup untuk membuktikan kesetiaanku.""Aku tahu, pasti ada orang yang iri melihatku makin dekat dengan Tuan Wira belakangan ini. Hubungan kita juga makin baik, jadi ada orang yang cemburu dan membisikkan hal-hal yang nggak benar agar Tuan Wira salah paham padaku."Wira menggelengkan kepala sambil tersenyum dingin merasa Nayara ini benar-benar tidak tahu diri. Dia sudah berdiri di hadapan Nayara karena ingin memberinya satu kesempatan untuk mengakui semuanya dengan patuh. Namun, sampai sekarang pun Nayara masih mencari berbagai alasan untuk membela diri, dia benar-benar merasa kecewa.Dia berdiri dan berjalan ke belakang Nayara, lalu menekan pundak Nayara dan berkata, "Kalau aku nggak punya bukti
Nayara berkata sambil menggertakkan giginya, "Dia tentu saja musuh bebuyutanku. Aku nggak akan melupakan apa yang terjadi di Desa Damaro, bahkan sampai sekarang pun aku masih sering bermimpi tentang pemandangan semuanya mati dengan mengerikan di depanku. Semua ini adalah ulah Senia. Aku tentu saja nggak akan pernah berhubungan apa pun dengannya.""Kalau benar-benar ada, itu pun hanya hubungan hidup atau mati. Entah dia yang membunuhku atau aku yang membunuhnya. Kalau bukan karena dendamku pada Senia, aku mana mungkin tega menyerang Dahlan."Nayara berbicara dengan penuh amarah dan tatapan yang penuh dengan niat membunuh, bahkan matanya pun sudah memerah. Ini cukup untuk menunjukkan betapa besar amarah yang tersimpan di hatinya.Namun, Wira tidak menghiraukan perkataan Nayara, melainkan mendengus dan berkata sambil bertepuk tangan, "Aku mengakui aktingmu benar-benar hebat, bahkan aku pun sudah tertipu. Mungkin karena aku percaya dengan apa yang terjadi di Desa Damaro dan juga padamu.""
Wira baru teringat kembali dia sudah melupakan orang yang begitu penting. Berkat peringatan dari Doly, dia sudah mengetahui Nayara bukan orang yang sejalan dengannya dan sudah berpihak pada Senia. Nayara bisa mendekatinya karena ingin menjadi mata-mata di sisinya, sehingga bisa membocorkan informasi mereka pada Senia dan sekaligus menyesatkan dirinya.Mengingat semua perbuatan Nayara, Wira benar-benar marah. Nayara berasal dari Desa Damaro, tetapi dia tega melihat para penduduk desa mati secara tragis hanya demi kepentingan pribadinya dan bahkan berpihak pada musuhnya. Syarat apa yang sebenarnya sudah ditawarkan Senia sampai membuatnya begitu setia dengan Senia? Dia bahkan sampai mengabaikan hubungan kekeluargaan.Dalam sekejap, Wira sudah sampai di depan kamar Nayara dan mendengar suara teriakan dari dalam."Cepat lepaskan aku. Aku ingin bertemu dengan Tuan Wira. Aku adalah tamu kehormatan Tuan Wira. Saat Tuan Wira datang ke Desa Damaro, aku yang mengenalkannya. Aku bahkan rela mengor
Doly segera bertanya dengan nada penasaran, "Apa kamu membiarkan mereka pergi karena masih mengenang masa lalu?"Bagi Doly, Senia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Terlebih lagi, dia dikelilingi oleh orang seperti Panji yang licik dan berbahaya.Mereka berdua layaknya dua serigala yang saling mendukung untuk menebar kekacauan. Jika kali ini mereka gagal dibunuh dan dibiarkan lolos begitu saja, masalah di masa depan akan makin sulit untuk diatasi. Pada saat itu, dunia mungkin akan jatuh ke dalam kehancuran besar.Meskipun ada hubungan masa lalu yang harus dipertimbangkan, Doly tetap berharap bahwa Wira bisa membunuh Senia. Dengan begitu, masalah ini bisa diselesaikan untuk selamanya. Semua ini demi rakyat jelata yang tak berdosa.Meskipun kedua belah pihak berada di kubu yang berbeda dan bahkan bukan dari bangsa yang sama, peperangan yang terus-menerus sudah membawa banyak penderitaan. Mana mungkin mereka bisa terus merenggut lebih banyak nyawa lagi?Wira bertanya, "Kamu p
Setelah kembali ke kediaman jenderal, Danu dan Agha segera masuk ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat.Berbeda dengan mereka berdua, Wira terlihat jauh lebih santai. Meski semalam dia juga ikut dalam perjalanan yang melelahkan, Wira tidak benar-benar bertarung melawan musuh.Sementara itu, Danu dan Agha harus terus bertarung melawan makhluk-makhluk beracun sehingga tenaga mereka terkuras habis. Wira memahami betul kelelahan yang mereka rasakan.Setelah akhirnya bisa pulang, Wira hanya bisa membiarkan keduanya beristirahat dengan tenang. Bagaimanapun juga, mereka adalah saudara yang sangat dia percayai.Berhubung Wira sendiri tidak terlalu lelah dan tidak merasa mengantuk, dia langsung menuju ke kamar Doly.Doly adalah orang yang berbakat. Setelah dia sepenuhnya berpihak kepada Wira, tentu Wira merasa perlu menjenguknya untuk melihat kondisi lukanya.Ketika Wira memasuki kamar, dia melihat Doly sedang berjalan mondar-mandir dengan ekspresi penuh pikiran. Menyadari Wira telah
Bagi mereka, semua itu seperti mimpi buruk yang tidak akan terlupakan.Wira berucap, "Semua, tolong bangkit dulu. Kalian terus berlutut di depanku, bahkan ada yang usianya lebih tua dariku. Ini sama saja dengan memperpendek umurku. Sejujurnya, sejak dulu aku selalu menentang kebiasaan berlutut seperti ini. Sebenarnya kebiasaan ini bisa diubah.""Saat bertemu, cukup berjabat tangan saja. Nggak perlu sampai berlutut segala, 'kan? Kita semua sama, sama-sama punya satu kepala di atas satu pundak. Nggak ada yang punya kepala dan lengan berlebih. Jadi, nggak ada perbedaan besar di antara kita," tambah Wira."Kalau kita terus membagi manusia ke dalam kelas-kelas yang berbeda, bukannya itu sangat nggak adil bagi banyak orang? Apalagi di kampung halamanku, kebiasaan berlutut ini dipercaya bisa memperpendek umur!" jelas Wira.Mendengar ucapan Wira, barulah semua orang mulai bangkit. Banyak dari mereka sempat berpikir bahwa setelah kekuasaan Wira makin besar, dia pasti bukan lagi Wira yang dulu.
Kalau tidak di masa depan saat mereka perlu memimpin pasukan untuk berperang, dari mana lagi uang untuk membiayai perang akan didapatkan?Mereka semua sebenarnya hanya memikirkan Wira. Akibat alasan itu, mereka memang terkesan dingin dan tanpa perasaan. Namun pada akhirnya, bukankah semua itu dilakukan demi kepentingan wilayah dua provinsi ini?Wira memberi tahu, "Semuanya, tolong segera bangkit. Soal 5 miliar gabak ini, kalian seharusnya berterima kasih pada Ibu Suri Kerajaan Agrel. Kalau bukan karena mereka, mana mungkin kami bisa mendapatkan perak sebanyak itu?""Tanpa itu, tentu saja kami nggak bisa membangun kembali rumah-rumah kalian," ucap Wira dengan tenang. Apa yang dia katakan memang benar adanya. Sebenarnya dia juga sempat dilema, apakah harus menggunakan uang dari kas negara atau tidak?Jika uang itu benar-benar digunakan, kekhawatiran Danu dan yang lainnya bisa menjadi kenyataan. Dalam skenario seperti itu, jika terjadi kekacauan di seluruh negeri, rakyat tidak hanya akan
Orang-orang itu memang tidak membawa senjata apa pun di tangan mereka. Bahkan, ada beberapa wanita yang membawa anak-anak. Tangan mereka juga terlihat memegang keranjang.Di dalam keranjang-keranjang itu, terdapat banyak buah, sayuran, beberapa telur, dan daging. Dari penampilannya, sepertinya mereka bukan datang untuk mencari masalah. Lagi pula, siapa yang akan membawa keluarga dan anak-anak untuk berkelahi?Apalagi dengan begitu banyak wanita di antara mereka, bukankah itu sama saja seperti menyia-nyiakan nyawa?"Mereka ini kalau bukan datang untuk bikin keributan, mau apa dong?" ucap Agha sambil menggaruk kepalanya dengan bingung. Dia benar-benar tidak mengerti situasi ini. Apa sebenarnya yang sedang terjadi?Wira mengamati mereka dengan saksama untuk beberapa waktu sebelum akhirnya berucap, "Mungkin mereka datang untuk berterima kasih kepada kita?""Berterima kasih?" Baik Danu maupun Agha, mereka masih terlihat bingung. Belum sempat mereka bertanya lebih jauh, tiba-tiba terdengar s