Tap, tap, tap ....Suara itu terdengar seperti langkah kuda perang yang menginjak tanah dengan sepatu besi! Ketika Chandra, Herdian, dan Basuki berbalik, mereka melihat Yudha memimpin barisan depan dengan pasukan infanterinya!"Pasukan berbaju zirah. Panglima Yudha datang dengan pasukan berbaju zirahnya. Kita bisa menghentikan bangsa Agrel sekarang!" Herdian, Basuki, dan Chandra sontak bersemangat. Semangat pasukan mereka pun ikut meningkat.Pasukan infanteri Yudha yang dikenal sebagai pasukan berbaju zirah adalah pasukan elite Kerajaan Nuala. Mereka mengenakan zirah berbobot 42 kilogram yang dapat melindungi sekujur tubuh mereka. Pasukan berbaju zirah bersenjatakan pedang, kapak, dan palu sehingga menjadikan mereka tak terkalahkan dalam pertempuran jarak dekat.Kerajaan Nuala memiliki teknologi yang lebih unggul daripada bangsa Agrel. Pasukan berbaju zirah mereka juga peralatan yang lebih kuat daripada pasukan infanteri bangsa Agrel."Serang!" seru Yudha yang memimpin serangan. Dia se
Yudha menyambut mereka seraya bertanya, "Kenapa kalian datang?"Doddy menjawab dengan penuh percaya diri, "Bangsa Agrel sudah menyerang masuk, jadi kami tentu harus datang!" "Situasinya sudah sekacau ini, siapa yang bisa selamat?" Putro melanjutkan dengan terengah-engah, "Biarkan kami membantu mempertahankan kota!"Yudha mengangguk sembari berujar, "Baiklah. Paman, ada batu-batu besar dalam rumah-rumah yang ada di kedua persimpangan jalan. Aturlah orang-orang untuk mengangkatnya dan memblokir jalanan ini. Sisakan satu jalur di samping agar kita bisa mundur saja!""Baik!" Putro dan Fabrian mengutus pelayan dan para kepala keluarga untuk memindahkan batu besar dan memblokir persimpangan!Sembari melirik pasukan infanteri bangsa Agrel, kedua mata Doddy pun berbinar-binar. Dia berkata, "Panglima Yudha, aku nggak ingin memindahkan batu. Biarkan aku pergi membunuh mereka!""Itu adalah pasukan infanteri. Titik lemah mereka ada di tenggorokan dan pelindung wajah. Bagian lainnya tidak akan ber
Giandra melihat gerbang kota terbuka dan mendengarkan suara pertempuran di kota. Wajah dinginnya tampak berduka, tetapi juga dihiasi sentuhan kegembiraan. Dia menatap ke langit sambil berkata, "Ayah, apa Ayah melihatnya dari sana? Kota Pusat Pemerintahan Jagabu sudah kutaklukkan. Balas dendam akan tiba sebentar lagi!"Bagas berkata, "Pangeran Giandra, sebelum kematiannya, Yang Mulia Raja Tanuwi meminta Anda untuk tidak melukai Wira dan memberikan semua yang dia inginkan. Setelah membuatnya terpojok, apa kita akan masih akan melakukan itu?""Aku nggak akan membiarkannya hidup setelah dia membunuh ayahku. Kalau aku mengampuninya, apa yang akan dipikirkan saudara-saudara bangsa Agrel tentangku?" jawab Giandra.Giandra mendengkus dingin, lalu melanjutkan, "Dari pertempuran ini, aku bisa melihat kalau kecerdasannya hanya rata-rata. Dia bisa membunuh ayahku hanya karena mengandalkan misil tiga busur, bukan karena kemampuannya. Selain itu, aku punya Pak Bagas yang membantuku, jadi kenapa aku
Brak, brak! Banyak prajurit bangsa Agrel bunuh diri dengan pedang mereka sendiri karena tidak tahan kesakitan terbakar api. Beberapa orang mulai menggila dan mulai menebas rekan-rekan mereka dengan pedang. Ribuan sosok seolah-olah sedang menari dalam kobaran api, lalu perlahan jatuh tanpa bergerak lagi.Di persimpangan jalan kiri dan kanan, Herdian, Basuki, Chandra dan sekelompok prajurit lainnya merasa lega. Akhirnya, infanteri bangsa Agrel berhasil dihentikan. Kota Pusat Pemerintahan Jagabu sukses dipertahankan dan nyawa mereka terselamatkan. Mengikuti strategi Wira memang pilihan yang tepat, dia selalu punya cara untuk menang.Di belakang persimpangan jalan, sekelompok prajurit yang kalah mendengar ratapan bangsa Agrel dengan rasa dingin yang menjalar ke punggung mereka. Jika mereka maju lebih awal dan membiarkan bangsa Agrel memasuki kota, mereka juga akan dilalap api sekarang.Wira berdiri di depan persimpangan jalan. Saat melihat sosok-sosok yang kesakitan dalam kobaran api dan m
"Bunuh, bunuh lebih banyak!"Para prajurit pembelot yang kecewa dan marah segera menghunus pedang untuk menyerang bangsa Agrel. Mereka telah mengkhianati Kerajaan Nuala, tetapi bangsa Agrel tidak memercayai mereka. Seharusnya, mereka mendengarkan Wira sejak awal! Namun, sudah terlambat untuk menyesal sekarang!"Serang!"Di atas tembok kota, infanteri bangsa Agrel dan prajurit pembelot Kerajaan Nuala bertarung bersama. Namun, pertempuran tidak berjalan seimbang. Berhubung kesenjangan senjata dan peralatan sangat besar, infanteri bangsa Agrel bisa membantai prajurit pembelot Kerajaan Nuala dengan mudah. Bahkan Raka, si jenderal pengkhianat, tidak sanggup bertahan terlalu lama dan ditebas mati oleh infanteri bangsa Agrel.Beberapa prajurit pembelot Kerajaan Nuala yang kejam mendekap prajurit infanteri bangsa Agrel, lalu menjatuhkan diri dari tembok kota. Duk, duk! Tiba-tiba, prajurit pembelot Kerajaan Nuala dan infanteri bangsa Agrel jatuh dari dari tembok kota.Kejadian mendadak ini mem
Giandra tahu jika dia mengirim 10.000 kavaleri lagi ke kota, mereka mungkin bisa mengalahkan Yudha. Namun, sekarang dia hanya memiliki 30.000 kavaleri yang tersisa. Jika 10.000 prajuritnya kembali dikalahkan, hanya ada 20.000 orang yang tersisa.Masih ada hampir 30.000 prajurit di kota ini. Bahkan jika Yudha dan yang lainnya dikalahkan, bagaimana mereka bisa menghadapi sisanya? Perang atrisi seperti ini sama sekali tidak ada artinya. Pasukan bangsa Agrel perlahan mundur, lalu menara kota yang berat perlahan menutup.Melihat Yudha, Pasukan Zirah Hitam, dan pasukan berbaju zirah di menara kota yang berlumuran darah, para prajurit biasa, prajurit yang kalah, dan rakyat di kota tidak bisa menahan diri untuk berseru, "Panglima Yudha perkasa!"Di menara kota, Yudha justru berteriak keras, "Tuan Wahyudi perkasa!""Tuan Wahyudi perkasa!" Para veteran Pasukan Zirah Hitam dan pasukan berbaju zirah yang tersisa dan tengah berbaring di tembok kota berteriak sekuat tenaga dengan sisa kekuatan merek
Sekelompok petugas pengadilan yang dipimpin oleh seorang kepala petugas patroli menerobos masuk. Suryadi bangkit dan menangkupkan tinjunya tanda hormat, lalu berkata dengan alis berkerut, "Ada masalah apa, Bapak-bapak sekalian?"Kalaupun ada masalah, tidak bisakah mereka mengetuk pintu? Dilihat dari sikap para petugas pengadilan yang tidak sopan itu, pasti ada sesuatu yang tidak beres.Pemimpinnya, Lisun Pandit, berkata dengan ekspresi serius, "Suryadi, kamu telah melakukan kejahatan!""Kejahatan apa?" tanya Suryadi sambil mengerutkan alis.Untuk membuat Pedang Treksha, Suryadi terus tinggal di Dusun Darmadi, tempat tungku pembakaran baru telah dibangun. Dia baru kembali beberapa hari untuk beristirahat dan mengurus pernikahan dengan Santi."Cari!" perintah Lisun. Dia tidak langsung memberikan penjelasan pada Suryadi, melainkan melambaikan tangan dan memberi perintah pada anak buahnya. Sekelompok petugas patroli itu berpura-pura mencari sesuatu."Sudah dapat!" ujar seorang petugas patr
"Aku tahu Ayah dijebak. Ada yang mau merebut barang yang ditinggalkan Tuan Wira!" ujar Lestari.Iqbal berkata dengan serius, "Kamu pulang saja. Lihat siapa yang cari kamu dan apa yang dia minta. Dengan begitu, kamu bisa tahu siapa yang menjebak ayahmu. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan ayahmu di penjara, aku akan suruh orang untuk menjaganya.""Aku juga nggak akan membiarkan dia dihukum mati. Kamu nggak usah takut, aku akan mengutus kepala petugas patroli untuk diam-diam mengikutimu saat pulang. Mengenai Tuan Wira, kamu nggak perlu khawatir. Dia itu orang yang berbakat. Kalau orang lain bisa kabur, dia juga pasti bisa," lanjut Iqbal."Terima kasih, Pak Iqbal," ucap Lestari. Dia berdiri dan pulang ke rumah.Kemudian, Hendra datang dan bertanya, "Lestari, bagaimana?"Setelah diperingati oleh Iqbal, wajah Lestari tampak galak. Dia berseru, "Ternyata kamu yang suruh orang untuk menjebak ayahku!""Apanya menjebak? Memangnya kamu punya bukti?" sahut Hendra.Hendra tersenyum bangga, lalu mengu
"Kenapa mayat itu bisa terbakar? Apa yang sebenarnya kalian lakukan?" tanya Wardo.Pria itu menghela napas dan melanjutkan, "Kami juga nggak tahu bagaimana ini bisa terjadi, mayat itu tiba-tiba terbakar dengan sendirinya. Saat kami mencoba untuk memadamkan apinya, semuanya sudah terlambat. Pada akhirnya, tidak ada yang tersisa lagi."Wira segera berkata, "Ayo kita pergi melihat mayat itu dulu. Kami tetap di sini sejak tadi, berarti ada orang lain yang membakar mayat itu. Dengan kata lain, ini nggak ada hubungannya dengan kami. Ini sudah cukup untuk membuktikan kami nggak bersalah."Setelah mengatakan itu, Wira dan kelompoknya langsung menuju ke pintu masuk desa.Orang-orang di sekitar hendak menghentikan langkah Wira dan yang lainnya, tetapi Agha tiba-tiba menoleh dan memelototi mereka dengan tatapan yang ganas. Melihat itu, mereka ketakutan dan secara refleks mundur beberapa langkah.Salah seorang penduduk mengangkat sekopnya dan melayangkan ke arah kepala Agha. "Bocah, berani-beranin
Saat ini, Agha sudah penuh dengan amarah. Jika bukan karena Wira yang selalu menghalanginya dan ingin menyelesaikan masalah ini dengan damai, dia sudah menggunakan kekerasan. Ini pertama kalinya dia merasa begitu terhina dan difitnah."Kenapa? Kamu ingin memukul kami ya? Kami punya banyak orang di sini dan kalian hanya berempat, kalian pikir kalian bisa menang? Lihatlah wajah kalian yang begitu menyeramkan, pasti kalian yang membunuh orang itu," provokasi orang itu secara terus-menerus.Suasana di tempat itu pun makin tegang.Agha menggertakkan giginya dan berkata, "Seorang pria sejati berani bertanggung jawab atas tindakannya. Kalau benar-benar kami yang melakukannya, kenapa kami nggak berani mengakuinya? Kalian pikir aku dan kakakku ini adalah pengecut rendahan ya? Lagi pula, lihatlah diri kalian, apa kalian pantas untuk aku dan kakakku turun tangan? Kalau aku membunuh kalian, tanganku akan kotor."Dia sudah berusaha bersabar sejak tadi dan terus mengalah, ini sudah cukup menghargai
"Jadi, kamu tetap harus ikut bersama kami. Setidaknya sebelum masalah ini selesai diselidiki dengan jelas, kalian nggak boleh meninggalkan tempat ini," kata Wardo yang berusaha menangani masalah ini dengan bijaksana."Omong kosong! Kamu tahu siapa kakakku ini? Kalau kalian berani mengurung kakakku, aku akan langsung membantai kalian semua," kata Agha yang sebelumnya amarah sudah mereda, kini kembali meledak dan menatap Wardo dengan dingin.Mendengar perkataan Agha, amarah orang-orang yang berada di sana kembali meledak dan mulai berteriak."Nggak perlu segan pada mereka.""Aku lihat orang-orang ini bukan orang baik, berani-beraninya mereka semena-mena di sini.""Cepat kurung mereka. Nggak peduli apa itu ulah mereka atau bukan, jangan biarkan mereka pergi.""Dilihat dari sikap mereka, mereka pasti merencanakan sesuatu di wilayah barat."Komentar orang-orang itu beraneka ragam dan kembali mencurigai Wira dan yang lainnya. Saat berbicara, banyak dari mereka yang sudah mulai bergerak dan s
Wira berkata sambil tersenyum dan berjalan ke depan Wardo, "Ternyata kamu adalah Tuan Wardo. Namaku Wiro, berasal dari Provinsi Yonggu. Mereka ini semuanya adalah temanku. Kali ini kami datang ke wilayah barat untuk memahami beberapa situasi, kita mau lihat apa sini cocok untuk berbisnis.""Kalau cocok, kami juga akan membuka jalur perdagangan di sini dan menghubungkan wilayah barat dan sembilan provinsi. Kalau jalur ini berkembang, kamu dan juga kami pasti akan mendapat manfaatnya. Ini akan saling menguntungkan."Wira tidak mengungkapkan nama aslinya karena namanya terlalu mencolok dan tidak ada orang yang tidak mengenalnya di sembilan provinsi ini. Jika ada yang tidak mengenalnya, orang itu pasti tinggal di tempat yang terisolasi. Dia baru saja menyumbangkan lima miliar gabak untuk membantu korban bencana dan mengejutkan seluruh negeri, sehingga para rakyat sangat mengaguminya.Wardo berkata dengan tenang, "Wiro? Aku dengar ada seseorang yang bernama Wira di Provinsi Yonggu. Dia sang
Semua ini adalah ulah Panji dan Caraka. Setelah semalam mengetahui Wira dan yang lainnya sudah masuk ke desa perbatasan, Caraka langsung membunuh seorang penduduk desa. Dengan begitu, semua kecurigaan akan langsung tertuju pada Wira. Meskipun Wira ingin menjelaskannya, tidak ada orang yang percaya dengan perkataan Wira juga dan Wira juga tidak memiliki hak bicara di situasi ini.Caraka berpikir semua ini akibat dari perbuatan Wira sendiri, tidak bisa menyalahkan siapa pun. Siapa suruh Wira datang ke wilayah barat, bukankah itu sama saja Wira mencari masalah untuk diri sendiri?"Menurutmu, apa Wira akan bertindak? Kalau hanya mengandalkan penduduk desa ini, mereka tidak akan bisa menghalangi Wira dan yang lainnya. Untuk menangkap Wira, ini juga akan sangat sulit," gumam Caraka."Kalau Wira benar-benar bertindak, bukankah itu hasil yang terbaik? Dengan begitu, itu akan menunjukkan mereka benar-benar membunuh pria itu. Rencana untuk menjebak kita pun berhasil," kata Panji sambil tersenyum
Semua orang terus berteriak dan bahkan banyak dari mereka yang sudah siap untuk menyerang Wira.Pada saat itu, Agha dan yang lainnya juga keluar dari kamar dan segera mendekati Wira."Kak Wira, ada apa ini?" tanya Agha.Wira pun menjelaskan situasinya dengan singkat. Dalam sekejap, Agha dan yang lainnya pun menjadi sangat marah."Omong kosong apa ini? Mana mungkin kami tiba-tiba menyerang mereka dengan tanpa alasan. Lagi pula, kami juga nggak akan menggunakan cara keji seperti ini," kata Agha. Semalam dia tidak ikut rapat, sehingga dia tidak tahu apa yang dibicarakan Wira dan yang lainnya.Sementara itu, Dwija yang berdiri di samping menghela napas dengan tak berdaya saat mendengar sekarang dia sudah dianggap sebagai orang keji. Namun, dia memang tidak melakukannya, dia tidak ingin dihukum dengan tanpa alasan.Saat Dwija hendak mendekati dan berbicara dengan Wira, Wira hanya memberikan isyarat mata dan keduanya langsung saling memahami.Wira tentu saja memercayai Dwija karena Dwija ada
"Kalau begitu, kita nggak akan punya tempat untuk bernaung lagi. Tempat ini adalah jalur yang harus kita lalui kalau ingin kembali. Kalau kita bertengkar dengan penduduk sini, kita akan terpojok dari kedua sisi. Meskipun kita masih ingin menyelidiki masalah wilayah barat, itu juga akan menjadi sangat sulit dan pada akhirnya hanya bisa pulang dengan tangan kosong," kata Wira.Setelah mendengar penjelasan Wira, Wendi dan Dwija tidak mengatakan apa-apa. Ini memang faktanya dan inilah situasi mereka sekarang. Sayangnya, mereka tidak bisa membantah apa pun dan juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam sekejap, keadaannya memang membuat mereka merasa terpojok.Wira kembali berkata, "Setelah perjalanan selama berhari-hari, kalian juga sudah lelah, 'kan? Bahkan Agha pun sudah tidur, kita juga istirahat lebih awal. Nanti kita selesaikan masalah ini perlahan-lahan. Soal rahasia wilayah barat ini, suatu hari nanti pasti ada cara untuk mengungkapkan rahasia di baliknya dan kita juga pasti ak
Wira berkata, "Oh? Kak, jangan takut, kami semua bukan orang jahat. Lagi pula, kami berhasil melewati gurun itu berarti kami punya kemampuan, 'kan? Kakak hanya perlu menceritakan semua pada kami dengan tenang. Meskipun kabar ini tersebar, aku juga nggak akan melemparkan tanggung jawabnya padamu. Aku juga nggak akan membiarkanmu menanggung risikonya dengan sia-sia."Setelah mengatakan itu, Wira mengeluarkan dua batang emas dari sakunya dan meletakkannya di depan pria itu.Melihat emas batangan itu, pria itu langsung menelan ludahnya. Meskipun mereka sering membantu para pedagang kaya yang datang ke desa perbatasan itu dan menerima imbalannya, ini pertama kalinya seseorang langsung menunjukkan emas batangan padanya. Sepertinya berat emas itu juga mencapai puluhan gram. Sungguh dermawan!Meskipun uang yang berada di depan mata itu mengilap dan menggoda, pria itu juga tahu satu prinsip. Menghasilkan uang itu penting, tetapi takutnya tidak bisa menikmatinya karena kehilangan nyawanya.Setel
"Kami hanya tinggal di wilayah barat ini saja, tapi darah yang mengalir di tubuh kita sama," kata pemilik rumah itu sambil mendekat. Orang ini berusia hampir 30 tahun dan memiliki penampilan yang tegap, tetapi sangat ramah dan tatapannya terlihat sangat tulus.Para penduduk lainnya di sana juga begitu. Saat Wira dan yang lainnya baru saja memasuki desa perbatasan itu, para penduduk di sana sangat ramah dan tersenyum pada mereka. Kesannya seperti kembali ke rumah sendiri, sehingga dia merasa seperti tamu terhormat di sana.Wira menoleh dan menatap pria itu, lalu bertanya, "Kalau orang-orang wilayah barat begitu menantang kami dan kalian juga orang dari sembilan provinsi, mengapa kalian memilih untuk tinggal di sini?"Pria itu menggelengkan kepala dan menjawab, "Semua ini juga demi mencari nafkah. Ada banyak barang di wilayah barat yang nggak ada di Dataran Tengah. Justru karena inilah, banyak pedagang yang datang ke sini untuk membawa barang-barang khas wilayah barat ke Dataran Tengah.