Fadela mengernyit dan tidak berbicara lagi. Wira ada di desa. Sekalipun Agha ke sana, Wira seharusnya bisa menahannya agar tidak merusak rencana.Selain itu, sebenarnya Fadela mencemaskan Wira. Hanya saja, sebelum pergi, Wira sudah membuat rencana sehingga Fadela tidak bisa mengatakan apa-apa.Kebetulan, Agha mengambil tindakan sesuka hati. Ini membuat Fadela merasa lebih percaya diri. Jika terjadi sesuatu pada Wira, setidaknya mereka bisa turun tangan dan menghabisi para perampok itu.....Di desa, setelah Lucy dan lainnya berjalan masuk, Wira langsung memperhatikan mereka. Seketika, senyuman Wira menjadi makin dingin.Wira mengeluarkan pistol dari sakunya. Kemudian, dia menembakkannya ke langit. Suara tembakan sontak terdengar. Bukan hanya Agha yang baru turun gunung yang mendengarnya, Fadela dan lainnya juga mendengar sinyal ini. Segera, orang-orang menyerbu ke desa."Apa yang kamu lakukan?" tanya Yono sambil memelototi Wira dengan dingin.Sebelum Wira menjawab, Hajiz segera mengham
"Coba kamu lihat ke belakang dulu. Selain itu, siapa yang berdiri di sekitar para penduduk?" timpal Wira sambil terkekeh-kekeh.Yono tanpa sadar menoleh. Para perampok gunung yang berdiri di belakangnya bergeser ke samping. Tatapan Yono pun tertuju pada sekelompok penduduk itu.Para penduduk yang tadinya terikat, kini sudah bebas. Selain itu, para perampok gunung yang berjaga di sekitar pun terkapar di tanah.Di sekitar penduduk desa ada sekelompok orang berpakaian hitam. Yang memimpin adalah seorang wanita. Hati Yono bergetar. "Apa yang terjadi?"Yono bukan terkejut karena para penduduk telah bebas, melainkan karena kemunculan sekelompok orang misterius ini yang sama sekali tidak menimbulkan suara apa pun. Orang-orang ini berhasil menjatuhkan belasan pengawal Yono. Sebenarnya sehebat apa mereka? Ini tidak masuk akal!Di mata Wira, Yono dan bawahannya memang hanya tahu bersenang-senang. Namun, setidaknya mereka sering berlatih di hari biasa, 'kan? Lantas, kenapa mereka dijatuhkan semud
"Ngapain kalian takut?" Ketika melihat orang-orang di sekitar tidak mengambil tindakan apa pun, Yono membentak, "Kalau kalian nggak menangkap Wira sekarang, kita yang bakal ditangkap setelah orang-orangnya datang!""Tadi Wira sudah memperjelas semua. Kalaupun kita menyerahkan semua barang dan melepaskan para penduduk, dia cuma nggak bakal menyiksa kita. Kita tetap bakal mati. Masa kalian mau mati begitu saja?""Jangan lupa. Wira masih punya senjata rahasia. Senjata itu cuma bisa membunuh seseorang sekali tembak. Kalau kalian mengeroyoknya, dia nggak bakal bisa menahan kalian!"Begitu mendengarnya, semua orang bertatapan dan bersiap-siap untuk mengambil tindakan. Pada saat yang sama, Wira berkata dengan dingin, "Kalau kalian ingin hidup, tetap diam di tempat! Kalian semua memang perampok, tapi aku cuma ingin bunuh Yono dan Hajiz.""Aku nggak ingin mencari masalah dengan kalian. Aku tahu kalian menjadi perampok juga karena nggak punya pilihan lain, 'kan? Coba pikirkan baik-baik. Masa kal
Begitu mendengarnya, perampok itu langsung melempar senjata di tangannya. Ketika dia hendak berbicara, tiba-tiba terdengar bentakan di belakang Wira."Berengsek! Memangnya orang seperti kalian pantas hidup? Kalian sekelompok bajingan yang kerjaannya merampok dan berbuat jahat! Kalian masih ingin meminta diberikan jalan hidup? Selain itu, siapa yang tahu sudah berapa banyak orang yang kalian bunuh! Mati saja kamu!"Sebelum orang-orang sempat bereaksi, terlihat sebuah palu memelesat ke depan dan langsung mengenai dada pria yang berbicara tadi.Palu itu setidaknya memiliki berat sebesar ratusan kilogram. Perampok itu sontak terhempas dan mendarat dengan keras di tanah. Seketika, dia bersimbah darah.Kejadian ini membuat situasi menjadi gempar. Orang-orang makin panik. Tidak ada yang menduga akan terjadi perubahan situasi seperti ini."Agha?" Wira menoleh melihat si pendatang. Sebelum dia sempat bertanya, Agha sudah berbicara, "Kak, bukannya aku nggak mau dengar instruksimu. Tapi, mereka s
Begitu Yono dan Hajiz mengambil tindakan, Fadela juga beraksi. Dengan tangan memegang golok, Fadela menyerbu ke arah keduanya.Wira menatap medan tempur di depannya dengan santai. Dia merasa sangat lega karena sudah pasti menang.Jaringan mata-mata telah melindungi para penduduk. Sekalipun para perampok ingin membunuh mereka, di bawah jaringan mata-mata, mereka tidak akan sanggup mendekat. Pada akhirnya, mereka akan bertarung dengan bawahan Wira dan mati.Dalam waktu kurang dari 15 menit, lebih dari setengah perampok telah terbunuh. Yang tersisa hanya beberapa perampok yang terluka.Saat ini, para perampok telah berkumpul dan menatap para prajurit dengan penuh waspada. Pada akhirnya, mereka melempar senjata mereka sebagai isyarat menyerah."Tuan Wira, kami nggak pernah membunuh! Jangan percaya omongan Yono!""Ya! Tuan Wira, tolong ampuni kami!""Kami nggak ingin mati begitu saja!"Para perampok memohon supaya bisa bertahan hidup. Wira mendekati mereka dengan pelan. Dia telah menyimpan
Yono memperlihatkan senyuman sinis. Kemudian, dia langsung mengarahkan tombaknya kepada Fadela. Tatapannya dipenuhi niat membunuh.Hajiz pun bersembunyi di belakang Yono. Biasanya, dia hanya menjadi orang di belakang layar. Dia memang tidak bisa bertarung. Jika bersikeras melawan, nyawanya hanya akan melayang."Bos! Jangan basa-basi dengannya lagi! Cepat habisi dia, lalu kita kabur dari sini! Karena dia sudah kemari, itu artinya Wira dan lainnya juga sudah dekat. Kalau sampai pasukan tiba, jangan harap kita bisa selamat lagi!" seru Hajiz.Yono tentu memahaminya. Ketika melihat Fadela tidak berbicara, Yono langsung menyerbu ke depan dan berseru, "Karena kamu yang cari mati, aku bakal antar kamu ke neraka!"Saat berikutnya, Yono tiba di hadapan Fadela. Fadela mundur beberapa langkah. Pedang di tangan telah dihunuskan. Pertarungan akhirnya dimulai.Kekayaan Keluarga Jati memang penting. Namun, di hati Fadela, nyawa orang-orang di sekelilingnya jauh lebih penting.Meskipun para pelayan itu
Setelah semua beres, Wira berjalan ke samping dan menatap Lucy dengan puas. "Kerja bagus kali ini. Kalaupun ada Biantara, belum tentu hasilnya akan sebagus ini."Lucy segera menyahut, "Pujian Tuan berlebihan. Aku nggak bisa dibandingkan dengan Tuan Biantara."Ketika keduanya mengobrol, Agha menghampiri dengan tersenyum. Dia baru meraih kemenangan dan baru melampiaskan amarahnya, sehingga suasana hatinya sangat baik. Dia sudah lupa ucapan Wira yang sebelumnya.Agha menghampiri Wira lalu berkata, "Kak, kamu bilang mau kasih harta benda di sini kepada para penduduk. Kalau Nona Fadela tahu, apa dia bakal setuju? Bagaimanapun, itu bukan barangmu.""Setelah pulang nanti, aku bakal menebusnya kepada Keluarga Jati. Aku nggak bakal ambil barang mereka kok. Oh ya, kenapa aku nggak melihat Fadela?" tanya Wira.Lucy dan Agha bertatapan, lalu menggeleng. Mereka sibuk melakukan tugas masing-masing sehingga tidak memperhatikan hal lain. Lucy harus melindungi para penduduk, sedangkan Agha membawa pasu
"Agha seorang sudah cukup. Dia memang lagi marah. Biarkan dia melampiaskan amarahnya, daripada dia membuatku repot nanti," ujar Wira sambil tersenyum.Hanya saja, Wira merasa cemas pada Fadela. Bagaimanapun, Fadela sudah mengejar mereka sejak tadi. Entah wanita itu bisa bertahan atau tidak.Wira tahu Fadela menguasai ilmu bela diri. Namun, Yono bisa menjadi pemimpin Desa Anyer karena memiliki kemampuan. Kini, semua tergantung pada nasib Fadela.....Di hutan, Yono dan Fadela masih bertarung dengan sengit. Sampai sekarang, belum terlihat pemenangnya. Keduanya sama-sama mengalami cedera.Lengan kiri Fadela terluka. Di dadanya, terlihat juga sebuah lubang yang tidak kecil. Teknik tombak Yono terlalu rumit. Jika teknik tubuh Fadela kalah dari Yono, dia pasti sudah mati karena tikaman tadi.Di sisi lain, kondisi Yono juga tidak baik. Dia menderita banyak luka gores. Pakaiannya sampai memerah karena dinodai darah. Bahkan, di wajahnya, terlihat lubang yang berdarah.Meskipun kedua belah pihak