"Kak, aku rasa wanita ini memang gila. Gimana kalau aku menyerangnya di tengah situasi kacau? Kalau bisa menyanderanya, orang-orang itu akan meletakkan senjata mereka. Kalau kamu rasa bisa, aku baru akan melakukannya. Kamu cari tempat saja untuk sembunyi. Jangan sampai terluka," bisik Agha di samping telinga Wira.Wira merasa bersyukur mendengarnya. Perkataan Agha ini membuatnya terharu. Di situasi semacam ini, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, Agha bersedia mempertaruhkan nyawanya demi melindungi Wira. Anak ini benar-benar setia dan tulus padanya.Tidak peduli bagaimana sikap Agha biasanya, satu-satunya yang bisa dipastikan adalah Agha benar-benar menganggapnya sebagai kakak. Wira merasa senang memiliki adik seperti ini."Aku yang membawamu ke Restoran Semiyang. Kita harus sama-sama keluar dari tempat ini. Kalau menuruti idemu, kamu nggak bakal bisa lolos. Kamu ingin menggunakan tubuhmu mengadang anak panah? Mana mungkin kakakmu ini tega melihatnya."Wira b
"Nggak ada orang?""Sialan! Dia menipu kita!""Tembak mereka! Tembak mati manusia rendahan itu!"Fadela langsung bangkit dan memberi perintah menembak. Tanpa ragu sedikit pun, para bawahan sontak mengangkat busur dan panah. Saat berikutnya, anak panah menghujani pintu.Wira dan Agha buru-buru mundur. Wira melindungi tubuhnya dengan kursi, sedangkan Agha terus mengayunkan palunya untuk menangkis. Sesaat kemudian, mereka mundur sampai pinggir jendela."Kak, cepat lompat! Setelah keluar dari restoran ini, kita bakal aman! Kita beri tahu Kak Danu supaya dia yang balas dendam! Kita bisa membinasakan Keluarga Jati dengan mudah!" seru Agha.Wira mengangguk, lalu langsung melompat. Agha mengikuti di belakang. Di luar pintu, orang-orang masih menembak. Adapun orang-orang di lantai bawah, mereka menyerbu ke atas untuk memberi laporan."Nona, mereka sudah lompat turun dan menuju ke utara!"Ekspresi Fadela menjadi dingin. "Apa? Mereka benaran kabur? Kukira mereka bakal melawan mati-matian. Ternyat
"Bukannya dia cuma temanmu? Kalau nggak, untuk apa kamu begitu melindunginya, bahkan menamparku demi dia? Aku sampai curiga dia anak harammu. Makanya, kamu berpihak padanya!" pekik Fadela.Usia Fadela dan Wira tidak terpaut jauh. Apalagi, sikap Anang terhadap Wira sangat baik. Wajar jika Fadela berpikiran aneh seperti itu.Anang langsung membentak, "Kamu nggak ngerti apa-apa! Jangan bicara sembarangan! Kamu tahu Wira, 'kan? Dia Wira yang sangat terkenal itu! Sekarang kamu menyinggung Wira! Kamu membawa masalah besar untuk Keluarga Jati!"Apa? Begitu ucapan ini dilontarkan, bukan hanya para bawahan Vila Jati yang termangu dan takut, tetapi Fadela juga. Apa yang harus dilakukannya sekarang?Fadela memang nakal dan kekanak-kanakan. Namun, dia tahu dirinya tidak bisa menanggung akibat dari menyinggung Wira. Jika Wira tidak bersedia mengampuninya, akibatnya akan sangat buruk. Takutnya, seluruh Keluarga Jati akan mengalami bencana besar karena perbuatannya.Namun, di dunia ini tidak ada mesi
"Ayah, apa mungkin kamu salah informasi? Orang itu benaran Wira? Kenapa kebetulan sekali?" tanya Fadela yang masih merasa ragu.Bagaimanapun, ini sangat aneh. Wira berstatus mulia. Untuk apa dia datang ke Vila Jati? Hanya untuk sepasang palu itu?"Aku awalnya juga nggak percaya, tapi ada banyak bukti. Dia memang Wira yang kita kenal. Selain itu, dia sudah menuju ke kediaman jenderal. Itu artinya, dia sudah membuat persiapan sejak awal.""Coba pikirkan baik-baik, siapa yang bisa masuk ke kediaman jenderal seenaknya? Sekalipun orang itu bukan Wira, yang pasti dia punya status yang nggak biasa!" hardik Anang dengan dingin.Sebenarnya Anang sudah malas menceramahi Fadela. Masalah sudah sampai seperti ini. Tidak ada gunanya bicara panjang lebar lagi.Pada akhirnya, hasilnya akan sama. Mereka hanya bisa menemui Wira dan meminta pengampunan darinya.Saat ini, di kediaman jenderal, Wira dan Agha berlari dengan tergesa-gesa. Danu telah mendengar kabar, jadi dia langsung menyambut keduanya."Tua
"Sebentar!" Ketika keduanya hendak pergi, Wira tiba-tiba memanggil."Kak, jangan-jangan kamu kasihan karena dia wanita?" tanya Agha sambil mengernyit. Nada bicaranya dipenuhi keengganan.Fadela sangat keterlaluan. Wanita ini terus mencari masalah dengan mereka, bahkan hampir membunuh mereka. Sudah sewajarnya diberi pelajaran.Meskipun Wira bisa menahan amarahnya, Agha dan Danu tidak akan mengampuni Fadela begitu saja. Mereka sudah tidak sabar untuk mencari Fadela dan membalas dendam."Kak, kalau yang kubilang benar, aku akan beri tahu istri-istrimu. Setelah mereka tahu, mereka pasti akan marah besar.""Wanita itu jelas-jelas terus mencari masalah dengan kita. Sekarang kita akhirnya terlepas dan selamat. Kesempatan membalas dendam ada di depan mata. Kamu malah menyuruh kami berpangku tangan?""Kalau kamu bilang nggak ada apa-apa di antara kalian berdua, istri-istrimu nggak mungkin percaya!" ucap Agha dengan lantang. Dia hanya ingin Wira membalas dendam. Ada pun hasilnya, Agha tidak memp
Agha menggebrak meja, lalu bangkit dan berkata dengan dingin, "Kami belum mencari masalah dengannya, tapi mereka berani datang kemari? Mereka mau cari masalah ya? Oke. Mari kita lihat, sehebat apa mereka! Beraninya mereka datang ke kediaman jenderal. Suruh mereka masuk!"Sebelum Wira dan Danu berbicara, Agha sudah mengomel. Prajurit itu tampak ragu. Dia menatap Wira untuk meminta arahan.Prajurit itu tahu Agha punya status tinggi. Namun, dia juga tahu hanya Wira yang bisa membuat keputusan di sini. Danu sekalipun tidak berani melampaui Wira."Ehem, ehem." Danu berdeham dua kali sambil menatap Agha untuk memberi peringatan. Mentang-mentang Wira memanjakannya, Agha malah berani memberi perintah di hadapan Wira? Bocah ini makin menarik saja."Kak, kamu ngapain? Kalau sakit, cari dokter saja. Jangan memaksakan diri. Cuaca sangat terik sekarang. Kalau masuk angin, sakitmu bisa makin parah," nasihat Agha.Danu menggeleng sambil membatin, 'Dasar bodoh! Sebenarnya apa isi pikiran bocah ini?'"
"Tuan punya pengamatan yang jeli. Pasti tahu maksud Agha, 'kan? Dia bersikap seperti itu cuma karena marah. Jangan bersikap perhitungan dengannya," bujuk Danu.Mereka semua adalah sahabat. Danu juga tahu seperti apa hubungan Wira dengan Agha. Meskipun Wira berbicara demikian, dia pasti masih memiliki keyakinan terhadap Agha.Agha punya keberanian besar. Jika dibandingkan dengan Danu dan lainnya, nyali Agha jelas berkali-kali lipat lebih besar dari mereka.Meskipun Agha kurang bijaksana dalam berpikir, dia pantas berdiri di garda terdepan ataupun menjadi tangan kanan Wira.Ketika keduanya sedang mengobrol, prajurit membawa masuk Anang dan Fadela. Begitu masuk, Anang langsung maju dan berlutut. "Tuan Wira, maaf sekali! Aku baru tahu masalahmu dengan putriku. Ini salahku. Aku nggak memberitahunya identitasmu. Makanya, situasi jadi kacau begini.""Putriku terlalu dimanjakan selama ini. Dia sombong dan semena-mena. Kuharap kamu bisa memaafkannya. Tolong jangan bersikap perhitungan dengan or
Kapan pun itu, yang terpenting adalah situasi keseluruhan.Satu-satunya hal yang membuat Wira kehilangan akal sehatnya adalah kematian Biantara. Itu karena hubungannya dengan Biantara sudah begitu dekat dan lama. Ditambah lagi, Biantara mati di tangan musuh. Jika tidak membalas dendam, bagaimana Wira bisa membangun prestisenya?"Tuan Wira memang baik hati. Aku kagum sekali padanya. Tapi, putriku memang bersalah. Aku cuma punya seorang putri. Kalau Tuan ingin kami membayar kompensasi, tolong jangan menyulitkannya. Biar aku yang menanggung semuanya. Meskipun nyawa taruhannya, aku nggak takut!" jelas Anang dengan tegas.Semua orang tua di dunia ini sama. Mereka selalu memikirkan keselamatan anak sendiri. Menurut mereka, lebih baik mereka yang mati daripada anak mereka.Hubungan dekat ayah dan anak ini membuat Wira tersentuh. Fadela yang berdiri di samping juga tak kuasa mengepalkan tangannya. Dia bukan marah, melainkan terharu.Fadela menatap ayahnya lekat-lekat. Namun, dia tidak melontar