"Aku ...." Danu menggaruk kepalanya. Dia tidak bodoh, jadi tentu tahu maksud perkataan Wira."Tuan, hal ini agak sulit bagiku. Aku benaran nggak tahu harus membiarkan mereka tinggal di mana. Selain itu, aku takut akan ada makin banyak orang yang datang ke Provinsi Yonggu. Masa kita bakal terima semua orang yang mau pindah kemari?""Takutnya, dalam waktu dekat, Provinsi Yonggu akan menjadi penuh. Gimana ini? Kalau kita nggak sanggup menghidupi mereka, bukankah kita akan kehilangan kepercayaan rakyat?"Danu meneguk anggurnya, lalu mengungkapkan semua pemikirannya. Dia bukan ingin membantah perintah Wira, tetapi mempertimbangkan keuntungan untuk Wira.Jika makin banyak orang yang datang kemari, entah berapa banyak orang yang akan ikut. Situasi ini benar-benar rumit. Tidak mungkin tempat ini dijadikan pengungsian, 'kan?Wira larut dalam pikirannya. Dia menggoyang gelas anggur dan terdiam untuk sesaat."Tuan, sebenarnya ada satu hal yang mungkin kamu nggak kepikiran. Orang-orang itu bisa sa
Wira sudah minum beberapa gelas sejak tadi, tetapi tidak mabuk. Dia juga mendengar nama Labib, makanya menghentikan prajurit itu.Prajurit itu segera berkata, "Tuan, ada yang namanya Labib di luar. Katanya dia teman Jenderal Danu. Dia menyuruhku memanggil Jenderal. Katanya ada urusan penting. Tapi, Jenderal bilang nggak kenal."Danu berujar, "Aku sudah sering bertemu orang seperti ini. Mereka cuma ingin meminta bantuanku. Entah sudah berapa banyak orang yang mengaku mengenalku sejak aku datang kemari. Aku sudah terbiasa. Biarkan saja, Kak. Kita minum-minum saja."Danu tampak tidak peduli. Namun, Wira segera menyahut, "Dia temanku. Dia mungkin tahu aku ada di sini, jadi bilang mengenal jenderal di sini. Aku keluar lihat dulu."Sekarang sudah larut malam. Labib pasti datang karena urusan penting. Wira tidak mungkin tidak menemuinya."Apa perlu kusuruh bawahanku urus saja? Kita lanjut minum-minum saja, Kak. Kamu nggak perlu repot-repot," ucap Danu segera.Danu punya dua saudara, yaitu Wir
"Rupanya begitu. Tenang saja. Selama bisa diatasi dengan uang, itu bukan masalah. Serahkan saja kepadaku. Aku akan pergi bersamamu," ucap Wira.Ekspresi Labib dipenuhi rasa syukur. Baginya, bertemu Wira adalah hal paling beruntung di hidupnya. Dia bukan hanya menemukan putrinya kembali, tetapi juga mendapat bantuan besar dari Wira. Utang budi ini tidak akan bisa terbayar.Namun, Labib tidak sempat mempertimbangkan begitu banyak hal lagi. Dia harus menolong putrinya.Keduanya segera berangkat. Di bawah pimpinan Labib, tidak sampai sejam, mereka tiba di sebuah klinik.Meskipun sudah tengah malam, klinik masih terang benderang. Seorang dokter terlihat sibuk mencari bahan obat.Ketika melihat Labib, seorang dokter bertanya, "Uangnya sudah disiapkan?"Satu kalimat ini langsung membuat Wira tidak menyukainya. Dokter seharusnya mengutamakan keselamatan pasien. Kenapa dokter ini malah memprioritaskan uang? Masa dia sanggup melihat orang mati di depannya? Di mana letak etika kedokterannya?Labi
Wira duduk di samping tanpa berbicara lagi. Dia hanya bisa membantu sampai sini. Labib dan Yuni bisa baikan atau tidak, semua tergantung mereka.Kemudian, Labib duduk di samping Yuni. Namun, Yuni tidak menatapnya. Fokus Yuni hanya tertuju pada mertuanya."Yuni, jangan terlalu cemas. Dokter sudah bilang mertuamu pasti akan pulih. Kamu baik sekali padanya. Dia pasti merawatmu dengan baik juga dulu. Aku nggak akan membiarkannya kenapa-napa.""Setelah mertuamu sembuh, kita bertiga bisa tinggal bersama. Aku akan membantumu merawat mertuamu. Kelak, kehidupan kita akan membaik. Kita nggak bakal semiskin ini lagi," ucap Labib.Labib berusaha mendekatkan hubungannya dengan putrinya. Sekarang Labib hidup sebatang kara. Dia akhirnya menemukan putrinya. Meskipun hubungan mereka tidak baik, Labib ingin berusaha memperbaiki hubungan mereka.Jika hubungan mereka terus buruk, bagaimana Labib akan memberi penjelasan kepada istrinya di alam baka nanti? Dia akan malu menemui istrinya.Yuni tidak berbica
Dari sini ke kediaman jenderal hanya berjarak beberapa puluh meter. Tiba-tiba, muncul sosok yang misterius. Bagaimana mungkin Wira tidak curiga?Apalagi, di sekitar kediaman jenderal, ada banyak ahli bela diri yang berjaga. Asalkan ada sedikit pergerakan saja, mereka akan langsung menyadarinya.Namun, sosok berpakaian hitam ini malah bisa berkelebat seenaknya. Wajar jika Wira merasa curiga.Provinsi Yonggu baru jatuh ke tangan Wira. Dia masih belum memahami betul keadaan internal di sini sehingga harus lebih berwaspada."Siapa kamu? Beraninya kamu mengaturku?" ketika Wira masih kebingungan, terdengar suara wanita yang merdu.Wira pun menoleh menatap wanita itu. Dia memakai pakaian yang sangat tertutup dan ketat hingga hanya terlihat matanya. Namun, tubuhnya sangat bagus, membuat Wira tidak bisa mengalihkan pandangan.Wira menatapnya untuk sesaat. Sebelum dia berbicara, wanita itu bertanya, "Kenapa? Kamu nggak bisa jalan lagi setelah melihat wanita cantik? Dasar mesum!""Uhuk, uhuk." Wi
Lucy berkata dengan pelan, "Dia nggak mau bilang kalau nggak ketemu denganmu. Aku sudah berusaha mencari tahu, tapi dia nggak mau memberi tahu apa pun. Sebaiknya temui dia sebentar."Wira menghela napas dengan tidak berdaya. Dia benar-benar mencari masalah untuk diri sendiri kali ini. Setelah mengganti baju, Wira keluar dan bertemu Labib."Kenapa mencariku pagi-pagi begini? Apa ada masalah besar?" tanya Wira sambil duduk di kursi utama dan menuangkan teh untuk diri sendiri. Setelah menyesap tehnya, pikirannya menjadi lebih jernih.Labib maju dan segera menyahut, "Tuan, kali ini benar-benar gawat. Kami menunggu semalaman di klinik, tapi dokter itu nggak kembali.""Pagi tadi, penyakit mertua Yuni kambuh lagi dan makin parah. Baru saja, mertuanya meninggal. Kita ditipu dokter itu! Dia bukan cuma nggak menolong pasien, tapi juga mencelakai mertua Yuni. Sekarang Yuni menjadi dendam padaku. Aku benar-benar pusing!""Tuan, aku tahu kamu hebat. Apa kamu bisa membantuku menemukan dokter itu dan
"Mungkin karena semalam aku minum terlalu banyak. Tidurku nyenyak sekali. Jadi aku bangun pagi." Agha merenggangkan pinggangnya dan duduk di samping Wira. Dia merebut cangkir teh dari tangan Wira, lalu menuangkan teh untuk diri sendiri.Bisa dilihat Agha tidak merasa sungkan sedikit pun. Wira menggeleng sambil tersenyum melihatnya. Kapan bocah ini bisa menjadi dewasa?"Omong-omong, kudengar ada tempat yang sangat seru di Provinsi Yonggu. Kamu mau ikut aku ke sana nggak?" tanya Agha dengan mata berbinar-binar.Ternyata Agha mencarinya karena tujuan lain. Dia bertanya, "Gimana dengan Vion dan lainnya?""Pagi ini mereka sudah kembali ke Gedung Nomor Satu. Urusan kali ini sudah beres, jadi mereka nggak berlama-lama lagi.""Sebenarnya aku mau ikut mereka pulang, tapi teringat nggak ada yang membantumu nanti. Makanya, aku mau menemanimu di sini. Aku sangat baik, 'kan?" Agha menyeringai."Dasar kamu ini!" Wira menggeleng dengan tidak berdaya. Terkadang, Agha seperti boneka hidup yang bisa mem
Sorot mata Wira dipenuhi antusiasme. Dia kurang memercayai ucapan Agha. Dia curiga Agha hanya membesar-besarkan untuk membuatnya tertarik. Namun, jika Danu yang mengatakannya, situasinya tentu berbeda.Sekarang Danu yang memimpin di Provinsi Yonggu. Dia menguasai segalanya di sini. Selain Lucy, tidak ada yang lebih memahami keadaan Provinsi Yonggu daripada Danu."Tuan, lelang yang dikatakan Agha sebenarnya adalah sebuah vila. Nama vila itu adalah Vila Jati. Semua orang yang tinggal di sana bermarga Jati. Di dalamnya terdapat banyak harta karun. Semuanya adalah aset Keluarga Jati.""Dengar-dengar, Keluarga Jati ini sangat misterius. Mereka percaya bahwa uang bisa membuat segalanya menjadi mudah. Selain itu, mereka mempekerjakan ahli bela diri dengan harga tinggi untuk menjaga Vila Jati."Kalaupun ada yang mengincar harta mereka, orang itu nggak akan berani bertindak gegabah. Waktu itu, Bhurek sempat ingin merekrut orang Vila Jati. Sayangnya, dia nggak diberi kesempatan sedikit pun. Usah