Setelah Wira selesai berbicara, terdengar Salie yang mulai memperkenalkan pria itu. "Bukan hanya kamu yang bilang dia aneh, semua orang juga tahu orang ini sangat berbeda. Banyak orang yang sering bilang otaknya nggak beres. Bukan hanya sekarang aja dia muncul di sini, biasanya juga dia tinggal di kaki Gunung Nasaka ini. Konon, bukan hanya nggak punya rumah dan pekerjaan, orang ini juga nggak punya keluarga. Dia pasti menganggap tempat ini adalah rumahnya."Penjelasan Salie langsung membuat Wira paham, ternyata pria itu adalah seorang tunawisma. Dalam sekejap, dia pun menggelengkan kepala dan perlahan-lahan berkata, "Sayang sekali. Tulisan orang ini begitu bagus, ini membuktikan dia pasti pernah menerima banyak pendidikan. Orang berbakat seperti ini malah sengsara di sini, sungguh disayangkan!"Saat ini, Wira sedang berencana untuk membangun kembali Kota Limaran dan menjadikannya sebagai kota terpenting di dunia, sehingga dia membutuhkan banyak orang berbakat. Setelah datang ke Gunung
"Kalau kamu merasa nggak adil, kamu boleh memanggil beberapa orang juga. Aku ingin lihat, orang sepertimu bisa memanggil ahli seperti apa." Orang-orang di belakang pria itu juga menunjukkan ekspresi yang cuek. Jelas mereka hanya pengawal rumah tangan biasa saja.Wira malah menggelengkan kepala dan tersenyum. "Memanggil orang? Ini kamu yang bilang ya, nanti jangan menyesal."Tadi, Wira sudah melihat situasi di sekitar dan orang-orang yang berada di sana. Dia sudah menganggap pria misterius itu sebagai targetnya, dia tentu saja tidak perlu menyembunyikan identitasnya lagi. Dia pun mengeluarkan petasan dari sakunya dan meletakkannya di tanah, lalu menyalakannya hingga langit dipenuhi dengan kembang api yang besar."Ini yang kamu maksud memanggil orang? Kamu pasti hanya bercanda dengan kami, 'kan? Langit masih cerah, nggak perlu menyalakan kembang api. Lagi pula, kami bukan orang tuamu, nggak perlu begitu berbakti pada kami." Pria itu masih belum menyadari betapa buruknya situasinya dan te
"Baiklah, kita akan menunggu." Semua orang juga ikut bersorak.Orang-orang yang tadi berdiri di kejauhan untuk menyaksikan kejadian ini pun sekarang tidak berniat untuk pergi lagi. Mereka ingin melihat pada akhirnya siapa yang akan menang.Ini juga yang ingin dilihat Wira. Dalam sekejap, terdengar suara langkah kaki yang sangat cepat. Tidak sampai lima belas menit, daerah di sekitar Gunung Nasaka sudah dipenuhi dengan orang-orang yang mengenakan zirah. Sementara itu, orang yang menunggang kuda di barisan paling depan adalah Nafis yang terlihat sangat gagah.Saat melihat Nafis muncul, banyak orang di kerumunan itu yang langsung mengenali identitasnya. Selama ini, dia yang menangani semua urusan militer karena Kota Limaran dalam situasi genting dan ditambah lagi dengan kedatangan Bhurek dan pasukannya. Oleh karena itu, banyak orang yang sudah mengenali wajahnya."Kenapa Jenderal Nafis tiba-tiba datang ke sini? Apa orang ini punya hubungan dengan Jenderal Nafis? Pantas saja dia bisa menda
Mereka berpijak di tanah Wira. Semua ini wilayah Wira. Hanya dengan satu perintah dari Wira, bukankah Thalia harus tunduk dan melayaninya?"Salam, Tuan." Semua orang tersadar dari keterkejutan mereka dan berlutut di tanah. Pria yang berseteru dengan Wira juga tidak berani ragu-ragu. Kakinya melemas. Dia ikut berlutut, begitu juga orang-orang di belakangnya.Kali ini benar-benar gawat. Mereka sudah terbiasa menindas orang di sini, bahkan sok berkuasa. Semua orang tahu sifat asli mereka, tetapi tidak berdaya untuk melawan.Namun, hari ini mereka malah berinisiatif mengusik Wira. Tuhan memang tidak pernah tidur. Para penduduk akhirnya akan terbebas dari para penjahat ini."Berdirilah. Semua orang yang memahamiku tahu aku nggak suka melihat orang-orang berlutut di depanku. Ini hanya akan membuatku merasa makin jengkel," ujar Wira sambil melambaikan tangan.Semua orang segera berdiri. Nafis memicingkan matanya sambil bertanya dengan ekspresi masam, "Tuan, apa yang harus kita lakukan padanya
Mata orang-orang sontak berbinar-binar. Ini adalah kesempatan mereka untuk menjadi pejabat. "Terima kasih, Tuan!"Wira hanya tersenyum dan tidak berbasa-basi lagi. Yang penting, dia sudah menyebarkan kabar ini. Tentu bagus jika ada yang datang untuk mendaftarkan diri. Wira hanya perlu menguji kemampuan orang itu, melihat apakah orang itu pantas bergabung dengan mereka atau tidak.Prioritas utama untuk sekarang adalah menemui pria misterius itu. Jadi, Wira sudah meninggalkan kerumunan dan datang ke sisi orang itu.Terlihat pria itu sedang duduk di pinggir sungai tanpa mendongak sedikit pun untuk menatap Wira. Sepertinya, dia tidak terlalu memperhatikan saat Wira membuat pengumuman tadi."Permisi, siapa nama Tuan?" tanya Wira sambil mengamati pria itu. Dilihat dari penampilannya, pria ini seharusnya sudah berusia 40-an tahun. Meskipun keriputnya masih tidak banyak, rambut pria ini sudah beruban. Jelas, usianya jauh lebih tua dari Wira.Wira selalu bersikap sopan dan menoleransi orang ber
Seketika, orang-orang sibuk bergosip."Kenapa Tuan Wira kelihatannya tertarik sekali pada pria itu? Apa mungkin dia genius hebat?""Aku rasa dia cuma gelandangan biasa. Memangnya apa hebatnya seorang gelandangan?""Tapi, tulisannya benar-benar bagus lho."Jika yang berdiri di samping Awanama bukan Wira, orang-orang mungkin sudah mengkritik Wira, bahkan tidak bersedia memberi perhatian kepada mereka.Wira sangat pintar menilai orang dan berwawasan luas. Dia memiliki banyak genius di sisinya. Jadi, kalau Wira mengambil inisiatif menghampiri Awanama, berarti Awanama memang berkemampuan. Mungkin, orang-orang ini yang telah mengabaikannya selama ini."Karena Tuan menolak, aku juga nggak akan memaksa," ujar Wira sambil tersenyum. Kemudian, dia tidak berbicara lagi dan berbalik untuk pergi.Sementara itu, Awanama masih duduk di tempatnya. Suasana menjadi agak aneh. Semua orang terkejut melihat hasil ini. Di mata mereka, Awanama hanya gelandangan yang kesulitan untuk makan kenyang setiap hari.
"Tentu saja nggak perlu," balas Wira sambil tersenyum. Dia tidak ingin menyulitkan Thalia lagi."Sejak kapan dia menjadi mudah diajak berdiskusi? Ini pasti cuma ilusiku. Wira nggak ada bedanya dengan siluman. Gimana bisa aku merasa dia baik hati?" gumam Thalia sambil menatap punggung Wira. Dia menggeleng kuat untuk menyadarkan dirinya. Kemudian, dia menuju ke kamarnya.Semalam, Thalia tidak bisa tidur nyenyak. Dia butuh istirahat sekarang. Sementara itu, Wira tiba di kamar Biantara. Terlihat Biantara dan Huben sedang berdiskusi.Begitu Wira masuk, tatapan keduanya langsung tertuju padanya. Biantara bangkit, lalu bertanya dengan tersenyum, "Eh? Bukannya kamu sangat sibuk? Kenapa malah kemari?""Kenapa? Jangan-jangan kalian merencanakan sesuatu dan khawatir terdengar olehku? Kalau nggak, mana mungkin kalian terkejut seperti ini?" balas Wira sambil melirik Huben."Omong kosong. Kami melakukan semua ini demi kamu. Kalau kamu nggak lepas tangan seperti ini, mana mungkin kami serepot ini? Ga
"Oke, beri tahu aku penampilannya. Aku akan menyuruh orang menyelidiki nanti. Kalau orang itu berada di Gunung Nasaka, seharusnya kita bisa mendapat kabar sebelum malam ini," ujar Biantara.Ketika Wira hendak berbicara, Huben tiba-tiba berkata, "Kamu nggak perlu repot-repot kali ini."Wira dan Biantara menatap Huben. Huben meneruskan, "Aku tahu siapa yang kamu maksud. Tulisan orang itu memang bagus. Dia juga genius yang bisa membantu kestabilan negara. Tapi, dia nggak pernah unjuk gigi sehingga berangsur diabaikan orang. Dia sendiri juga nggak ingin menjadi pejabat. Sepertinya, ini berhubungan dengan latar belakangnya."Huben memicingkan matanya. Arjuna .... Nama ini sangat menarik. Arjuna berarti kesatria. Orang itu hanya cendekiawan yang tidak menguasai ilmu bela diri, tetapi malah diberi nama seperti itu? Bisa dibilang, Awanama bahkan jauh lebih cocok dengannya daripada Arjuna."Dua puluh tahun lalu, ayahnya adalah seorang patih. Tapi, karena dipersulit, ayahnya kehilangan jabatan.
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan
"Pakaiannya juga cukup bagus, sepertinya dia juga orang kaya. Dia nggak mungkin akan menipu kita, 'kan?"Melihat penampilan Wira, semua orang mulai goyah. Dalam situasi seperti ini, tidak ada makanan sama saja kehilangan harga diri. Mereka harus segera mencari makanan untuk bertahan hidup.Namun, orang-orang berpikir mereka juga harus menghemat tenaga mereka. Sudah kekurangan makanan setiap harinya pun masih harus melakukan banyak pekerjaan, bahkan manusia besi juga tidak akan tahan. Sekarang Wira memberikan mereka makanan gratis, mereka tentu saja tidak akan menolaknya."Aku percaya dengan kata-kata Tuan ini. Tuan ini terlihat sangat serius, jelas bukan orang yang akan menipu kita. Lagi pula, jumlah kita banyak. Kalau nanti kita nggak mendapat makanan, kita bisa langsung menyerangnya. Masa kita yang sebanyak ini nggak bisa mengalahkan dia seorang?" kata seorang pria paruh baya yang keluar dari kerumunan dan langsung mengangkat tangannya.Tak lama kemudian, banyak orang yang mulai mele
"Mereka semua datang ke sini bersama orang kaya di desa," jelas Sahim.Tadi Sahim dan yang lainnya sudah siap untuk membantu orang-orang itu, tetapi mereka menjadi enggan untuk ikut campur setelah mengetahui kenyataannya. Orang-orang itu sendiri yang sukarela membawa barang-barang itu, mereka yang akan mendapat masalah jika bersikeras membantu.Lagi pula, pihak yang satunya bersedia bekerja dan pihak yang satunya lagi bersedia memberi, pada dasarnya ini hanya transaksi bisnis."Kenapa berhenti?" Saat Sahim melaporkan situasinya pada Wira, terdengar suara dengan nada kesal dari dalam kereta itu. Tak lama kemudian, seorang pria keluar dari kereta dan langsung menatap orang-orang di sekitarnya."Apa lagi yang bisa kalian lakukan di sini? Bentar lagi kita akan tiba di kota. Setelah masuk ke sana, aku akan memberikan tujuh kilogram beras pada kalian sesuai kesepakatan. Kalau kalian terus membuang-buang waktu di sini, kalian nggak akan mendapatkan apa-apa," lanjut pria itu.Wira pun menatap
Melihat pemandangan di depan, Wira merasa sakit kepala. Apakah mereka menganggapnya sebagai orang yang sangat baik? "Kalian bahkan nggak tahu apa yang kulakukan, tapi langsung ingin mengikutiku. Kalian nggak takut aku akan membahayakan kalian?"Semua orang langsung menggelengkan kepala.Terutama Sahim, dia adalah orang pertama yang berkata, "Aku percaya dengan kepribadian Tuan. Penampilan Tuan terlihat begitu rapi, sama sekali nggak seperti orang jahat. Lagi pula, nggak ada orang lagi yang lebih jahat dari kami di dunia ini, 'kan? Aku juga percaya kelak aku pasti akan berguna kalau kami mengikuti Tuan. Aku pasti bisa mewujudkan semua ambisiku."Wira pun tersenyum dan bertanya-tanya apa ambisi orang ini. Dengan penampilan yang buruk, Sahim ini memberikan kesan yang buruk dan terlihat seperti orang jahat.Namun, setelah Wira pikirkan lagi, membiarkan orang-orang ini mengikutinya juga bukan pilihan yang buruk. Setidaknya mereka bisa melakukan beberapa hal sesuai kemampuan mereka dan tidak
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai
Kaffa tidak menyahut. Dia tidak percaya pada omongan para perampok ini. Penjahat selamanya adalah penjahat!Ini sama seperti orang baik. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka tidak akan pernah tunduk pada kejahatan, apalagi mencelakai orang.Namun, karena Wira telah berbicara demikian, Kaffa tidak berani membantah lagi. Hanya saja, dia masih merasa agak enggan.Nyawa mereka semua ada di tangan Wira. Kaffa merasa agak takut setelah melihat Wira membunuh Jaguar tadi. Jika menyinggung Wira, nasibnya mungkin akan sama dengan Jaguar.Apalagi, Kaffa masih punya adik. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan keselamatan Shafa. Sekalipun nyawa taruhannya, dia tetap harus melindungi Shafa."Siapa namamu? Kulihat kamu sangat pintar bicara dan pintar menilai situasi," tanya Wira kepada pria berwajah tirus itu.Pria itu bergegas menghampiri Wira, lalu menyeka keringat dinginnya sambil memperkenalkan diri, "Namaku Sahim.""Sahim? Oke, aku sudah ingat." Wira mengangguk.Ketika melihat Wira berinis
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kini, seseorang yang begitu kuat dan punya kuasa tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat mereka merasa curiga."Letakkan senjata kalian sekarang juga! Kalau ada yang berani macam-macam, jangan salahkan aku mengambil tindakan," ancam Wira dengan dingin.Semua orang bertatapan. Tidak ada yang berani ragu sedikit pun. Mereka buru-buru melempar golok mereka ke samping.Di mana mereka, Wira tidak ada bedanya dengan malaikat maut. Jika terus berbasa-basi dengan Wira, takutnya mereka semua akan mati di sini. Tidak ada yang ingin mati!Sekalipun profesi mereka adalah perampok, mereka melakukannya hanya untuk bertahan hidup.Saat berikutnya, para perampok itu berlutut. Pria berwajah tirus itu berkata, "Kak Jaguar sudah mati. Mulai sekarang, kami akan mengikutimu! Kamu adalah bos kami! Kami nggak akan menentang perintahmu, sekalipun nyawa taruhannya!"Semua orang buru-buru menyatakan sikap mereka. Wira tersenyum dingin, lalu berujar, "Kalau b
"Kamu yakin besi di tanganmu itu bisa membunuhku? Kamu kira kami bakal takut?" Jaguar menatap Wira dengan tidak acuh. Orang-orang di belakangnya sontak tertawa, merasa nyali Wira terlalu besar.Jumlah mereka terlalu banyak. Sekalipun Wira dan kedua anak itu bernyawa sembilan, mereka tetap tidak akan bisa melawan. Sepertinya, Wira ketakutan hingga menjadi bodoh."Tuan muda kaya yang dimanjakan sejak kecil memang begini. Mereka nggak bisa menilai situasi dengan baik. Kalau begitu, gimana kalau kita bunuh saja mereka?" usul pria berwajah tirus itu."Kulihat kedua anak di belakangnya itu bukan dari keluarga kaya. Kita bunuh saja mereka supaya tuan muda ini tahu semenakutkan apa kematian. Dengan begini, dia nggak bakal berani bersikap sombong lagi."Kaffa dan Shafa sontak terkesiap. Jika mereka dibawa ke markas perampok, setidaknya mereka bisa mencari kesempatan untuk kabur. Namun, jika mati di sini, bukankah usaha mereka untuk bertahan hidup akan sia-sia? Mereka tidak ingin mati!""Gadis i
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa