Sejak memasuki kamar ini, Wira terus mengamati Thalia, terutama cara bicaranya. Wanita ini bersikap dingin dan angkuh, tetapi Wira bisa merasakan bahwa karakter aslinya bukan seperti itu. Thalia ini jelas hanya bersandiwara.Sayangnya, Wira belum bisa mengungkapkan kebenarannya sekarang. Namun, dia punya banyak waktu untuk dihabiskan di tempat ini sehingga bisa mengorek rahasia wanita ini secara perlahan.Waktu terus berlalu. Thalia terus melirik Wira sambil bergumam dalam hati, 'Apa mungkin pria ini benar-benar akan terus di kamarku? Apa sebenarnya tujuannya? Seingatku, kami nggak pernah bertemu. Gimana mungkin ada dendam di antara kami?'Sementara itu, Wira terus menikmati tehnya dengan santai. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu yang tergesa-gesa dari luar. Kemudian, terdengar suara seorang wanita dan seorang pria."Tuan, kamu nggak boleh masuk. Semua orang di sini tahu aturan yang ditetapkan Nona Thalia. Jika melanggarnya, takutnya Nona Thalia akan marah! Tindakanmu sama saja
Justru karena aturan itu, banyak orang yang datang ke Paviliun Aeril. Kini, masalah ini membuat banyak orang berkerumun dan bergosip di luar."Aku nggak nyangka Nona Thalia yang terlihat begitu suci melakukan hal seperti ini.""Sudah kubilang, hati manusia semua busuk. Dia juga nggak pernah mengatakan dirinya suci.""Wanita ini cuma sok suci selama ini!"Dalam sekejap, penilaian orang-orang terhadap Thalia berubah drastis. Banyak yang mengeluh dan merasa uang yang mereka habiskan percuma.Jika tahu Thalia hanya sok suci, mana mungkin mereka mendatangi tempat ini. Menghabiskan uang sebanyak itu hanya untuk mendengar permainan kecapi? Lelucon macam apa ini?Ekspresi Thalia sontak berubah. Dia segera mengambil kain di atas meja untuk menutupi seluruh wajahnya, lalu menunjuk Wira sambil berkata, "Ini nggak seperti yang kalian bayangkan! Aku juga nggak tahu kenapa pria ini menerobos masuk ke kamarku! Kalian sudah salah paham!"Orang-orang terkekeh-kekeh mengejek mendengarnya. Tiba-tiba, ses
"Aku setuju." Thalia tidak punya pilihan selain berkompromi. Seperti yang dikatakan Wira, Thalia memang berada di tempat ini karena suatu tujuan. Dia tidak mungkin menyerah begitu saja. Adapun dendamnya dengan Wira, Thalia akan mencari kesempatan untuk membalasnya."Ya." Begitu Thalia menyetujuinya, Wira langsung bangkit dan berkata sambil tersenyum, "Yang dia katakan benar, kalian sudah salah paham. Aku dan Nona Thalia adalah teman lama. Aku datang juga karena ingin mendiskusikan sesuatu dengannya. Kalau kami ingin melakukan sesuatu, mana mungkin duduk sejauh ini?"Semua orang bertatapan dan tidak berbicara lagi. Ucapan Wira masih belum cukup untuk membuat orang-orang percaya. Jadi, dia menambahkan, "Kalian mungkin nggak tahu kalau aku sudah menikah. Istriku sedang menungguku di rumah. Dia juga tahu tentang Nona Thalia, makanya aku bisa datang menemuinya. Selain itu, memangnya aku terlihat seperti pria mesum?"Semua orang mulai bergosip. Tidak berselang lama, orang-orang mulai bubar h
Wira yang hendak pergi tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Dia memang tidak berniat untuk menyulitkan Zulfan. Menurutnya, Zulfan ini hanya pria berengsek yang tahunya bersenang-senang. Wira tentu malas meladeni orang seperti ini.Wira pergi juga karena tidak ingin berkonflik dengan Zulfan dan percaya bahwa Thalia pasti bisa mengatasi masalah ini dengan mudah. Dengan kemampuan bela diri Thalia, dia bisa menjatuhkan Zulfan yang mabuk dalam waktu singkat.Namun, berani sekali pria ini mengancamnya. Wira tentu tidak akan melepaskannya begitu saja. Jika tidak, di mana letak harga dirinya?Dalam sekejap, Wira berbalik dan menendang dada Zulfan. Zulfan pun bergelinding seperti bola dan akhirnya berhenti di kejauhan beberapa meter. Hidung Zulfan berdarah, penampilannya tampak sungguh menyedihkan.Melihat ini, Thalia yang berdiri di samping pun menutup mulutnya sambil tersenyum. Sementara itu, Wira menepuk tangannya dan berkata dengan tidak acuh, "Lain kali, jaga omonganmu. Aku sudah member
Wira mempunyai kemampuan yang hebat. Ditambah lagi, tadi Thalia tidak sengaja melihat senapan yang disembunyikan Wira. Tentu saja, Thalia bisa mengenali identitas Wira. Dia pun tersenyum dan berucap, "Kalau aku nggak salah tebak, kamu Wira, 'kan?""Kamu kenal aku?" tanya Wira.Thalia melipat kedua tangannya di dada sembari menyahut, "Mana mungkin aku nggak kenal dengan orang yang begitu terkenal? Hanya dengan melihat senjata yang kamu bawa, aku sudah bisa menebak identitasmu."Wira menanggapi, "Jadi ... kamu berasal dari Kerajaan Beluana atau Kerajaan Nuala? Apa mungkin kamu berasal dari Kerajaan Agrel?"Sekarang, negara ini terbagi menjadi 4 bagian. Wira menguasai salah satu bagian dan 3 bagian lainnya dikuasai oleh orang lain. Meskipun saat ini mereka belum mencampuri urusan satu sama lain, suatu saat nanti mungkin saja bisa terjadi peperangan. Ini hanya masalah waktu.Namun, hanya sedikit orang yang bisa mengenali senjata Wira. Hal ini membuktikan bahwa Thalia pasti berhubungan deng
"Kamu memang pantas mati," ucap Thalia dengan geram. Namun, dia menyerah karena melihat Wira tidak tampak seperti sedang bercanda. Setelah ragu-ragu sejenak, Thalia baru bertanya sembari mengernyit, "Kamu mau tahu rahasia apa dariku?"Wira menyeringai, lalu melipat kedua tangan di dada seraya berujar, "Sebenarnya bukan hal yang rumit. Aku cuma mau tahu lokasi Aliran Kegelapan. Kamu nggak perlu memberitahuku hal lain. Kalau kamu begitu memercayai mereka, seharusnya kamu juga percaya petinggi kalian bisa menyelesaikan krisis setelah kamu memberitahuku lokasi Aliran Kegelapan. Ini bukan masalah besar, 'kan?Ekspresi Thalia menjadi masam. Tidak disangka, Wira mengincar Aliran Kegelapan. Jika Wira mengetahui lokasi markas pusat mereka, dia pasti akan langsung menyerang Aliran Kegelapan. Ditambah lagi, beberapa waktu ini pengikut Aliran Kegelapan sering muncul di berbagai tempat.Selain itu, bukan hanya Wira yang merupakan ancaman bagi Aliran Kegelapan. Kerajaan Nuala, Kerajaan Beluana, dan
Wira sendiri tidak berani melompat dari lantai 3. Dia terlalu meremehkan Thalia sehingga Thalia berhasil melarikan diri. Hal ini benar-benar sulit dipercaya!"Sepertinya aku harus cari cara lain," gumam Wira. Dia berniat turun ke lantai bawah. Lagi pula, sekarang Wira sudah mengingat paras Thalia. Setelah memberi tahu Biantara, mereka pasti bisa menemukan keberadaan Thalia. Wira tidak akan membiarkan Thalia kabur!Kemudian, Wira turun ke lantai bawah. Sementara itu, Thalia yang melompat dari lantai 3 sedang bersembunyi di sebuah gang. Untung saja, dia sudah mengganti pakaian biasa dan wajahnya ditutupi dengan kain. Tidak ada yang bisa mengenali Thalia sehingga kemunculannya tidak menimbulkan keributan apa pun.Thalia berbicara sendiri, "Wira, aku nggak akan melupakanmu. Tunggu saja pembalasanku. Suatu hari nanti, aku pasti akan mencarimu lagi dan membuatmu bersujud kepadaku. Biar kamu tahu apa akibatnya kalau menyinggungku."Setelah itu, Thalia terus menyusuri gang tersebut. Wira sanga
Zulfan yang diberi pelajaran oleh Wira tadi membawa sekelompok pengawal untuk mengepung Wira dan Biantara. Sementara itu, Biantara memandang Wira dengan ekspresi bingung. Seingatnya, dia tidak pernah melihat Zulfan. Kenapa Zulfan tiba-tiba mencari masalah dengan mereka? Apa Zulfan memang ingin melawan Wira?Namun, Wira baru sampai di Kota Limaran. Kenapa dia sudah mempunyai musuh? Wira tidak menjelaskan kepada Biantara. Dia menatap Zulfan sembari berujar dengan dingin, "Aku malas meladenimu. Cepat pergi! Kalau nggak, kamu tanggung sendiri akibatnya."Mendengar ucapan Wira, Zulfan sama sekali tidak takut. Dia malah tertawa, lalu menunjuk Wira sambil menggeleng dan membalas, "Kamu bodoh, ya? Beraninya kamu sok hebat di tempat ini! Aku ini anggota Keluarga Abizar! Selain 3 keluarga besar lainnya di Kota Limaran, pejabat tinggi sekalipun harus menghormatiku. Kamu pikir kamu siapa?"Ekspresi Biantara berubah drastis. Hampir tidak ada orang yang berani berbicara seperti itu kepada Wira. Zulf
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala