Wira sendiri tidak berani melompat dari lantai 3. Dia terlalu meremehkan Thalia sehingga Thalia berhasil melarikan diri. Hal ini benar-benar sulit dipercaya!"Sepertinya aku harus cari cara lain," gumam Wira. Dia berniat turun ke lantai bawah. Lagi pula, sekarang Wira sudah mengingat paras Thalia. Setelah memberi tahu Biantara, mereka pasti bisa menemukan keberadaan Thalia. Wira tidak akan membiarkan Thalia kabur!Kemudian, Wira turun ke lantai bawah. Sementara itu, Thalia yang melompat dari lantai 3 sedang bersembunyi di sebuah gang. Untung saja, dia sudah mengganti pakaian biasa dan wajahnya ditutupi dengan kain. Tidak ada yang bisa mengenali Thalia sehingga kemunculannya tidak menimbulkan keributan apa pun.Thalia berbicara sendiri, "Wira, aku nggak akan melupakanmu. Tunggu saja pembalasanku. Suatu hari nanti, aku pasti akan mencarimu lagi dan membuatmu bersujud kepadaku. Biar kamu tahu apa akibatnya kalau menyinggungku."Setelah itu, Thalia terus menyusuri gang tersebut. Wira sanga
Zulfan yang diberi pelajaran oleh Wira tadi membawa sekelompok pengawal untuk mengepung Wira dan Biantara. Sementara itu, Biantara memandang Wira dengan ekspresi bingung. Seingatnya, dia tidak pernah melihat Zulfan. Kenapa Zulfan tiba-tiba mencari masalah dengan mereka? Apa Zulfan memang ingin melawan Wira?Namun, Wira baru sampai di Kota Limaran. Kenapa dia sudah mempunyai musuh? Wira tidak menjelaskan kepada Biantara. Dia menatap Zulfan sembari berujar dengan dingin, "Aku malas meladenimu. Cepat pergi! Kalau nggak, kamu tanggung sendiri akibatnya."Mendengar ucapan Wira, Zulfan sama sekali tidak takut. Dia malah tertawa, lalu menunjuk Wira sambil menggeleng dan membalas, "Kamu bodoh, ya? Beraninya kamu sok hebat di tempat ini! Aku ini anggota Keluarga Abizar! Selain 3 keluarga besar lainnya di Kota Limaran, pejabat tinggi sekalipun harus menghormatiku. Kamu pikir kamu siapa?"Ekspresi Biantara berubah drastis. Hampir tidak ada orang yang berani berbicara seperti itu kepada Wira. Zulf
Zulfan berjanji, "Asalkan kamu mau melepaskanku, aku akan memberimu semua uang ini. Anggap saja sebagai permohonan maafku."Wira mencibir, apa Zulfan mengira uang bisa menyelesaikan segalanya? Kemudian, Wira menendang pergelangan tangan Zulfan sehingga uang-uang itu bertebaran. Semua orang yang menonton keramaian segera maju untuk merebut uang itu. Suasananya sangat ramai! Zulfan merasa sakit hati karena uangnya diambil oleh orang-orang.Biantara bertanya seraya mengernyit, "Tuan, gimana dengan Zulfan?"Wira menyahut dengan dingin, "Bawa dia ke kediaman Keluarga Abizar. Aku mau lihat Aariz itu sehebat apa. Bisa-bisanya dia membiarkan anaknya bertindak semena-mena di Kota Limaran!"Jika Wira tidak datang ke Kota Limaran, dia tidak akan mengurus masalah seperti ini. Namun, sekarang Wira sudah datang ke Kota Limaran dan kota ini juga merupakan wilayah kekuasaannya. Tentu saja, Wira tidak akan melepaskan orang-orang yang bertindak semena-mena seperti Zulfan.Zulfan berkeringat dingin. Asal
"Siapa sebenarnya yang datang? Aku dengar orang itu bahkan memukul orang kita. Ternyata masih ada orang yang berani meremehkan Keluarga Abizar di Kota Limaran ini. Sungguh aneh!" Seiring dengan suara langkah kaki yang tergesa-gesa, seorang pria paruh baya tiba di aula dengan sekelompok orang di belakangnya yang pasti adalah para pengawal dari Keluarga Abizar. Sementara itu, pria yang berdiri di barisan paling depan adalah kepala Keluarga Abizar, Aariz.Ekspresi Aariz menjadi muram saat melihat tubuh Zulfan dan berkata dengan dingin, "Lihat dirimu yang babak belur ini, kamu pasti ditindas di luar sana lagi, 'kan? Tapi, kamu nggak bilang kamu adalah putraku ya? Sekarang ada orang yang berani menyentuhmu, berarti dia sudah menghina Keluarga Abizar!"Saat mengatakan beberapa kata itu, ekspresi Aariz menjadi sangat muram.Zulfan tanpa sadar menatap Wira yang berada di sampingnya, tetapi dia tetap tidak berani bernapas."Sepertinya kamu yang sudah memukulnya, 'kan?" kata Aariz dengan dingin
Wira berkata dengan tenang, "Izinkan aku memperkenalkan diriku, aku adalah Wira."Begitu mendengar nama itu, Aariz langsung menarik napas. Setelah mundur beberapa langkah dengan terhuyung-huyung, dia baru berkata, "Apa kamu adalah Wira yang kupikirkan itu?"Zulfan yang mendengar dari samping juga merasa bingung karena dia baru pertama kali ini melihat ayahnya begitu khawatir. Siapa sebenarnya Wira ini? Dia tidak mengenal Wira, tetapi tidak berarti Aariz tidak jelas."Harusnya nggak ada orang lain yang bernama itu lagi di dunia ini, 'kan?" kata Wira dengan tenang."Gubrak!"Sesaat kemudian, Aariz langsung berlutut di lantai dan segera berkata, "Saya minta maaf sudah tidak sopan. Saya benar-benar tidak menyangka Anda akan datang ke kediaman sederhana ini. Saya sudah mendengar kabar Anda telah tiba di Kota Limaran dan sedang bersiap-siap untuk menghubungi Gubernur karena berharap bisa bertemu dengan Anda. Tapi nggak disangka, saya malah bertemu dengan Anda. Anda benar-benar luar biasa sep
"Hari ini saya akan memberi sebuah penjelasan kepada Tuan, saya pasti akan membuat Anda puas!"Saat pisau akan menyentuh tangannya, Zulfan mendengar ada suara nyaring di telinganya, lalu sebuah peluru langsung menembak pisau itu. Pisau yang terbuat dari baja hitam itu pun langsung hancur menjadi dua.Mata semua orang yang berada di ruangan itu membelalak dan ekspresi mereka terlihat tidak percaya apa yang telah mereka lihat. Senjata tersembunyi mengerikan apa sebenarnya ini sampai bisa menghancurkan baja hitam? Jika tidak melihatnya secara langsung, mereka mungkin tidak akan percaya saat ada seseorang yang membahas kejadian ini pada mereka.Wira menyapu debu dari tangannya dan tersenyum, lalu berkata dengan tenang, "Kamu nggak perlu omong kosong denganku. Nggak perlu juga membuat adegan berdarah ini di depanku, aku nggak suka melihat adegan kotor seperti itu."Aariz segera menganggukkan kepala, lalu membuang pisau di tangannya dan kembali ke samping Wira. Meskipun Keluarga Abizar adala
Wira akhirnya tersenyum dengan puas dan berkata dengan tenang, "Kalau begitu, aku juga nggak akan terus mempersulit kalian lagi. Kelak ajari putramu dengan baik. Kalau aku tahu dia masih berani sewenang-wenang, aku bukan hanya akan memberinya pelajaran saja. Aku juga nggak akan melepaskanmu. Anak bisa membuat kesalahan karena ayahnya tidak mengajarinya, kamu harusnya mengerti maksud perkataan ini, 'kan?"Aariz segera menganggukkan kepala. Meskipun harus mengeluarkan bayaran yang besar agar Wira bisa pergi dari rumahnya, tidak masalah baginya. Mengenai putranya itu, kelak dia pasti akan mengajarinya dengan baik agar tidak terjadi kejadian yang sama lagi.Tak lama kemudian, Wira dan Biantara sudah meninggalkan Keluarga Abizar, sedangkan Aariz dan Zulfan mengantar keduanya sampai ke pintu. Setelah sosok keduanya tidak terlihat lagi, Aariz baru berbalik dan menatap Zulfan, lalu langsung menendang dada Zulfan. Setelah Zulfan mundur dengan terhuyung-huyung beberapa langkah, dia memukul dan m
"Tuan, apa kita nggak terlalu memanjakan mereka? Menurutku, tadi harusnya kita memanfaatkan kesempatan itu untuk memberi pelajaran pada keluarga besar itu," kata Biantara yang berada di samping Wira sambil mengernyitkan alis. Dia tidak menyangka Wira akan menghentikan tindakan Aazir. Orang seperti Zulfan harus diberi pelajaran keras agar bisa diingat dan kelak tidak berani sembarangan menindas orang lain lagi.Wira malah menggelengkan kepala dan berkata, "Masalahnya nggak seburuk itu. Aku memang nggak suka dengan tindakan Keluarga Abazir, tapi kali ini kita sudah memperingatkan mereka. Jadi, kelak harusnya nggak akan terjadi kejadian yang sama lagi. Lagi pula, mereka juga akan membagikan makanan kepada warga sekitar, bisa dianggap perbuatan baik juga. Tapi, kalau kita mendesak mereka hingga akhir, mereka hanya akan menjadi putus asa dan itu nggak akan menguntungkan siapa pun."Wira bisa mencapai posisi hari ini semuanya berkat kecerdasan dan kebijaksanaannya, semua ini bukan sebuah keb
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala