Di bagian selatan Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.Ada sebuah kediaman yang sangat besar dan mewah. Itu adalah Kediaman Yumandi. Di dalam rumah ini, ada bukit tiruan, sungai kecil, paviliun, gazebo, danau buatan, dan tanaman yang banyak. Di halaman, ada hewan peliharaan seperti burung, anjing, kucing, dan sebagainya. Hewan-hewan peliharaan ini diurus oleh orang khusus, juga diberi makan ikan dan daging.Ada total lebih dari 100 orang pengawal dan pelayan di rumah ini. Mereka semua memakai pakaian yang bagus. Bahkan anjing dan kucing yang dipelihara di rumah ini juga mengenakan rantai yang terbuat dari emas.Di ruang tamu Kediaman Yumandi, ada dua pria paruh baya yang sedang duduk berhadapan. Pria yang satu bertubuh gemuk, berat badannya mungkin sekitar 150 kilogram. Dia adalah Sanur Yumandi, putra ketiga Keluarga Yumandi dan penanggung jawab bisnis garam Keluarga Yumandi.Pria satunya lagi bertubuh kurus, bermata tajam, dan terlihat seperti orang cerdas. Dia tidak lain adalah Johan Sil
Setelah makan dan tidur nyenyak, kelelahan selama perjalanan pun lenyap. Namun, Wira masih tidak keluar dari kamar, melainkan berlatih Wing Chun di kamar. Sejak mulai latihan dengan teratur, dia merasa tubuhnya sudah semakin kuat. Dia tidak lagi merasa sakit punggung atau lutut. Jika Wira berlatih Wing Chun setelah duduk di kereta kuda seharian, dia akan merasa segar keesokan harinya. Dia juga dengan jelas merasakan bahwa tubuhnya sudah bertambah kuat setiap bangun tidur. Sayangnya, Wulan tidak ikut dalam perjalanan kali ini.Tok, tok, tok!Tiba-tiba, terdengar suara pintu diketuk. Kemudian, terdengar suara Dian yang memanggil, “Tuan Wira!”Ceklek! Wira membuka pintu kamar dan matanya langsung berbinar.Semalam, Dian sudah mandi. Dari tubuhnya, masih tercium aroma sabun yang ringan. Wajahnya yang cantik sudah dirias tipis dan dia juga menggunakan lipstik. Hari ini, dia mengenakan gaun putih. Penampilannya terlihat sangat cantik dan lembut.Dian yang ditatap seperti itu oleh Wira meras
“Saraf terjepit?” Dian tidak mengerti maksud Wira untuk sesaat. Setelah mengerti, Dian berkata, “Aku tahu sebagai seorang pelajar, Tuan Wira pasti punya harga diri yang tinggi. Bagaimana kalau aku yang menggantikanmu mengunjungi Kediaman Yumandi?”Wira bertanya dengan terkejut, “Kamu mau menggantikanku pergi mengemis pada orang lain?”Dian menjawab dengan malu, “Tuan sudah menyelamatkanku. Jadi, nggak masalah apabila aku harus menggantikan Tuan untuk mengemis pada orang lain. Lagian, aku hanya seorang wanita. Harga diriku nggak begitu penting.”Wira menggeleng dan menjawab, “Harga diriku juga nggak begitu penting. Hanya saja, bisnisnya nggak bakal lancar kalau kita pakai cara mengemis”Dian bertanya dengan bingung, “Jadi, harus bagaimana?”Dian memiliki wawasan yang cukup luas, tetapi dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk melewati rintangan ini selain mengemis pada Keluarga Yumandi.Wira menjawab sambil tersenyum, “Kalau nggak mau mengemis pada mereka, ya buat saja mereka mengemis
Wira pun menyerahkan semuanya kepada Dian. Dengan adanya Dian, dia sudah tidak perlu mengurus masalah sepele seperti menyewa rumah. Alasan utamanya menyewa rumah besar adalah karena ingin membuat sabun dan memproduksi gula putih, lalu mencoba untuk menjualnya kepada orang bangsa Agrel.Di sisi lain, Sony memusatkan perhatiannya untuk mengamati dan belajar bagaimana cara Dian berkomunikasi dengan orang.Orang yang ingin menyewa rumah besar tentu saja tidak akan memberi sedikit komisi. Samir berkata dengan gembira, “Nona, lembaga makelar ini punya tiga rumah besar di kota bagian selatan. Yang pertama adalah vila milik Keluarga Wilianto. Luasnya sekitar 5 hektar, harga sewa per bulannya 50.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun.”“Yang kedua adalah rumah milik pedagang luar kota, luasnya sekitar 7 hektar. Biaya sewanya 70.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun. Yang terakhir juga merupakan rumah milik pedagang luar kota. Luas rumah ini paling besar, mencapai 10 hektar. Harga sewa per
Wira memperhatikan semuanya dalam diam dan membiarkan Dian menangani semuanya. Dia merasa sangat terkejut karena Dian melakukan tawar-menawar.Saat pertama kali bertemu, Dian langsung mengeluarkan satu juta gabak untuk membeli sabun dari Wira. Saat di Yispohan, Dian juga tanpa ragu mengeluarkan satu juta gabak untuk menyuruh para bandit mengantarkan pengawal-pengawalnya pulang. Sekarang, dia seolah-olah sudah berubah menjadi orang yang berbeda.Sekelompok orang itu pun pergi ke vila Keluarga Wilianto. Vila seluas lima hektar ini memiliki tiga pintu masuk dan tiga pintu keluar, juga dijaga oleh seorang pelayan tua. Halamannya dipenuhi oleh daun yang berguguran.Wira melirik sekilas vila ini dan merasa vila ini sangat mirip dengan bangunan antik zaman dulu. Danu, Ganjar, dan Sony juga tercengang setelah melihatnya.Di sisi lain, Dian malah berkata dengan tidak puas, “Ada delapan pilar yang sudah retak dan perlu diganti. Harganya paling nggak mencapai 12.000 gabak. Kurangi lagi harga sewa
Setelah percakapan itu, Wira dan Dian tidak tahu harus bagaimana melanjutkan percakapan lagi. Sebenarnya, situasi mereka berdua selama beberapa hari terakhir memang seperti ini. Jika tidak ada yang perlu dibicarakan, mereka hanya akan diam. Bagaimanapun juga, yang satu sudah beristri dan yang satu lagi pernah menikah tiga kali. Apabila bukan karena alasan tertentu, mereka tidak akan menghabiskan waktu berdua.“Aduh!”Tiba-tiba, terdengar suara teriakan seseorang dan suara kuda melengking. Kereta kuda pun tiba-tiba berhenti. Sepertinya, ada orang yang terjatuh.Danu berkata, “Kak Wira, ada orang mabuk yang tiba-tiba muncul, lalu terjatuh di depan kereta kuda.”“Apa mungkin penipu?” Wira membuka tirai kereta, lalu berjalan turun dari kereta kuda. Dian juga mengikutinya.Seorang pria paruh baya kurus yang seluruh tubuhnya bau alkohol berbaring di depan kereta kuda. Dia memegang sebotol arak, lalu menuangkan isinya ke mulut dengan mabuk.Wira memapahnya untuk berdiri, lalu bertanya, “Paman
Seorang pria paruh baya yang membawa delapan pengawal sedang menunggu di depan penginapan dengan ekspresi garang. Begitu melihat Wira, tatapannya berubah menjadi sangat ganas.Wira bertanya dengan heran, “Siapa kamu?”Dian menjawab, “Dia itu Johan Silali, putra kedua Keluarga Silali dan juga paman Mahendra.”Begitu mendengar ucapan Dian, Danu dan Ganjar langsung berdiri di kedua sisi Wira untuk melindunginya. Sony diam-diam berjalan mundur ke kereta kuda untuk mengambil Pedang Treksha, lalu memberikannya kepada mereka.Wira pun tersadar dan bertanya tanpa basa-basi, “Apa maumu?”“Kamu sudah menghancurkan semua yang dibangun Keluarga Silali selama tiga generasi, juga menjebloskan kakakku ke penjara dan membunuh Mahendra! Cepat atau lambat, aku pasti akan menghabisimu!” ujar Johan dengan marah. Dia memelototi Wira sambil mengepalkan tinjunya dengan erat. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa kakak dan keponakannya bisa dikalahkan oleh pemuda ini.Wira bertanya dengan terkejut, “Mahendra
Keluarga bangsawan tidak seperti keluarga kaya kabupaten. Dalam keluarga mereka, pasti ada orang yang menjadi pejabat di istana. Bahkan prefektur juga harus menghormati keluarga bangsawan dan tidak berani menyinggung mereka. Dapat dikatakan bahwa orang yang bisa menguasai kota pusat pemerintahan bukanlah orang biasa.Dian merasa Wira masih muda dan tidak memiliki pengalaman dalam menghadapi keluarga bangsawan sehingga tidak mengetahui seberapa hebatnya mereka.“Dasar bocah tak tahu diri! Kalau nggak percaya, coba saja. Kamu akan segera tahu kehebatan mereka!” ujar Johan dengan kesal. Kemudian, dia pun pergi. Tujuannya mengatakan itu semua karena ingin melihat Wira ketakutan, putus asa, dan memohon kepadanya. Alhasil, Wira sama sekali tidak peduli dan bahkan berani memaki Keluarga Yumandi. Wira benar-benar sangat bernyali.Johan merasa sangat marah. Namun, dia yakin Wira akan segera tahu kehebatan Keluarga Yumandi begitu dipersulit nanti. Pada saat itu, Wira pasti akan berlutut di depan