Harraz melanjutkan, "Kalau kita terus berperang, takutnya akan timbul banyak masalah. Pada saat itu, apa Jenderal Bhurek mampu bertanggung jawab?"Kata-kata Harraz sangat mengena di hati Bhurek sehingga dia berkeringat dingin. Bhurek pun menggeleng. Ciputra sangat mendukung Alzam dan Harraz, jadi Bhurek tidak berani bicara lagi. Kalau salah bicara, Bhurek bisa celaka.Ciputra berkata, "Jenderal Bhurek, aku tahu kamu berniat membantuku. Tapi, terkadang mengandalkan kekuatan fisik saja nggak bisa menyelesaikan masalah. Sebaiknya, kita pertimbangkan dulu setiap masalah yang dihadapi baik-baik. Kalau nggak, usaha kita akan sia-sia.""Alzam dan Harraz memang nggak pernah ikut berperang, tapi mereka memang kompeten. Selain itu, kalau bukan karena bantuan mereka, sekarang aku nggak mungkin punya kekuasaan sebesar ini dan nggak bisa memegang kekuasaan dengan stabil," lanjut Ciputra.Setelah dinasihati Ciputra, Bhurek mengangguk. Dia tidak berani berkomentar lagi. Ciputra menambahkan, "Aku puny
Di sebuah desa pegunungan yang terpencil. Wira dan yang lainnya mengikuti petunjuk dari peta dan baru tiba di desa pegunungan itu pada petang hari. Saat mereka melihat ke sekeliling, hanya ada puluhan rumah di desa itu dan sekitarnya terlihat sangat sepi. Namun, masih terlihat asap dari dapur di rumah-rumah itu, jadi jelas masih ada orang yang tinggal di desa ini."Kalian semua cepat turun dari kuda, kita akan masuk dengan jalan kaki dan cari tahu tentang kabar Doddy," perintah Wira kepada semua orang sambil menggendong Ainur untuk turun dari kuda. Nafis dan yang lainnya pun segera mengikutinya.Dalam sekejap, mereka sudah memasuki desa."Siapa kalian? Kenapa kalian datang ke sini?" Begitu Wira dan yang lainnya masuk ke desa, terlihat seorang pemuda mendekati mereka dari samping dan menghalangi di depan mereka.Wira berkata sambil tersenyum, "Anak Muda, temanku hilang, jadi aku datang ke sini untuk mencarinya."Setelah itu, Wira menggambarkan penampilan Doddy dengan singkat kepada pemu
Di belakang mereka, pria paruh baya itu sudah menyimpan uangnya dan sekarang sedang berdiri bersandar di pintu. Dia memperhatikan Wira dan yang lainnya, lalu berkata dengan tenang, "Aku memang sudah mengobati lukanya, tapi lukanya terlalu parah. Selain itu, obatku juga sangat terbatas. Aku sarankan kalian untuk segera membawanya ke kota yang lebih besar untuk diobati. Kalau nggak, meskipun dia nggak mati, dia juga nggak akan pernah bangun lagi dan hanya bisa berbaring lumpuh di tempat tidurnya.""Krak." Terdengar suara kepalan tangan Wira yang sangat kuat. Tidak bisa, dia tidak akan membiarkan Doddy untuk terus berbaring seperti ini."Nafis, segera siapkan kuda. Kita akan kembali ke Provinsi Bina dan segera mengobati Doddy. Nggak peduli harus menghabiskan berapa banyak uang pun aku akan menyembuhkan Doddy!" perintah Wira.Mendengar perintah Wira, Nafis segera menyiapkan semuanya. Wira dan yang lainnya menaikkan Doddy ke kuda dengan bantuan semua orang dan mereka langsung menuju Provins
Klang!Saat pisau itu hampir mengenai kepala Ramath, terdengar suara yang nyaring dan pisau itu langsung patah menjadi setengah. Sebuah sosok segera muncul dan melindungi Ramath di belakangnya. Orang itu adalah Danu.Danu menatap pria bertopeng di depannya dan tersenyum dingin, lalu berkata dengan nada yang muram, "Kak Wira sudah tahu tentang aksi kalian, kami sudah menunggu lama di sini. Untungnya penantian kami nggak sia-sia, kalian akhirnya datang juga."Setelah berkata demikian, Danu langsung menyerang orang itu. Dalam pertarungan yang singkat, orang itu sudah menunjukkan tanda-tanda akan kalah, jelas orang itu bukan tandingan Danu. Setelah diserang beberapa kali, tubuh orang itu sudah terluka karena serangannya sangat kejam. Meskipun Danu memiliki kesempatan untuk membunuh orang itu, dia memilih untuk tidak melakukannya. Membiarkan orang itu tetap hidup adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan informasi tentang aliran mereka.Satu jam kemudian, pertarungan hampir berakhir dan Da
Tabib di klinik terus memeriksa Doddy, tetapi tetap tidak ada kabar apa pun. Siapa yang bisa tidur dalam situasi seperti ini?Wira merasa sangat gelisah."Tuan, bagaimana dengan kondisi temanku?" Saat tabib keluar dari dalam ruangan, Wira segera mendekatinya dan bertanya."Kondisi temanmu nggak begitu bagus. Aku sudah memberinya obat terbaik dan kondisinya stabil untuk sementara ini. Tapi, apa dia bisa sadar atau nggak, semuanya tergantung dengan takdirnya ...," kata tabib itu sambil menghela napas tak berdaya."Tuan, asalkan kamu bisa menyembuhkan temanku, aku akan sangat berterima kasih!" Wira segera mengeluarkan uang dan menyerahkannya kepada tabib itu.Tabib itu menganggukkan kepala. "Jangan khawatir. Meskipun nggak dibayar, menyelamatkan orang tetap adalah tugasku."Meskipun tabib itu berkata demikian, dia tetap menyimpan uang itu ke dalam sakunya.Setelah perjalanan seharian tanpa berhenti, Wira dan yang lainnya sudah kelelahan dan saat ini mereka juga berusaha menahan rasa kantu
"Aku tentu saja nggak akan membiarkan hal ini begitu saja, ini hanya untuk sementara saja. Kelak aku pasti akan membalas dendam ini pada Ramath!" kata pemimpin Aliran Kegelapan itu dengan dingin. Bagaimana mungkin dia akan melepaskan Ramath begitu saja?"Sudahlah, cukup sampai di sini saja. Terus rekrut lebih banyak orang untuk masuk Aliran Kegelapan. Waktu kebangkitan kita sudah semakin dekat ...."Setelah merespons perintah pemimpin itu, satu per satu pengikut itu pun pamit.....Di Provinsi Bina. Saat Wira dan yang lainnya bangun, hari sudah menjelang sore. Baru saja turun tangga, mereka melihat Ciputra dan orang-orangnya sudah lama menunggunya.Saat ini, Ciputra sedang meminum teh dengan santai. Di lantai satu penginapan, selain Ciputra dan pemilik penginapan, hanya ada beberapa pengawal pribadi Ciputra di sana."Sudah bangun?" tanya Ciputra sambil mengernyitkan alis dan menatap Wira.Setelah meregangkan pinggangnya, Wira langsung duduk di meja yang sama dengan Ciputra dan menuangk
Ekspresi Nafis terlihat agak masam. Wira yang pergi sendirian sama saja dengan memasuki lubang harimau. Jika lalai sedikit saja, dia bisa kehilangan nyawanya. Bagaimana kalau Ciputra menyerang tanpa memedulikan hubungan masa lalu mereka?"Tenang saja, aku yakin dia bukan orang seperti itu. Dia seharusnya nggak akan melakukan apa pun padaku," ujar Wira dengan penuh percaya diri.Meskipun Nafis masih kurang menyetujuinya, dia hanya bisa mengangguk mengiakan. Lagi pula, Wira adalah atasannya.Dua jam kemudian, Wira dan lainnya telah melewati istana. Di belakang istana, terdapat pabrik yang sangat besar. Begitu berjalan masuk, langsung terdengar berbagai suara dentuman. Ketika melihat ke sekeliling, terlihat orang-orang sibuk memproduksi baja. Jelas, semua ini untuk membuat meriam."Sepertinya, kamu benar-benar berusaha keras," ucap Wira yang melipat lengannya dan tersenyum. Tatapannya tertuju pada Ciputra."Tentu saja. Aku akhirnya tahu kehebatan meriam pada perang waktu itu. Meriam tanga
"Aku rasa busur dan panah saja sudah cukup. Memangnya ada senjata yang lebih hebat dari itu?" tanya Nafis dengan ekspresi heran.Ketika Nafis masih kecil, ayahnya sudah mengajarinya teknik memanah. Itu sebabnya, dia menjadi sangat mahir dalam memanah. Menurutnya, tidak ada senjata yang lebih baik daripada busur dan panah.Wira menepuk bahu Nafis, lalu tersenyum dan berujar, "Setelah aku membuatnya, kamu akan tahu kehebatannya. Nanti, kamu pasti akan memohon kepadaku untuk memberimu senjata itu."Wira terkekeh-kekeh misterius. Nada bicaranya dipenuhi kepercayaan diri. Sementara itu, Nafis hanya menggeleng dan tidak menanggapi lagi. Meskipun begitu, dia tetap percaya bahwa busur dan panah adalah senjata terbaik untuknya.....Selama setengah bulan berikutnya, Wira terus mengurung diri di kamar. Entah apa yang disibukkan pria ini.Ainur sering mengantarkan makanan untuk Wira, juga sering melihat beberapa bahan dan gambar di dalam kamar. Akan tetapi, dia sama sekali tidak tahu manfaatnya d
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala