Tebersit tatapan meremehkan dalam pandangan Bruno. Berani sekali Wira ini memprovokasinya langsung. Bukankah sekarang berakhir mengenaskan?"Wira, bukankah lebih aman kalau kamu berada di dalam sana? Kenapa kamu malah mau bertarung denganku? Memangnya kamu kira kamu sehebat itu bisa menandingiku? Jangan bercanda! Hari ini, kamu harus menerima konsekuensi atas kecerobohanmu!" ujar Bruno seraya tertawa bangga. Sebab, misinya sudah hampir berakhir. Namun pada saat ini, Wira menghela napas dan berkata dengan tak berdaya, "Apa yang kamu pikirkan? Memangnya kenapa kalau aku nggak sehebat kamu? Aku punya pistol!" Sambil berkata demikian, Wira mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya kepada Bruno.Wajah Bruno langsung menjadi pucat dan pikirannya juga jadi kosong seketika."Kamu ... licik!" gumamnya.Tanpa menunggu dia selesai bicara, Wira sudah menarik pelatuknya.Dor!Peluru bersarang di kepalanya, Bruno tewas seketika. Wira tidak membiarkannya hidup karena tidak ada gunanya. Wira tahu bah
Biantara menggeleng dengan tak berdaya. Dia tidak yakin Yasir bisa kuat menerima semua ini. "Baiklah, akan kuberi tahu. Sebenarnya ... Berma ... adalah bawahan Prabu!" ujar Biantara. Ucapannya ini sontak membuat Yasir tercengang.Setelah terdiam selama beberapa saat, Yasir langsung menoleh dan melihat tidak ada seorang pun di sisi ranjangnya. Dia langsung mengerti apa yang telah terjadi. Biantara bisa mengunjunginya di tengah malam begini dan Berma tidak ada di sisinya, berarti hanya ada satu kemungkinan. Berma pasti sudah ...."Apakah Berma ... sudah ... meninggal?" Suara Yasir gemetaran saat melontarkan pertanyaan tersebut. Dia sangat gugup dan ketakutan. Yasir benar-benar khawatir Berma telah meninggal, tapi juga takut telah terjadi sesuatu pada Wira."Berma nggak meninggal, dia hanya terluka. Tuan juga baik-baik saja. Aku datang untuk memanggilmu karena Tuan menyuruhmu ke sana. Nyawa Berma ... Tuan ingin dengar pendapat darimu. Bagaimanapun, dia adalah kekasihmu ...."Setelah mende
Setelah Wira menjelaskan semuanya, Yasir merasa kaget. Ternyata ada begitu banyak hal yang tidak diketahuinya."Yasir, aku benar-benar minta maaf. Kami percaya dengan ketulusanmu, tapi kehadirannya tetap membuat kami waswas, terutama karena kemampuannya lumayan hebat. Jadi ... kami terpaksa mengawasimu dan dia.""Hasil yang kita dapatkan hari ini memang nggak sesuai ekspektasi, aku juga merasa tak berdaya. Berma telah kutangkap. Dia adalah wanita yang kamu cintai, jadi kamu yang tentukan mau bagaimana menanganinya.""Mengingat hubungan kalian selama ini, kamu boleh saja mengampuni nyawanya. Kalau merasa dia adalah musuh dan mempermainkan perasaanmu selama ini, kamu juga boleh membunuhnya. Apa pun keputusanmu, kami akan menghormatinya!""Aku nggak langsung membunuhnya karena nggak ingin ada konflik di antara kita. Karena kamu adalah sahabatku, dan aku menganggapmu sebagai saudara kandung. Aku tulus menginginkan kebaikan untukmu. Jadi, terserah apa keputusanmu! Jangan merasa terbebani!"
"Tapi, aku menganggapnya sebagai saudara. Seorang pria yang bahkan sanggup membunuh wanita yang dicintainya, kalian bisa bayangkan sendiri bagaimana hatinya setelah ini. Memang, wanita ini telah membohonginya. Tapi mereka pernah menjalani hubungan sebelumnya, setidaknya saat masih belum mengetahui kenyataannya, Yasir pernah bahagia dengannya. Aku nggak mau Yasir mengubur perasaannya sendiri."Mereka baru mengerti setelah mendengar penjelasan Wira. Ternyata, semua ini bukan demi Berma, melainkan demi perasaan Yasir."Sayang, apakah Yasir akan mengetahui niatmu ini ...." Dewina tersenyum dengan tak berdaya. Wira tidak bisa banyak berkomentar mengenai hal ini, dia hanya bisa mengamati semuanya dengan diam.Sementara itu, saat ini Yasir telah berjalan masuk ke kamar itu. Melihat Berma yang terikat di sana, tatapan Yasir dipenuhi kesedihan. Wanita ini seharusnya adalah istrinya, seseorang yang harus dilindunginya seumur hidup. Namun ... sekarang malah jadi musuhnya dan bahkan mau membunuh W
Tebersit berbagai kenangan dalam pandangan Yasir dan perasaan tidak tega. Berma yang mendengar ucapan ini juga terlihat tidak tega, tetapi sorot matanya langsung berubah menjadi dingin dalam sesaat."Yasir, apa kamu ini bodoh? Asal tahu saja, aku nggak pernah menyukaimu. Aku hanya memperalatmu, kamu tahu itu? Bunuh saja aku. Kalau nggak, aku akan tetap membunuh majikanmu. Aku orang yang memegang ucapanku!"Berma hanya ingin mati sekarang juga. Saat mendengar perkataan Yasir tadi, sejujurnya perasaannya terasa rumit dan sakit. Setiap kata yang dilontarkan Yasir bagaikan pisau yang menghujam jantungnya. Mungkin, kematian justru adalah sebuah pembebasan baginya.Namun, Yasir tidak menggubris Berma dan terus berkata, "Aku sudah belajar bela diri sejak kecil. Aku ini yatim piatu dan dibesarkan oleh guruku. Dia mengajariku banyak hal, tapi ... guruku mati di tangan orang licik.""Sampai sekarang aku masih ingat dengan orang itu. Dia adalah tuan tanah yang kaya. Lantaran guruku menegakkan kea
Berma hanya tahu menjalankan misi demi misi. Mungkin karena ingin mendapatkan validasi dari pria itu, juga mungkin karena Berma ingin mengabulkan keinginan pria itu. Bagaimanapun, Berma telah melewati banyak sekali bahaya hingga bisa sampai hari ini.Yasir mengatakan bahwa Berma membuatnya terasa seperti dilahirkan kembali untuk ketiga kalinya. Bagaimana tidak? Saat bersama Yasir, Berma baru benar-benar merasakan apa itu hidup! Meski tidak kaya raya, setidaknya semua kebutuhannya terpenuhi dan tidak ada kekhawatiran apa pun.Sejujurnya, Berma sangat menyukai kehidupan seperti ini dan sangat menikmatinya. Hanya saja dia tahu ... semua ini bukan miliknya.Berma benar-benar lelah sekarang. Dia tidak tahu harus bagaimana membuat keputusan, jadi ... dia memilih mati untuk mengakhiri segalanya. Hanya dengan mati, Berma baru merasa bisa terbebaskan dari semua ini."Yasir, bunuhlah aku. Aku nggak ingin hidup lagi, aku sudah lelah .... Aku serius, aku muak dengan hidupku dan diriku sekarang ini
Setelah Wira mengatakan hal itu, Yasir dan Berma langsung terdiam. Mereka tidak tahu apa yang ingin dikatakan Wira, tetapi akhirnya tetap menganggukkan kepala."Yasir, kamu dan Berma masih ada jalan lain, nggak perlu mati."Mendengar perkataannya, Berma langsung terdiam dan menatap Wira dengan kebingungan."Berma, aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu bertanya-tanya apa alasanku membiarkanmu tetap hidup? Sebenarnya alasannya masih tetap sama, Yasir adalah sahabatku. Aku berharap sahabatku bisa hidup bahagia.""Kalau tadi kamu nggak punya perasaan apa pun padanya, sejujurnya aku akan membunuhmu. Meskipun dia bakal dendam padaku nantinya, aku juga nggak keberatan. Tapi aku bisa melihat bahwa kamu juga punya perasaan terhadap sahabatku ini. Jadi menurutku, kalian pantas mendapat kesempatan.""Yang kamu takutkan hanyalah keluarga Juwanto. Pasukan yang diutus Keluarga Juwanto kali ini sudah mati semuanya, nggak ada satu pun yang tersisa. Jadi, nggak akan ada yang tahu apakah kamu sudah mati
Sejujurnya saat tadi mendengar Wira mengatakan bahwa dia tidak membunuh Berma karena menganggap Yasir adalah sahabatnya, Berma masih tidak percaya. Namun sekarang, dia akhirnya percaya. Wira bahkan menyuruhnya ke Dusun Darmadi, bukankah tempat itu adalah daerah kekuasaannya?Berma adalah seorang ahli bela diri. Meskipun Yasir cukup hebat, dia masih bukan tandingan Berma. Jika Berma benar-benar ingin menghadapi Wira dan yang lainnya, dia punya peluang yang sangat besar. Padahal Wira sudah mengetahui semua ini, tapi dia malah tetap menyuruh Berma ke Dusun Darmadi. Bisa dibayangkan, bagaimana pikiran Wira saat ini."Kamu ... nggak takut aku melawanmu?" tanya Berma dengan kaget.Wira tertawa dan berkata, "Takut, tentu saja takut.""Kalau memang takut, kenapa kamu masih memberiku kesempatan seperti ini? Bagaimana kalau aku mengecewakanmu?" tanya Berma.Wira tertawa sekilas, lalu berkata dengan tenang, "Yang kamu kecewakan itu bukan aku, tapi dirimu sendiri. Kalau kamu membunuhku dan membunu
Hayam menganggukkan kepala setelah mendengar Adjie berkata seperti itu, lalu segera berbalik dan memimpin pasukannya mendekati Wira.Saat melihat Agha juga memimpin pasukan untuk datang mengepung, Darsa yang berada di dalam tenda langsung terkejut. Dia selalu mengira bala bantuan dari pihak musuh hanya pasukan kavaleri yang bersembunyi di kegelapan, tetapi ternyata masih ada begitu banyak infanteri.Ekspresi Darsa langsung menjadi muram saat teringat dengan banjir yang tiba-tiba terjadi sebelumnya. Setelah tertegun sesaat, dia akhirnya menyadari semua itu adalah bagian dari jebakan yang sudah direncanakan musuh. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, bantu Zaki untuk mundur, sekarang bukan saatnya untuk menyerang."Ekspresi Joko berubah, lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Baik, kita akan segera menerobos keluar."Namun, saat melihat pasukan musuh, seseorang yang berada di samping Joko berkata, "Sialan. Kita benar-benar nggak menyangka hal ini, tapi kekuatan mereka memang lu
Adegan ini benar-benar sama dengan situasi saat pasukan utara disergap sebelumnya, bahkan Zaki sendiri pun tidak menyangka hal ini akan menjadi seperti ini. Setelah terdiam beberapa saat, dia langsung berteriak agar semuanya mundur. Namun, para prajurit di bagian belakang tidak bisa mendengar suaranya, sehingga para kavaleri pun bertabrakan.Melihat adegan itu, Darsa yang merupakan komandan pasukan utara juga tercengang. Dia tidak menyangka para kavaleri yang tiba-tiba muncul ini begitu ganas, pasukan utara jelas tidak bisa menandingi kekuatan mereka. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, cepat pergi bantu Zaki, jangan biarkan dia jatuh ke tangan musuh."Joko yang terus mengamati situasi di medan perang pun langsung menyadari ada yang tidak beres dan segera maju ke depan.Melihat pasukan utara dikepung pasukan besar, Wira tersenyum dan langsung berteriak, "Semuanya, cepat serang mereka sekarang juga dan pastikan untuk menghabisi mereka semuanya."Semua orang merasa sangat berse
Begitu para pemanah menghentikan serangan mereka, banyak orang yang terkejut. Beberapa saat kemudian, seseorang berkata, "Jenderal, waktunya sudah hampir tiba."Mendengar ini, Zaki mengangguk dan berseru dengan penuh antusiasme, "Kavaleri, serbu!"Gelombang besar pasukan berkuda langsung melesat ke depan, menyerbu dengan kekuatan penuh. Melihat ini, Wira tetap tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Di sisinya, Nafis dan Arhan tampak agak heran. Menurut mereka, jika kavaleri musuh sudah mulai menyerang, ini adalah waktu terbaik untuk menumpas mereka.Namun, ketika melihat Wira tetap tenang dan tidak segera menurunkan perintah, keduanya sempat tertegun.Beberapa saat kemudian, seolah-olah telah memperhitungkan sesuatu, Wira tersenyum tipis dan berkata dengan suara pelan, "Kalian berdua jangan terburu-buru. Tunggu sebentar lagi. Biarkan mereka mencapai puncak semangat mereka terlebih dahulu."Awalnya, Nafis dan Arhan masih kebingungan. Namun, mereka segera memahami maksud Wira. Tidak heran W
Tak jauh dari Pulau Hulu, Wira bersama pasukannya menunggu dengan sabar. Saat ini, seorang mata-mata yang dikirim sebelumnya berlari kembali dan melaporkan dengan hormat, "Tuan, pasukan utara sedang berkumpul. Sepertinya kali ini mereka akan melakukan serangan kavaleri."Mendengar laporan itu, wajah Wira langsung berseri-seri. Dia mengangguk paham. Akhirnya kavaleri pasukan utara mulai bergerak. Jika mereka sudah mengambil langkah ini, sisanya akan lebih mudah ditangani.Segera, dia melambaikan tangannya dan berseru, "Kavaleri, bersiap!"Di barisan belakang, Arhan dan Nafis langsung mengepalkan tangan mereka sebagai tanda hormat dan merespons dengan lantang.Meskipun Wira membawa pasukan dalam jumlah besar, kavaleri yang dimilikinya sebenarnya tidak terlalu banyak. Selain 3.000 kavaleri dari Pasukan Harimau, dia hanya memiliki 5.000 kavaleri di bawah komando Nafis, sementara sebagian besar adalah pasukan infanteri.Itu sebabnya, Wira begitu menantikan pertempuran ini.Setelah beberapa
Bahkan, ada yang begitu bersemangat hingga berkata, "Kita sendiri pun nggak nyangka kekuatan kita kali ini akan begitu luar biasa. Kalau kita bisa menyelesaikan ini, yang lainnya pun pasti bisa kita atasi juga."Mendengar itu, para prajurit pasukan utara mengangguk setuju. Setelah berhasil menumpas musuh, wajah para bandit yang masih bertahan di garis depan pun berubah drastis, menjadi pucat.Beberapa dari mereka pun mulai bersuara, "Ini benar-benar di luar dugaan! Ternyata pasukan utara sekuat ini!"Ada yang tetap tenang, tetapi ada yang sangat bersemangat. Mereka merasa bahwa kemenangan sudah pasti di tangan pasukan utara.Melihat situasi ini, para prajurit tersenyum. Setelah menyelesaikan gelombang serangan ini, mereka mengangguk puas. Seseorang bahkan berkata dengan penuh semangat, "Ternyata para bandit ini nggak sekuat yang kita kira. Mereka bisa dilenyapkan secepat ini? Lemah sekali!"Di sisi pasukan utara, sorak-sorai kemenangan bergema. Menurut mereka, kekuatan mereka kali ini
Setelah Hayam tiba di bawah, dia segera melihat Adjie yang tengah bertempur sengit. Tanpa ragu, Hayam langsung mendekat.Saat itu, Adjie baru saja menebas seorang lawan, lalu menoleh ke arah Hayam. Karena situasi yang kacau, dia tidak langsung mengenali siapa yang datang. Mengira itu adalah musuh, Adjie pun mengayunkan pedangnya ke arah leher Hayam.Melihat itu, ekspresi Hayam langsung berubah. Dia buru-buru berteriak, "Ini aku! Kawan sendiri!"Mendengar suara itu, Adjie langsung tersadar. Setelah beberapa saat, dia terpikir akan sesuatu dan berkata, "Kenapa kamu kemari? Kalau sampai mereka mengetahui identitas kita, semua usaha yang telah dilakukan oleh Tuan Wira akan sia-sia!"Hayam hanya tersenyum dan berucap, "Tenang saja, situasi sekarang sudah kacau balau. Nggak akan ada yang menyadari apa pun. Lagi pula, lihatlah. Mereka bahkan nggak punya waktu untuk memikirkan hal lain."Setelah bersama-sama menebas beberapa prajurit pasukan utara, Hayam yang berada di samping berkata, "Tuan W
Prajurit yang sebelumnya melaporkan berita itu segera berkata, "Jumlah mereka nggak banyak, kira-kira hanya sekitar 1.000 orang. Mereka datang dari arah timur, selatan, dan utara. Tapi yang aneh, pakaian mereka bukan seperti pasukan kavaleri biasa!"Mendengar hal itu, Zaki tertegun sejenak, lalu langsung berjalan keluar. Begitu melihat pasukan yang menyerbu masuk, dia tertawa dingin dan berkata, "Sungguh di luar dugaan! Aku nggak nyangka mereka akan seberani ini.""Sialan, segerombolan bandit saja berani menyerang kita pada saat seperti ini? Mereka memang sudah bosan hidup!"Joko dan Darsa yang berdiri di sebelahnya juga tampak terkejut. Bahkan, beberapa orang di belakang mereka tampak tertegun. Mereka tidak menyangka bahwa hanya dengan 1.000 orang, para bandit itu berani menyerang pasukan utara yang jumlahnya jauh lebih besar.Saat ini, Darsa segera memberi perintah, "Joko, bawa pasukanmu dan hadapi mereka di garis depan! Jangan biarkan mereka bergerak lebih jauh!"Mendengar perintah
Saat ini, pasukan utara belum menyadari bahwa para bandit dari Desa Riwut telah mengepung mereka. Setelah mengatur semuanya, Adjie segera memimpin anak buahnya untuk menyerbu ke depan. Dalam pandangan mereka, kali ini benar-benar adalah kesempatan emas.Saat ini, seseorang berujar, "Sebelumnya aku nggak nyangka melawan pasukan utara bisa semudah ini!"Begitu ucapan itu dilontarkan, suara sorakan dari belakang semakin menggema. Detik berikutnya, pasukan utara yang berada di bawah langsung tersapu oleh arus air yang deras. Melihat kejadian ini, banyak orang tersenyum puas, merasa bahwa serangan ini telah melampaui ekspektasi mereka.Para prajurit yang berjaga di kamp pasukan utara terkejut bukan main. Mereka sama sekali tidak menyangka situasi bisa berubah secepat ini.Ketika mereka melihat air bah tiba-tiba menerjang, salah satu penjaga berseru panik, "Banjir! Banjir datang!"Teriakan itu segera membangkitkan kepanikan di seluruh kamp. Banyak orang tidak bisa memahami bagaimana hal ini
Semua orang mengangguk setuju. Setelah urusan ini diselesaikan, langkah selanjutnya adalah menghadapi pasukan utara.....Di sisi lain, Adjie masih menunggu kabar dari Wira. Setelah beberapa kali menenangkan bawahannya agar tetap bersabar, tiba-tiba terdengar suara kucing mengeong dari luar. Itu adalah tanda yang telah disepakati sebelumnya.Mendengar suara itu, Adjie langsung bersemangat. Dia segera keluar dari tenda karena tahu bahwa utusannya pasti telah kembali, yang berarti perintah dari Wira juga sudah sampai.Saat melihat sosok yang berdiri di luar, Adjie langsung maju dan bertanya dengan penuh antusiasme, "Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?"Orang yang datang itu bergegas memberi hormat dan menjawab, "Jenderal Adjie, perintah dari Tuan sudah datang. Kita bisa mulai menyerang!""Apa?" Adjie menyeringai mendengar kabar itu. Tanpa membuang waktu, dia langsung berjalan ke arah saluran air di mana para anak buahnya sudah menunggu dengan gelisah. Mereka sudah lama menunggu perin