Berma hanya tahu menjalankan misi demi misi. Mungkin karena ingin mendapatkan validasi dari pria itu, juga mungkin karena Berma ingin mengabulkan keinginan pria itu. Bagaimanapun, Berma telah melewati banyak sekali bahaya hingga bisa sampai hari ini.Yasir mengatakan bahwa Berma membuatnya terasa seperti dilahirkan kembali untuk ketiga kalinya. Bagaimana tidak? Saat bersama Yasir, Berma baru benar-benar merasakan apa itu hidup! Meski tidak kaya raya, setidaknya semua kebutuhannya terpenuhi dan tidak ada kekhawatiran apa pun.Sejujurnya, Berma sangat menyukai kehidupan seperti ini dan sangat menikmatinya. Hanya saja dia tahu ... semua ini bukan miliknya.Berma benar-benar lelah sekarang. Dia tidak tahu harus bagaimana membuat keputusan, jadi ... dia memilih mati untuk mengakhiri segalanya. Hanya dengan mati, Berma baru merasa bisa terbebaskan dari semua ini."Yasir, bunuhlah aku. Aku nggak ingin hidup lagi, aku sudah lelah .... Aku serius, aku muak dengan hidupku dan diriku sekarang ini
Setelah Wira mengatakan hal itu, Yasir dan Berma langsung terdiam. Mereka tidak tahu apa yang ingin dikatakan Wira, tetapi akhirnya tetap menganggukkan kepala."Yasir, kamu dan Berma masih ada jalan lain, nggak perlu mati."Mendengar perkataannya, Berma langsung terdiam dan menatap Wira dengan kebingungan."Berma, aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu bertanya-tanya apa alasanku membiarkanmu tetap hidup? Sebenarnya alasannya masih tetap sama, Yasir adalah sahabatku. Aku berharap sahabatku bisa hidup bahagia.""Kalau tadi kamu nggak punya perasaan apa pun padanya, sejujurnya aku akan membunuhmu. Meskipun dia bakal dendam padaku nantinya, aku juga nggak keberatan. Tapi aku bisa melihat bahwa kamu juga punya perasaan terhadap sahabatku ini. Jadi menurutku, kalian pantas mendapat kesempatan.""Yang kamu takutkan hanyalah keluarga Juwanto. Pasukan yang diutus Keluarga Juwanto kali ini sudah mati semuanya, nggak ada satu pun yang tersisa. Jadi, nggak akan ada yang tahu apakah kamu sudah mati
Sejujurnya saat tadi mendengar Wira mengatakan bahwa dia tidak membunuh Berma karena menganggap Yasir adalah sahabatnya, Berma masih tidak percaya. Namun sekarang, dia akhirnya percaya. Wira bahkan menyuruhnya ke Dusun Darmadi, bukankah tempat itu adalah daerah kekuasaannya?Berma adalah seorang ahli bela diri. Meskipun Yasir cukup hebat, dia masih bukan tandingan Berma. Jika Berma benar-benar ingin menghadapi Wira dan yang lainnya, dia punya peluang yang sangat besar. Padahal Wira sudah mengetahui semua ini, tapi dia malah tetap menyuruh Berma ke Dusun Darmadi. Bisa dibayangkan, bagaimana pikiran Wira saat ini."Kamu ... nggak takut aku melawanmu?" tanya Berma dengan kaget.Wira tertawa dan berkata, "Takut, tentu saja takut.""Kalau memang takut, kenapa kamu masih memberiku kesempatan seperti ini? Bagaimana kalau aku mengecewakanmu?" tanya Berma.Wira tertawa sekilas, lalu berkata dengan tenang, "Yang kamu kecewakan itu bukan aku, tapi dirimu sendiri. Kalau kamu membunuhku dan membunu
Saat ini, Dewina dan Wira berbaring di ranjang. Dewina tersenyum sembari bertanya, "Suamiku, kamu benar-benar terlalu berbelaskasihan hari ini."Wira pun tertegun mendengarnya. Dia bertanya balik, "Kenapa? Kamu ingin bilang aku munafik, ya?"Dewina segera menggeleng dan menimpali, "Bukan dong. Orang lain mungkin bisa bersikap munafik, tapi kamu nggak. Kamu sampai membuatku terharu."Dengan wajah tersipu, Dewina berbaring di dada Wira. Kemudian, Wira berucap, "Hehe, dasar kamu ini. Kamu belum menyelesaikan tugasmu malam ini lho. Kita mulai sekarang."Wira sontak melemparkan diri ke pelukan Dewina. Saat ini, tawa bahagia memenuhi seluruh ruangan. Dewina berkata, "Hais, kemarin baru ...."Dewina ingin menolak, tetapi segera terlarut dalam gairah. Malam ini, beberapa orang ditakdirkan untuk tidak tidur. Selain mereka berdua, Berma dan Yasir juga tampak sengit di kamar lain."Kita ... sudah menikah. Karena semalam nggak jadi melakukannya, maka malam ini ...," ucap Yasir dengan pelan sambil
Ketika mengatakannya, ekspresi Daus tampak agak rumit dan ragu. Wira meliriknya, lalu bertanya, "Tuan Daus, semua itu adalah pangan dan uang donasi untuk korban bencana. Nggak mungkin ada yang punya niat jahat untuk mencurinya, 'kan?"Daus menghela napas mendengarnya. Dia menjawab, "Hal seperti ini sulit untuk dipastikan. Tapi ... seharusnya nggak ada yang berani macam-macam karena Yang Mulia datang ke sana. Hanya saja ... ada banyak orang kaya atau pemimpin yang menindas rakyat di sana. Mereka juga punya anak buah yang banyak. Jadi, sulit untuk dijamin."Hal ini yang dikhawatirkan oleh Daus. Kalau donasi benar-benar dibagikan kepada rakyat, masalah ini tentu bisa diatasi. Akan tetapi, Daus khawatir orang-orang itu tidak bekerja dengan baik karena tidak mendapatkan keuntungan.Wira tentu memahaminya. Dia mengangguk, lalu tertawa sebelum menyahut, "Aku sudah mengerti. Sepertinya, nggak semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan mudah.""Begini saja, berikan dulu sepertiganya kepada para o
Dewina seketika tersenyum mendengarnya. Sebenarnya, dia juga sangat menantikan bagaimana Wira akan membuat orang-orang itu menanggung konsekuensinya.Dengan begitu, mereka sama-sama menuju ke Niaga. Sekitar 3 hari kemudian, mereka akhirnya tiba. Namun, sebelum mereka tiba, dua keluarga besar di Niaga dan gubernur di sana sudah mengetahui kedatangan Wira.Saat ini, mereka berkumpul di suatu aula, memikirkan cara untuk melawan Wira. "Tuan, Raja Uttar akan segera datang. Bagaimana cara kita melawannya?" tanya Ongki, Kepala Keluarga Sirait, salah satu dari 2 keluarga terbesar di Niaga.Yusri, Kepala Keluarga Wiguna, pun terkekeh-kekeh sinis mendengarnya. Dia membalas, "Bisa gimana lagi, tentu saja seperti biasa. Niaga sangat jauh dari ibu kota, mana mungkin dia berani bertindak macam-macam. Asalkan kita menolak, mana ada rakyat yang berani mengambil sumbangan tersebut."Ongki pun tergelak. Dia menyahut, "Kamu benar juga. Mereka tentu nggak berani bilang apa-apa. Lagi pula, kita penguasa di
"Haha, kamu bisa saja." Luki tertawa mendengarnya. Ongki dan Yusri sama liciknya, tentu tahu apa yang harus dilakukan.Saat ini, seseorang tiba-tiba masuk dan melapor, "Tuan, rombongan kereta Wira sudah hampir masuk ke Kota Niaga."Ekspresi ketiga orang itu pun berubah. Sebelum membawa keduanya keluar, Luki berkata, "Gila, cepat juga. Ayo, kita pergi menyambut mereka."Pada saat yang sama, Wira sudah dekat dengan Kota Niaga. Sekitar 30 menit, dia sudah akan masuk ke kota.Tiba-tiba, Daus bertanya, "Yang Mulia, apa kita perlu melakukan sesuatu?"Daus merasa agak takut. Dia tahu seberapa sombongnya orang kaya di sini. Jika sampai menyinggung mereka, takutnya mereka bisa mati di sini.Wira pun tersenyum mendengarnya. Dia menyahut, "Tuan Daus, kamu tenang saja. Percaya padaku, semua akan baik-baik saja."Daus buru-buru membalas, "Tapi, Yang Mulia, di sini Kota Niaga, kita hanya membawa puluhan orang. Kalau sampai terjadi pertarungan, kita akan rugi. Sebaiknya, buat sedikit persiapan."Daus
Rombongan Wira cukup terkejut melihat pemandangan ini. Tentunya, Wira sudah menduga akan hal ini."Kak Wira, mereka benar-benar menyambut kita," ujar Biantara yang terkekeh-kekeh melihat situasi ini.Daus menelan ludahnya melihat ini. "Mereka jelas punya motif tersembunyi," ucapnya. Dia tahu ada yang tidak beres dari penyambutan ini."Hahaha. Tuan Daus, kamu harus bersikap lebih ramah nanti. Kalau nggak, mereka akan tahu niat kita nanti," ujar Wira sambil tersenyum.Daus pun mendengus dingin, lalu menyahut, "Aku menteri perekonomian yang bermartabat, kenapa harus bersikap sopan pada mereka. Konyol sekali."Ekspresi Daus tampak meremehkan. Hal ini membuat Biantara dan Dewina menghela napas. Sesaat kemudian, mereka tiba di hadapan orang-orang itu."Ya ampun, Raja Uttar, Tuan Daus, kalian akhirnya tiba. Kami sangat menantikan kedatangan kalian sejak tadi.""Benar, Yang Mulia, terjadi bencana kelaparan di Niaga. Tolong bantu kami atasi masalah ini.""Kami berterima kasih atas bantuan istan
Mendengar perkataan itu, Darsa menganggukkan kepala. Melihat Joko hendak pergi, dia baru teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Oh ya. Setelah selesai mengatur semuanya, datang lagi ke sini. Aku harus merencanakan beberapa hal lagi untuk langkah selanjutnya.""Baik!" jawab Joko.Setelah Joko pergi, Darsa mengernyitkan alis. Pada saat itu, dia melihat Zaki masuk dari luar. Dia langsung tertegun sejenak saat melihat Zaki, lalu bertanya, "Bagaimana? Pikiranmu sudah jernih?"Mendengar pertanyaan Darsa, Zaki menganggukkan kepala dan langsung berkata sambil memberi hormat, "Tuan Darsa, maaf, sebelumnya aku memang terlalu gegabah. Tapi, kali ini ada begitu banyak saudara kita yang tewas, aku benar-benar merasa nggak rela."Darsa tersenyum, lalu berkata, "Hehe. Ini bukan masalah, kita akan membalasnya lain kali. Kali ini mereka memang menang, tapi menang dan kalah adalah hal yang biasa dalam dunia peperangan. Kalau kamu putus asa dan hanya memikirkan soal balas dendam karena kekalahan k
Setelah pasukan utara kembali ke kemah, Darsa tidak bisa menahan amarahnya saat melihat ekspresi Zaki dan berkat, "Zaki, sebagai jenderal garis depan, kenapa kamu begitu gegabah? Musuh pasti sudah menyiapkan jebakan di depan makanya mereka mundur, tapi kamu malah masih ingin membawa pasukan untuk mengejar mereka."Mendengar perkataan itu, wajah Zaki langsung memerah. Setelah terdiam sejenak, dia baru berkata, "Kali ini memang aku yang salah perhitungan. Tapi, musuh kita benar-benar licik. Kalau kita terus membiarkan mereka begitu, kita akan terus dipermainkan mereka."Ekspresi Darsa langsung terlihat kecewa dan berkata dengan marah, "Tipu muslihat adalah hal yang biasa dalam perang dan ini sudah menjadi aturan sejak dulu. Apa yang kamu pikirkan? Aku beri tahu kamu, aku akan melupakan kesalahanmu kali ini kalau kamu bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik."Darsa mendengus, lalu menoleh pada Joko dan berkata dengan pelan, "Bawa orang-orangmu untuk menghitung jumlah korban dan pasukan
Pengirim pesan itu segera memberi hormat, lalu langsung berjalan keluar.Setelah pengirim pesan itu pergi, Darsa baru menghela napas. Saat ini, semuanya sudah direncanakan, tetapi tergantung pada takdir apakah ini akan berhasil atau tidak. Jika 10 ribu pasukan ini masih tidak bisa membawa kembali Joko dan Zaki, situasinya akan makin merepotkan.Saat itu, Wira yang berada di medan perang tiba-tiba menoleh dan melihat musuh sudah mengerahkan tambahan 10 ribu pasukan pun terkejut karena hal ini di luar perkiraannya. Dia tidak menyangka musuh masih memiliki pasukan sebanyak ini dan sebelumnya mereka juga sudah menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Mengapa mereka tidak langsung mengerahkan seluruh pasukan?Sebelumnya, Wira dan pasukannya sudah berhasil menghancurkan semangat bertarung pasukan utara. Namun, begitu melihat musuh mendapat pasukan tambahan lagi sekarang, mereka langsung terkejut. Mereka tidak menduga musuh mereka ternyata begitu hebat.Tepat pada saat itu, salah seorang yang te
Begitu kedua belah pihak bertabrakan, suara benturannya langsung bergema dan kekuatan yang dahsyat membuat keduanya terlempar dari kuda mereka.Joko bisa begitu dipercaya Darsa karena ternyata kekuatannya memang luar biasa. Dia mendengus, dan segera memutar tubuhnya sambil mengayunkan senjatanya, lalu mendarat di tanah. Serangannya seharusnya sudah sangat cepat, tetapi dia tidak menyangka Arhan malah lebih cepat. Saat kakinya menyentuh tanah, Arhan sudah kembali menyerangnya.Keduanya bertarung dengan sangat sengit, membuat suasana medan perang menjadi makin kacau.Namun, pertarungan antara kedua orang itu malah membuat pasukan utara makin terdesak. Menurut mereka, kekuatan musuh mereka ini benar-benar luar biasa. Bahkan ada salah seorang prajurit yang berkata, "Kenapa pasukan musuh begitu kuat? Ini benar-benar merepotkan."Banyak prajurit lainnya yang menganggukkan kepala juga. Menurut mereka, kemampuan pasukan musuh kali ini benar-benar sangat hebat dan di luar perkiraan mereka. Bahk
Hayam menganggukkan kepala setelah mendengar Adjie berkata seperti itu, lalu segera berbalik dan memimpin pasukannya mendekati Wira.Saat melihat Agha juga memimpin pasukan untuk datang mengepung, Darsa yang berada di dalam tenda langsung terkejut. Dia selalu mengira bala bantuan dari pihak musuh hanya pasukan kavaleri yang bersembunyi di kegelapan, tetapi ternyata masih ada begitu banyak infanteri.Ekspresi Darsa langsung menjadi muram saat teringat dengan banjir yang tiba-tiba terjadi sebelumnya. Setelah tertegun sesaat, dia akhirnya menyadari semua itu adalah bagian dari jebakan yang sudah direncanakan musuh. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, bantu Zaki untuk mundur, sekarang bukan saatnya untuk menyerang."Ekspresi Joko berubah, lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Baik, kita akan segera menerobos keluar."Namun, saat melihat pasukan musuh, seseorang yang berada di samping Joko berkata, "Sialan. Kita benar-benar nggak menyangka hal ini, tapi kekuatan mereka memang lu
Adegan ini benar-benar sama dengan situasi saat pasukan utara disergap sebelumnya, bahkan Zaki sendiri pun tidak menyangka hal ini akan menjadi seperti ini. Setelah terdiam beberapa saat, dia langsung berteriak agar semuanya mundur. Namun, para prajurit di bagian belakang tidak bisa mendengar suaranya, sehingga para kavaleri pun bertabrakan.Melihat adegan itu, Darsa yang merupakan komandan pasukan utara juga tercengang. Dia tidak menyangka para kavaleri yang tiba-tiba muncul ini begitu ganas, pasukan utara jelas tidak bisa menandingi kekuatan mereka. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, cepat pergi bantu Zaki, jangan biarkan dia jatuh ke tangan musuh."Joko yang terus mengamati situasi di medan perang pun langsung menyadari ada yang tidak beres dan segera maju ke depan.Melihat pasukan utara dikepung pasukan besar, Wira tersenyum dan langsung berteriak, "Semuanya, cepat serang mereka sekarang juga dan pastikan untuk menghabisi mereka semuanya."Semua orang merasa sangat berse
Begitu para pemanah menghentikan serangan mereka, banyak orang yang terkejut. Beberapa saat kemudian, seseorang berkata, "Jenderal, waktunya sudah hampir tiba."Mendengar ini, Zaki mengangguk dan berseru dengan penuh antusiasme, "Kavaleri, serbu!"Gelombang besar pasukan berkuda langsung melesat ke depan, menyerbu dengan kekuatan penuh. Melihat ini, Wira tetap tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Di sisinya, Nafis dan Arhan tampak agak heran. Menurut mereka, jika kavaleri musuh sudah mulai menyerang, ini adalah waktu terbaik untuk menumpas mereka.Namun, ketika melihat Wira tetap tenang dan tidak segera menurunkan perintah, keduanya sempat tertegun.Beberapa saat kemudian, seolah-olah telah memperhitungkan sesuatu, Wira tersenyum tipis dan berkata dengan suara pelan, "Kalian berdua jangan terburu-buru. Tunggu sebentar lagi. Biarkan mereka mencapai puncak semangat mereka terlebih dahulu."Awalnya, Nafis dan Arhan masih kebingungan. Namun, mereka segera memahami maksud Wira. Tidak heran W
Tak jauh dari Pulau Hulu, Wira bersama pasukannya menunggu dengan sabar. Saat ini, seorang mata-mata yang dikirim sebelumnya berlari kembali dan melaporkan dengan hormat, "Tuan, pasukan utara sedang berkumpul. Sepertinya kali ini mereka akan melakukan serangan kavaleri."Mendengar laporan itu, wajah Wira langsung berseri-seri. Dia mengangguk paham. Akhirnya kavaleri pasukan utara mulai bergerak. Jika mereka sudah mengambil langkah ini, sisanya akan lebih mudah ditangani.Segera, dia melambaikan tangannya dan berseru, "Kavaleri, bersiap!"Di barisan belakang, Arhan dan Nafis langsung mengepalkan tangan mereka sebagai tanda hormat dan merespons dengan lantang.Meskipun Wira membawa pasukan dalam jumlah besar, kavaleri yang dimilikinya sebenarnya tidak terlalu banyak. Selain 3.000 kavaleri dari Pasukan Harimau, dia hanya memiliki 5.000 kavaleri di bawah komando Nafis, sementara sebagian besar adalah pasukan infanteri.Itu sebabnya, Wira begitu menantikan pertempuran ini.Setelah beberapa
Bahkan, ada yang begitu bersemangat hingga berkata, "Kita sendiri pun nggak nyangka kekuatan kita kali ini akan begitu luar biasa. Kalau kita bisa menyelesaikan ini, yang lainnya pun pasti bisa kita atasi juga."Mendengar itu, para prajurit pasukan utara mengangguk setuju. Setelah berhasil menumpas musuh, wajah para bandit yang masih bertahan di garis depan pun berubah drastis, menjadi pucat.Beberapa dari mereka pun mulai bersuara, "Ini benar-benar di luar dugaan! Ternyata pasukan utara sekuat ini!"Ada yang tetap tenang, tetapi ada yang sangat bersemangat. Mereka merasa bahwa kemenangan sudah pasti di tangan pasukan utara.Melihat situasi ini, para prajurit tersenyum. Setelah menyelesaikan gelombang serangan ini, mereka mengangguk puas. Seseorang bahkan berkata dengan penuh semangat, "Ternyata para bandit ini nggak sekuat yang kita kira. Mereka bisa dilenyapkan secepat ini? Lemah sekali!"Di sisi pasukan utara, sorak-sorai kemenangan bergema. Menurut mereka, kekuatan mereka kali ini