Tebersit berbagai kenangan dalam pandangan Yasir dan perasaan tidak tega. Berma yang mendengar ucapan ini juga terlihat tidak tega, tetapi sorot matanya langsung berubah menjadi dingin dalam sesaat."Yasir, apa kamu ini bodoh? Asal tahu saja, aku nggak pernah menyukaimu. Aku hanya memperalatmu, kamu tahu itu? Bunuh saja aku. Kalau nggak, aku akan tetap membunuh majikanmu. Aku orang yang memegang ucapanku!"Berma hanya ingin mati sekarang juga. Saat mendengar perkataan Yasir tadi, sejujurnya perasaannya terasa rumit dan sakit. Setiap kata yang dilontarkan Yasir bagaikan pisau yang menghujam jantungnya. Mungkin, kematian justru adalah sebuah pembebasan baginya.Namun, Yasir tidak menggubris Berma dan terus berkata, "Aku sudah belajar bela diri sejak kecil. Aku ini yatim piatu dan dibesarkan oleh guruku. Dia mengajariku banyak hal, tapi ... guruku mati di tangan orang licik.""Sampai sekarang aku masih ingat dengan orang itu. Dia adalah tuan tanah yang kaya. Lantaran guruku menegakkan kea
Berma hanya tahu menjalankan misi demi misi. Mungkin karena ingin mendapatkan validasi dari pria itu, juga mungkin karena Berma ingin mengabulkan keinginan pria itu. Bagaimanapun, Berma telah melewati banyak sekali bahaya hingga bisa sampai hari ini.Yasir mengatakan bahwa Berma membuatnya terasa seperti dilahirkan kembali untuk ketiga kalinya. Bagaimana tidak? Saat bersama Yasir, Berma baru benar-benar merasakan apa itu hidup! Meski tidak kaya raya, setidaknya semua kebutuhannya terpenuhi dan tidak ada kekhawatiran apa pun.Sejujurnya, Berma sangat menyukai kehidupan seperti ini dan sangat menikmatinya. Hanya saja dia tahu ... semua ini bukan miliknya.Berma benar-benar lelah sekarang. Dia tidak tahu harus bagaimana membuat keputusan, jadi ... dia memilih mati untuk mengakhiri segalanya. Hanya dengan mati, Berma baru merasa bisa terbebaskan dari semua ini."Yasir, bunuhlah aku. Aku nggak ingin hidup lagi, aku sudah lelah .... Aku serius, aku muak dengan hidupku dan diriku sekarang ini
Setelah Wira mengatakan hal itu, Yasir dan Berma langsung terdiam. Mereka tidak tahu apa yang ingin dikatakan Wira, tetapi akhirnya tetap menganggukkan kepala."Yasir, kamu dan Berma masih ada jalan lain, nggak perlu mati."Mendengar perkataannya, Berma langsung terdiam dan menatap Wira dengan kebingungan."Berma, aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu bertanya-tanya apa alasanku membiarkanmu tetap hidup? Sebenarnya alasannya masih tetap sama, Yasir adalah sahabatku. Aku berharap sahabatku bisa hidup bahagia.""Kalau tadi kamu nggak punya perasaan apa pun padanya, sejujurnya aku akan membunuhmu. Meskipun dia bakal dendam padaku nantinya, aku juga nggak keberatan. Tapi aku bisa melihat bahwa kamu juga punya perasaan terhadap sahabatku ini. Jadi menurutku, kalian pantas mendapat kesempatan.""Yang kamu takutkan hanyalah keluarga Juwanto. Pasukan yang diutus Keluarga Juwanto kali ini sudah mati semuanya, nggak ada satu pun yang tersisa. Jadi, nggak akan ada yang tahu apakah kamu sudah mati
Sejujurnya saat tadi mendengar Wira mengatakan bahwa dia tidak membunuh Berma karena menganggap Yasir adalah sahabatnya, Berma masih tidak percaya. Namun sekarang, dia akhirnya percaya. Wira bahkan menyuruhnya ke Dusun Darmadi, bukankah tempat itu adalah daerah kekuasaannya?Berma adalah seorang ahli bela diri. Meskipun Yasir cukup hebat, dia masih bukan tandingan Berma. Jika Berma benar-benar ingin menghadapi Wira dan yang lainnya, dia punya peluang yang sangat besar. Padahal Wira sudah mengetahui semua ini, tapi dia malah tetap menyuruh Berma ke Dusun Darmadi. Bisa dibayangkan, bagaimana pikiran Wira saat ini."Kamu ... nggak takut aku melawanmu?" tanya Berma dengan kaget.Wira tertawa dan berkata, "Takut, tentu saja takut.""Kalau memang takut, kenapa kamu masih memberiku kesempatan seperti ini? Bagaimana kalau aku mengecewakanmu?" tanya Berma.Wira tertawa sekilas, lalu berkata dengan tenang, "Yang kamu kecewakan itu bukan aku, tapi dirimu sendiri. Kalau kamu membunuhku dan membunu
Saat ini, Dewina dan Wira berbaring di ranjang. Dewina tersenyum sembari bertanya, "Suamiku, kamu benar-benar terlalu berbelaskasihan hari ini."Wira pun tertegun mendengarnya. Dia bertanya balik, "Kenapa? Kamu ingin bilang aku munafik, ya?"Dewina segera menggeleng dan menimpali, "Bukan dong. Orang lain mungkin bisa bersikap munafik, tapi kamu nggak. Kamu sampai membuatku terharu."Dengan wajah tersipu, Dewina berbaring di dada Wira. Kemudian, Wira berucap, "Hehe, dasar kamu ini. Kamu belum menyelesaikan tugasmu malam ini lho. Kita mulai sekarang."Wira sontak melemparkan diri ke pelukan Dewina. Saat ini, tawa bahagia memenuhi seluruh ruangan. Dewina berkata, "Hais, kemarin baru ...."Dewina ingin menolak, tetapi segera terlarut dalam gairah. Malam ini, beberapa orang ditakdirkan untuk tidak tidur. Selain mereka berdua, Berma dan Yasir juga tampak sengit di kamar lain."Kita ... sudah menikah. Karena semalam nggak jadi melakukannya, maka malam ini ...," ucap Yasir dengan pelan sambil
Ketika mengatakannya, ekspresi Daus tampak agak rumit dan ragu. Wira meliriknya, lalu bertanya, "Tuan Daus, semua itu adalah pangan dan uang donasi untuk korban bencana. Nggak mungkin ada yang punya niat jahat untuk mencurinya, 'kan?"Daus menghela napas mendengarnya. Dia menjawab, "Hal seperti ini sulit untuk dipastikan. Tapi ... seharusnya nggak ada yang berani macam-macam karena Yang Mulia datang ke sana. Hanya saja ... ada banyak orang kaya atau pemimpin yang menindas rakyat di sana. Mereka juga punya anak buah yang banyak. Jadi, sulit untuk dijamin."Hal ini yang dikhawatirkan oleh Daus. Kalau donasi benar-benar dibagikan kepada rakyat, masalah ini tentu bisa diatasi. Akan tetapi, Daus khawatir orang-orang itu tidak bekerja dengan baik karena tidak mendapatkan keuntungan.Wira tentu memahaminya. Dia mengangguk, lalu tertawa sebelum menyahut, "Aku sudah mengerti. Sepertinya, nggak semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan mudah.""Begini saja, berikan dulu sepertiganya kepada para o
Dewina seketika tersenyum mendengarnya. Sebenarnya, dia juga sangat menantikan bagaimana Wira akan membuat orang-orang itu menanggung konsekuensinya.Dengan begitu, mereka sama-sama menuju ke Niaga. Sekitar 3 hari kemudian, mereka akhirnya tiba. Namun, sebelum mereka tiba, dua keluarga besar di Niaga dan gubernur di sana sudah mengetahui kedatangan Wira.Saat ini, mereka berkumpul di suatu aula, memikirkan cara untuk melawan Wira. "Tuan, Raja Uttar akan segera datang. Bagaimana cara kita melawannya?" tanya Ongki, Kepala Keluarga Sirait, salah satu dari 2 keluarga terbesar di Niaga.Yusri, Kepala Keluarga Wiguna, pun terkekeh-kekeh sinis mendengarnya. Dia membalas, "Bisa gimana lagi, tentu saja seperti biasa. Niaga sangat jauh dari ibu kota, mana mungkin dia berani bertindak macam-macam. Asalkan kita menolak, mana ada rakyat yang berani mengambil sumbangan tersebut."Ongki pun tergelak. Dia menyahut, "Kamu benar juga. Mereka tentu nggak berani bilang apa-apa. Lagi pula, kita penguasa di
"Haha, kamu bisa saja." Luki tertawa mendengarnya. Ongki dan Yusri sama liciknya, tentu tahu apa yang harus dilakukan.Saat ini, seseorang tiba-tiba masuk dan melapor, "Tuan, rombongan kereta Wira sudah hampir masuk ke Kota Niaga."Ekspresi ketiga orang itu pun berubah. Sebelum membawa keduanya keluar, Luki berkata, "Gila, cepat juga. Ayo, kita pergi menyambut mereka."Pada saat yang sama, Wira sudah dekat dengan Kota Niaga. Sekitar 30 menit, dia sudah akan masuk ke kota.Tiba-tiba, Daus bertanya, "Yang Mulia, apa kita perlu melakukan sesuatu?"Daus merasa agak takut. Dia tahu seberapa sombongnya orang kaya di sini. Jika sampai menyinggung mereka, takutnya mereka bisa mati di sini.Wira pun tersenyum mendengarnya. Dia menyahut, "Tuan Daus, kamu tenang saja. Percaya padaku, semua akan baik-baik saja."Daus buru-buru membalas, "Tapi, Yang Mulia, di sini Kota Niaga, kita hanya membawa puluhan orang. Kalau sampai terjadi pertarungan, kita akan rugi. Sebaiknya, buat sedikit persiapan."Daus
Mendengar kata dari selatan ke utara, Zaki dan Joko langsung tertegun dan kembali melihat peta di depan mereka.Setelah mengamati petanya dari sudut pandang berbeda, Zaki langsung terkejut sampai keringat dinginnya mengalir dan berkata dengan pelan, "Aku mengerti sekarang. Kalau tebakanku benar, mereka akan memblokir kita sepenuhnya di wilayah utara kalau mereka berhasil merebut Gunung Linang ini. Dengan begitu, seluruh wilayah dari Gunung Linang ke selatan akan dikuasai Wira."Mendengar perkataan itu, Darsa tersenyum.Setelah mendengar analisis Zaki, Joko yang berdiri di samping juga akhirnya mengerti situasinya dan berkata, "Ternyata begitu. Kalau begitu, selama pasukan Wira belum berhasil merebut Pulau Hulu dan bergerak ke Gunung Linang, mereka akan terus menyerang kita, 'kan?"Mendengar perkataan itu, semua orang tersenyum.Sementara itu, Darsa menganggukkan kepala dan berkata, "Benar. Sekarang mereka sudah menggunakan rencana saluran air dan kavaleri untuk menyerang kita pun masih
Zaki menambahkan, "Benar. Tuan, setelah memenangkan pertempuran ini, Wira pasti akan langsung pergi. Dia mana mungkin melancarkan serangan kedua."Mendengarkan perkataan keduanya, Darsa tersenyum dan berkata, "Aku tentu saja sangat yakin. Apa kalian tahu kenapa Wira bisa menyerang kita?"Kedua orang itu langsung tertegun sejenak karena sebelumnya mereka memang tidak memikirkan alasan di balik serangan itu.Zaki langsung tercengang sejenak, lalu berkata, "Tuan, bukankah mereka menyerang karena ingin merebut Pulau Hulu ini? Apa mereka punya tujuan lain?"Mendengar pertanyaan itu, Darsa tersenyum. Namun, dia tidak langsung menjawab, melainkan menatap Joko dan berkata sambil tersenyum, "Menurut kalian?"Joko juga tertegun karena dia tidak menyangka Darsa akan melemparkan pertanyaan ini padanya. Setelah berpikir sejenak, dia baru menjawab, "Menurutku, Wira memang ingin merebut Pulau Hulu ini. Tapi, apa mereka ada rencana di balik ini, aku masih belum terpikirkan."Semua orang juga langsung
Mendengar Darsa memuji dan bahkan memberikan penilaian yang sangat tinggi terhadap orang yang bernama Adjie ini, Zaki mengernyitkan alis dan berkata, "Tuan, kenapa kamu malah memuji musuh kita? Menurutku, nggak peduli siapa pun dia, tombakku ini pasti akan membunuhnya."Semua orang sudah terbiasa dengan temperamen Zaki yang buruk, sehingga kebanyakan dari mereka hanya tersenyum.Beberapa saat kemudian, Joko yang berdiri di samping pun tersenyum dan berkata, "Orang ini memang pandai menyusun strategi. Kalau tebakanku nggak salah, rencana membuka saluran air ini pasti ide dari Adjie, 'kan?"Joko menatap Guntur yang sedang berlutut saat mengatakan itu, jelas sedang bertanya pada Guntur.Setelah tertegun sejenak, Guntur baru berkata, "Benar, dia juga yang mengatur strategi penyerangan kami tadi. Tapi, kami benar-benar nggak menyangka dia bisa begitu keterlaluan sampai menjadikan orang-orang dari Desa Riwut sebagai umpan."Zaki mendengus, lalu langsung menendang Guntur dan berteriak dengan
Mendengar perkataan Darsa, semua orang menganggukkan kepala. Menurut mereka, apa yang dikatakan Darsa memang masuk akal.Pada saat itu, pintu tenda tiba-tiba terbuka dan Joko berjalan masuk. Setelah memberi salam pada Zaki, dia menatap Darsa dan berkata, "Aku sudah menangani semua perintah Tuan Darsa, sekarang tinggal menunggu laporan dari mata-mata. Kami sudah mengerahkan banyak mata-mata. Kalau ada informasi, mereka pasti akan segera melaporkannya."Mendengar laporan itu, Darsa merasa sangat puas. Dia menatap semua orang dan berkata, "Baiklah. Karena semuanya sudah diatur, sekarang kita akan menyusun rencana perang. Bisa dipastikan para perampok di Desa Riwut sudah bergabung dengan pasukan Wira. Apa kita berhasil menangkap salah satu dari mereka?"Tepat pada saat itu, salah seorang wakil jenderal yang bertugas untuk membersihkan medan perang memberi hormat dan berkata, "Tuan, sebelumnya kami memang berhasil menangkap satu tahanan. Orang ini tadinya berpura-pura mati, tapi untungnya p
Mendengar perkataan itu, Darsa menganggukkan kepala. Melihat Joko hendak pergi, dia baru teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Oh ya. Setelah selesai mengatur semuanya, datang lagi ke sini. Aku harus merencanakan beberapa hal lagi untuk langkah selanjutnya.""Baik!" jawab Joko.Setelah Joko pergi, Darsa mengernyitkan alis. Pada saat itu, dia melihat Zaki masuk dari luar. Dia langsung tertegun sejenak saat melihat Zaki, lalu bertanya, "Bagaimana? Pikiranmu sudah jernih?"Mendengar pertanyaan Darsa, Zaki menganggukkan kepala dan langsung berkata sambil memberi hormat, "Tuan Darsa, maaf, sebelumnya aku memang terlalu gegabah. Tapi, kali ini ada begitu banyak saudara kita yang tewas, aku benar-benar merasa nggak rela."Darsa tersenyum, lalu berkata, "Hehe. Ini bukan masalah, kita akan membalasnya lain kali. Kali ini mereka memang menang, tapi menang dan kalah adalah hal yang biasa dalam dunia peperangan. Kalau kamu putus asa dan hanya memikirkan soal balas dendam karena kekalahan k
Setelah pasukan utara kembali ke kemah, Darsa tidak bisa menahan amarahnya saat melihat ekspresi Zaki dan berkat, "Zaki, sebagai jenderal garis depan, kenapa kamu begitu gegabah? Musuh pasti sudah menyiapkan jebakan di depan makanya mereka mundur, tapi kamu malah masih ingin membawa pasukan untuk mengejar mereka."Mendengar perkataan itu, wajah Zaki langsung memerah. Setelah terdiam sejenak, dia baru berkata, "Kali ini memang aku yang salah perhitungan. Tapi, musuh kita benar-benar licik. Kalau kita terus membiarkan mereka begitu, kita akan terus dipermainkan mereka."Ekspresi Darsa langsung terlihat kecewa dan berkata dengan marah, "Tipu muslihat adalah hal yang biasa dalam perang dan ini sudah menjadi aturan sejak dulu. Apa yang kamu pikirkan? Aku beri tahu kamu, aku akan melupakan kesalahanmu kali ini kalau kamu bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik."Darsa mendengus, lalu menoleh pada Joko dan berkata dengan pelan, "Bawa orang-orangmu untuk menghitung jumlah korban dan pasukan
Pengirim pesan itu segera memberi hormat, lalu langsung berjalan keluar.Setelah pengirim pesan itu pergi, Darsa baru menghela napas. Saat ini, semuanya sudah direncanakan, tetapi tergantung pada takdir apakah ini akan berhasil atau tidak. Jika 10 ribu pasukan ini masih tidak bisa membawa kembali Joko dan Zaki, situasinya akan makin merepotkan.Saat itu, Wira yang berada di medan perang tiba-tiba menoleh dan melihat musuh sudah mengerahkan tambahan 10 ribu pasukan pun terkejut karena hal ini di luar perkiraannya. Dia tidak menyangka musuh masih memiliki pasukan sebanyak ini dan sebelumnya mereka juga sudah menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Mengapa mereka tidak langsung mengerahkan seluruh pasukan?Sebelumnya, Wira dan pasukannya sudah berhasil menghancurkan semangat bertarung pasukan utara. Namun, begitu melihat musuh mendapat pasukan tambahan lagi sekarang, mereka langsung terkejut. Mereka tidak menduga musuh mereka ternyata begitu hebat.Tepat pada saat itu, salah seorang yang te
Begitu kedua belah pihak bertabrakan, suara benturannya langsung bergema dan kekuatan yang dahsyat membuat keduanya terlempar dari kuda mereka.Joko bisa begitu dipercaya Darsa karena ternyata kekuatannya memang luar biasa. Dia mendengus, dan segera memutar tubuhnya sambil mengayunkan senjatanya, lalu mendarat di tanah. Serangannya seharusnya sudah sangat cepat, tetapi dia tidak menyangka Arhan malah lebih cepat. Saat kakinya menyentuh tanah, Arhan sudah kembali menyerangnya.Keduanya bertarung dengan sangat sengit, membuat suasana medan perang menjadi makin kacau.Namun, pertarungan antara kedua orang itu malah membuat pasukan utara makin terdesak. Menurut mereka, kekuatan musuh mereka ini benar-benar luar biasa. Bahkan ada salah seorang prajurit yang berkata, "Kenapa pasukan musuh begitu kuat? Ini benar-benar merepotkan."Banyak prajurit lainnya yang menganggukkan kepala juga. Menurut mereka, kemampuan pasukan musuh kali ini benar-benar sangat hebat dan di luar perkiraan mereka. Bahk
Hayam menganggukkan kepala setelah mendengar Adjie berkata seperti itu, lalu segera berbalik dan memimpin pasukannya mendekati Wira.Saat melihat Agha juga memimpin pasukan untuk datang mengepung, Darsa yang berada di dalam tenda langsung terkejut. Dia selalu mengira bala bantuan dari pihak musuh hanya pasukan kavaleri yang bersembunyi di kegelapan, tetapi ternyata masih ada begitu banyak infanteri.Ekspresi Darsa langsung menjadi muram saat teringat dengan banjir yang tiba-tiba terjadi sebelumnya. Setelah tertegun sesaat, dia akhirnya menyadari semua itu adalah bagian dari jebakan yang sudah direncanakan musuh. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, bantu Zaki untuk mundur, sekarang bukan saatnya untuk menyerang."Ekspresi Joko berubah, lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Baik, kita akan segera menerobos keluar."Namun, saat melihat pasukan musuh, seseorang yang berada di samping Joko berkata, "Sialan. Kita benar-benar nggak menyangka hal ini, tapi kekuatan mereka memang lu