"Papa, terima kasih sudah mau datang!" Zsalsya mendekat ke arah Firman dan kemudian memeluknya. Ia merasa sudah begitu lama tidak memeluk sosok Ayah yang disayanginya, dirinya tidak mau melewatkan kesempatan ini."Papa bilang juga apa. Lebih baik kamu terima saja perjodohan ini dan menikah saja dengan Arzov. Dia ini anak yang baik. Sudah mau bawa kamu ke rumah sakit, sekarang pun masih mau menemani!"Arzov yang mendengar pujian itu semakin besar kepala. Ia merasa bahwa idenya kali ini memang cerdas. "HAHAHA! Benar, 'kan kataku, dia pasti langsung tergerak hatinya untuk segera menikahkan kami!" batin Arzov sembari tersenyum. Kala itu, Arzov tidak memikirkan persoalannya dengan Nana. Baginya, untuk saat ini ia ingin mendapatkan Zsalsya terlebih dahulu, lalu setelah menikmatinya ... barulah ia berniat untuk memberi kepastian kepada Nana. "Kalau bisa mendapatkan keduanya, kenapa harus salah satu!" batinnya.Tanpa sadar, Nana yang berdiam diri di sana tengah memendam rasa kesal terhad
Waktu terus berjalan, dan kini malam telah tiba. Endrick hanya berdiam diri di ranjang pasiennya. Tanpa ponsel dan tanpa Zsalsya yang kian jam selalu teringat di kepala."Nak, makan dulu! Sejak tadi kamu belum makan apa-apa," kata Rosmala. Ia merasa khawatir dengan kondisi Anaknya yang lebih banyak diam tanpa mempedulikan apapun."Aku belum lapar, Ma. Nanti saja aku makannya. Mama juga belum makan, 'kan?"Sebaliknya, Endrick pun tidak melihat Rosmala makan. Wanita itu hanya terus menemaninya tanpa pergi kemana-mana."Kamu tidak usah terlalu pedulikan Mama. Kalau lapar, Mama bisa makan sendiri. Tapi kamu, Mama belum tenang kalau kamu belum makan. Bagaimana kamu bisa cepat sembuh, kalau kamu membiarkan perut kosong terus begitu!" Rosmala terus bersungut-sungut. Sebagai seorang Ibu, Rosmala selalu khawatir dengan kondisi Endrick -- Anaknya. Terlebih lagi, ia tidak memiliki Anak lain selain Endrick saja."Tante, apa boleh saya yang suapi Endrick?" tanyanya.Rosmala tidak yakin. Tetapi,
"Setelah saya periksa. Saya menyimpulkan kalau Pak Endrick belum bisa pulang. Sekitar satu atau dua mingguan lagi baru boleh pulang. Perlu melakukan perawatan khusus, agar kondisi kaki kembali pulih!" jelas dokter itu."Tuh, 'kan, Mama bilang juga apa. Memang sebaiknya kamu ini istirahat saja."Malam semakin larut. Walaupun Kyora merasa ingin berdekatan dengan Endrick, tetapi dirinya berpikir masih ada yang perlu diurus."Tante, karena sudah malam, saya izin pulang. Besok saya ke sini lagi!" kata Kyora."Iya, silakan."Hanya itu yang Rosmala katakan. Sedangkan Endrick, ia tampak tidak peduli. Dirinya hanya fokus pada obrolannya dengan seorang dokter laki-laki yang ada di sampingnya, Dokter Denis.Kyora merasa kesal. Tetapi, menurutnya mematangkan strategi permainan juga perlu. "Tidak masalah. Sekarang kamu boleh saja mengabaikanku. Tapi nanti ... aku pasti akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku!" batin Kyora dengan penuh ambisi."Endrick, aku pergi, ya! Besok pagi aku akan ke si
Malam itu menjadi malam yang sepi, tanpa seseorang yang benar-benar menemani sampai rasa sepi itu hilang sendiri.Namun, yang didapat hanyalah segala kesedihan dan air mata yang membuat dadanya semakin sesak. Dan malamnya semakin gulita. Seperti di kegelapan tanpa cahaya.Arzov terus memandangi ponsel, ia pun kemudian bangkit dari duduknya. "Aku harus keluar sebentar. Ditinggal sendiri tidak apa-apa, 'kan?" "Ya, pergi saja."Zsalsya tahu bahwa dirinya memang sendiri. Terbiasa sendiri, bahkan membuatnya tidak lagi mengharapkan apapun. Segalanya tampak menyedihkan."Tidak akan kularang siapapun yang mau pergi dan tidak akan kucegah seseorang yang datang. Walau hatiku masih sulit percaya, apakah aku ini dicintai atau hanya dijadikan pelampiasan oleh seseorang?" Zsalsya berbicara kepada dirinya sendiri dalam hati.Ia mengambil air yang beberapa saat yang lalu diberikan oleh seorang perawat dengan makanan pada porsi kecil. Ada nasi dan sayur sup ayam.Apalah arti makanan enak jika tidak b
Hari telah berganti. Dalam mengisi paginya, Endrick menunggu kedatangan kepala pelayan yang menurutnya pagi ini belum ada di sana.Kepalanya terus menoleh ke arah pintu, berharap kepala pelayan itu datang dengan lebih cepat dari perkiraannya.Kriieett! Sampai suara pintu terbuka. Endrick dengan semangat menunggu orang yang pikirnya sudah ada di depan pintu."Mungkin itu!"Tak lama setelah itu, tampak suara sepatu pantopel memasuki ruangan tersebut. "Tuan Endrick, bagaimana kondisimu sekarang?" tanya kepala pelayan rumah itu seraya menjinjing barang yang diinginkan Endrick sewaktu malam."Cukup baik!" jawab Endrick.Kepala pelayan berdiri di samping Endrick, ia membukakan sebuah kotak berbentuk persegi panjang yang di dalamnya ada sebuah ponsel tipis berwarna hitam."Tuan, ini ponsel yang Anda minta waktu itu!" ucap kepala pelayan seraya menyodorkan barang tersebut.Endrick pun langsung meraih ponsel itu. "Semuanya sudah lengkap!"Ia langsung paham dengan apa yang dimaksudkan oleh k
Keterikatan di antara keduanya membuat mereka dapat merasakan satu sama lain. Raga mereka memang jauh, namun pikiran mereka seperti ada kain yang mengikat hingga terhubung dan dapat mengingat satu sama lain sekalipun keduanya berjauhan."Tidak boleh. Untuk apa aku memikirkannya begitu. Lagi pula, dia juga belum tentu memikirkan keadaanku, buktinya saja sekarang dia tidak datang menjenguk!" gumamnya.Zsalsya berusaha menepis segala macam bayangan mengenai Endrick yang menghantui dirinya."Apa ini artinya kontrak itu juga berakhir? Dia tidak datang dan kami pun saling tidak tahu keberadaan masing-masing?"Zsalsya melamun dan ingatan tentang wajah Endrick kembali membayangi isi kepalanya. Ada rasa tidak rela ketika dirinya harus berpisah.Namun, meskipun begitu, ia mencoba membohongi perasaannya sendiri. Tetapi, perhatian dan kebaikan Endrick memang tidak bisa ia lupakan begitu saja."Kenapa aku ingat dia terus? Dia saja tidak mungkin mengingatku!" umpatnya kesal.Tanpa sepengetahuan Zsal
"Kamu ke mana saja selama ini? Tidak berkirim pesan, tidak menelepon, dan sekarang kamu datang pun tiba-tiba begini," gerutu Nana seraya memasang wajah dingin tetapi seolah ingin dimanja. Di ruang tamu itu, Nana mengatakan apa yang membuatnya kesal. Ia merasa bahwa Arzov mempermainkan perasaannya. Arzov memegang pundak Nana, ia menatap wajah wanita yang ada di sampingnya itu, "Kamu pasti rindu, ya?" kata Arzov. Ia memegang pipi Nana, berusaha membujuk wanita yang ada di sampingnya tersebut."Apaan sih, kamu merayu-rayu begini. Di rumah sakit juga kamu melakukan hal yang sama 'kan pada Zsalsya!" ucapnya kesal.Arzov melihat ke arah pintu. Ia khawatir jika Firman dan Mariana datang karena mendengar pertengkaran ringan mereka. Sebab, Arzov tidak ingin jika Firman sampai tahu mengenai apa yang mereka bicarakan saat itu."Kamu masih marah sama aku?"Arzov mendekatkaban wajahnya ke telinga Nana. "Yang aku lakukan pada Zsalsya waktu itu hanya gimik saja. Percayalah. Yang aku cuma kamu. S
Kriieett! Terdengar suara pintu terbuka dari arah luar. Sontak, Endrick dan Rosmala pun menoleh secara bersamaan ke arah pintu. Ada rasa penasaran dalam benak mereka. Namun, yang paling penasaran adalah Endrick, sebab ada orang yang memang tengah ia tunggu kehadirannya.Bukan Zsalaya. Tetapi orang lain yang memiliki misi. Orang yang merupakan pesuruhnya di tempat ini.Begitu memasuki ruangan tersebut, wanita yang mengenakan baju perawat itu tampak kaget karena ternyata ada Rosmala. Endrick berkedip, memberikan isyarat. Kedipan itu seolah mengatakan bahwa tidak apa-apa, masuk saja."Kamu?" kata Rosmala seraya menunjuk ke arah perawat tersebut. Kala itu, perawat tersebut telah membuka masker yang menutup wajahnya. Ia pikir, tidak perlu lagi memakainya ketika berhadapan langsung dengan Endrick.Wanita itu mengenakan masker karena ingin menyamarkan wajahnya, agar tidak dikenali oleh yang lain."Kenapa kamu pakai baju perawat begini?" Matanya memindai seluruh tubuh kepala pelayan itu.