Endrick melihat ke arah Zsalsya. Ia yang tidak tega dengan kondisi calon istrinya langsung putar balik. "Kita pulang saja, ya! Besok saja kita fitting baju pengantinnya.""Iya, Mas," sahut Zsalsya. Kali ini, dirinya benar-benar tidak nyaman dengan kondisi tersebut. "Tapi tidak apa-apa, 'kan, Mas, kalau kita tidak jadi sskarang ke sananya?""Iya .... Perut kamu 'kan lagi sakit, kalau terlalu dipaksakan Pasti tidak akan nyaman juga. Tapi, kamu mau pulang ke rumah Papamu atau rumah saya?" tanya Endrick.Zsalsya pun merasa bingung, tetapi karena tidak mungkin ke rumah Endrick ketika media tahunya mereka bertunangan, sehingga dirinya merasa tidak mungkin jika tinggal bersama dengan calon suaminya. Karena, itu pasti akan mengundang masalah yang bisa berbahaya bagi perusahaan Endrick. "Ke rumah Papa saja!""Ya sudah. Tapi kamu yakin mau tinggal di sana?" "Iya, Mas. Pokoknya saya mau pulang saja daripada mendapatkan masalah baru.""Maksudnya masalah baru bagaimana?" Endrick mulai tidak men
"Tunggu sebentar! Siapa yang nyuruh kamu masuk kamar itu begitu saja! Bukannya kalian belum ... sah ...?" sindir Mariana sekaligus menghalangi Endrick untuk menghampiri Zsalsya yang memang sudah ada di kamar. Dengan menahan rasa kesal dalam dada, Endrick pun menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke arah Mariana sembari menyeringai samar. "Zsalsya sendiri yang sudah memberi izin! Apa saya masih perlu meminta izin darimu?" balas Endrick. "Ingat, ya, saya ini Ibunya, kamu harus tunduk juga sama saya!" Endrick kembali menyeringai. Tampaknya ia sedang menertawakan sikap Mariana yang bersikap seolah Tuan ruamh dan memiliki hak atas semuanya, termasuk Zsalsya. Padahal, ia juga sudah tahu sendiri apa yang memang sebenarnya. "Maksudnya Ibu tiri?" Endrick menatap wajah Mariana. "Sudah, Tante. Saya tidak punya banyak waktu lagi, saya harus mengantarkan ini masuk ke kamarnya!" Tanpa berlama-lama lagi. Sontak saja Endrick memutar tubuhnya, lalu melangkah pergi dari sana menuju kam
"Mbok...?" tanya Endrick kepada Mbok Minah. Saat itu, ia tidak tahu siapa namanya. Sehingga, dirinya seolah bertanya sekaligus memberi kode agar Mbok Minah mau menyebutkan namanya.Namun, Mbok Minah bertanya-tanya. Ia hanya diam dengan segala kebingungan dalam kepala."Itu Mbok Minah. Panggil saja begitu. Ya 'kan, Mbok?" Minah pun mengangguk. "Betul, Non. Panggil saja saya Mbok Minah.""Oh ya, Mbok, saya titip Zsalsya, ya! Kalau ada apa-apa, Mbok bisa hubungi ke nomor saya saja!"Endrick mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. "Mbok punya ponsel, 'kan?" tanya Endrick.Minah pun mengangguk. "Ada." Ia pun mengambil ponselnya dari dalam rok yang dipakainya saat itu. "Tuan mau nomor saya?""Bukan!" sergah Endrick. "Saya pinjam ponsel Mbok Minah, biar nomor saya yang dimasukkan ke sana!"Minah melihat ke arah ponselnya. Sembari tersenyum, ia pun menyerahkan ponsel itu kepada Endrick. "Oh ya, silakan!"Endrick mengambil sodoran itu, kemudian memasukkan nomor ponselnya itu.Karena t
Ketika jadwal fitting baju tidak jadi hari ini, Endrick pun akhirnya memilih pergi ke kantor. Ada hal lain yang menurutnya perlu ia urus dengan baik.Di tempat parkir, ia menepikan mobil. Lalu, secara perlahan ia menurunkan kakinya. Tampak sekali kurangnya semangat dari cara ia berjalan. ZsalsyaBahkan, ketika ada orang yang menyapa, dirinya yang terlaku fokus pada Zsalsya membuatnya tidak mendengar sapaan itu."Pak Endrick kenapa, ya? Aku sapa, biasanya nyahut, sekarang malah nggak?" gumam salah seorang karyawan kantor yang merasa terabaikan."Tidak tahu," sahut karyawan lain yang merupakan rekan kerjanya.Endrick terus berjalan menuju lift eksekutif yang biasa ia gunakan. Sekretaris kantor yang sedang sibuk bekerja dan menunggu Endrick datang pun sesekali melihat ke arah pintu.Sebab, sebelumnya Endrick memang sempat menghubungi sekretarisnya bahwa ia akan ke kantor dan tidak jadi menyerahkan tugas memimpin rapat kepada sekretarisnya.Ting! Pintu lift terbuka. Dengan tegap, Endri
Suara telepon berbunyi ke telepon sekretaris. Ia langsung berjalan ke tempat itu dan langsung menjawabnya."Halo?""Baik!"Selepas menjawab telepon, sekretaris itu langsung kembali menghadap Endrick yang merupakan atasannya tersebut."Pak, katanya klien kita sudah menuju ruang rapat. Kita temui mereka sekarang atau tunggu sebentar lagi?"Endrick beranjak dari duduknya. "Kita ke ruang rapat sekarang saja! Siapkan semua dokumen penting yang akan dibahas itu!" perintahnya.Sekretaris itu mengangguk dengan tubuh agak membungkuk paham terhadap apa yang dikatakan oleh atasannya tersebut.Sementara di tempat lain, Zsalsya kembali bimbang dengan dengan segala sifat de m an kedua orang tuanya. Ketika mamngk"Kenapa aku terus berada di sini?" Zsalsya swgwrs beranjak dsri duduknya ia melihat ke arah wadah belanja yang kemudian ia pindahkan ke tempat yang seharusnya. Endrick segera menaruhnya pada sebuah meja kecil di kamar itu.Ketika Zsalsya tidak bisa melakukan banyak pekerjaan di rumah i
Dengan lesu, Endrick berjalan memasuki rumah. Ia membuka satu kancing kemeja, lalu melonggarkan dasinya. Suara langkah kaki yang sangat dikenal, membuat Rosmala segera berjalan ke arahnya. Terlebih lagi ia melihat Endrick yang tampak sangat berbeda dibanding biasanya, seolah kekurangan semangat dalam dirinya. "Kamu kenapa, Nak, tampak tidak bersemangat begitu?" tanya Rosmala dengan nada lembut sembari menghampiri ke arah Anaknya itu.Endrick terduduk di sofa sejenak, Rosmala pun ikut duduk. Ia merasa bahwa Endrick saat itu tampak sangat lelah. Rosmala mendekatkan dirinya pada Endrick, tangannya memeluk punggung Endrick."Kamu kenapa? Sini cerita sama Mama ...."Rosmala mulai semakin membuka diri, agar Anaknya menjadi lebih terbuka. Perssaan seorang Ibu tidak pernah salah. Sekali ia merasa ada sesuatu hal yang aneh pada Anaknya, tentu dugaannya tidak pernah meleset.Endrick menghadapkan tubuhnya pada Rosmala, sampai kaki itu mengarah pada Ibunya tersebut. "Ma, mau tanya.""Tanya apa,
Kenal cukup banyak dengan Arzov membuat Nana khawatir, entah kesepakatan seperti apa yang dibuat oleh pria licik itu. Tentu, pasti sesuatu telah terjadi dan ia tidak tahu apa sebabnya itu.[Kamu berani buat kesepakatan sama aku?]Arzov yang mendengar hal itu langsung tersenyum licik, ketika sadar bahwa mungkin saja Nana telah menyadari sesuatu. Namun, tetap saja, ia akan terus menyembunyikan hal itu.[Berani. Itu 'kan juga maumu. Kamu yang mengontak aku duluan!] Karena ambisinya dan kini mulai snagat terfokus pada Zsalsya, sehingga dirinya tidak mempedulikan cintanya kepada Nana. Ia melihat bahwa Zsalsya pun sudah cukup sangat cantik. Perubahan baik yang terjadi pada mantan kekasihnya, membuatnya berpikir bahwa tidak perlu lagi Nana untuk jadi pendamping hidupnya."Kalau aku bisa dapatkan Zsalsya, aku akan mendapatkan dua hal. Yaitu dendamku terbalas dan aku bisa kembali kepadanya. Walaupun dulu sempat aku duakan. Wajar saja, dulu dia tidak cantik dan kurang modis. Sekarang, aku piki
Arzov yang khawatir dan menjaga ketidakmungkinan yang terjadi, ia berjalan menjauhi ruangan itu dan langsung pergi ke tempat tersembunyi. Dan tempat itu adalah dapur.Ia mengambil ponsel dan langsung menghubungi Nana. Sebab, ia melihat Nana yang berjalan menaiki tangga. Ingin mengikutinya, tetapi ia takut jika dicurigai sesuatu.Nana yang saat itu tangannya sudah memegang gagang pintu, tetapi ia harus menghentikan itu ketika dirinya mendengar suara dering ponsel yang berbunyi."Siapa, sih?" umpatnya kesal. Tetapi, ketika teleponnya dijawab oleh Nana, suara langkah kaki menuju dapur terdengar. Ia menoleh ke arah pintu dan kedua matanya langsung melebar ketika yang datang ternyata adalah Zsalsya. "Kamu sedang apa di sini?" tanya Zsalsya sembari mengenakan sandal bulu dengan hiasan telinga kelinci.Karena dirinya tidak mau kedinginan, ia harus memakai sandal itu. Untungnya ia menemukan sandal hangat di kamar, sehingga barang itu bisa ia gunakan.Sontak, Arzov pun langsung mematikan te
Karena kecelakaan terjadi saat Firman sudah tancap gas pergi, sehingga ia tidak tahu bahwa di sana telah terjadi kecelakaan. Ia juga tidak tahu jika yang mengalami itu adalah Mariana.Firman hanya fokus untuk pulang ke rumah tanpa berpikir apapun. Zsalsya yang kala itu tengah memasak pun mendadak ingat kepada Ayahnya, yang membuatnya langsung menghentikan tangannya. Ia melamun, hingga percikan minyak itu membuatnya langsung terhenyak kaget dan menjauh dari wajan tersebut.Endrick yang melihat itu langsung meniupi tangan Zsalsya yang terkena percikan minyak. "Biar pelayan kita saja yang melakukannya!"Endrick menoleh ke samping -- tepatnya ke arah pelayan yang ada di sana. "Tolong kamu lanjutkan!""Baik!" sahut salah seorang pelayan yang saat itu tengah berdiri di sana. Tetapi begitu mendapat perintah, ia pun langsung menuju wajan yang ada di sana.Endrick mengajak Zsalsya pergi menuju kursi yang ada di sana. "Kamu sedang memikirkan apa?" tanya Endrick yang melihat Zsalsya dengan tata
"Baik, biar saya periksa dulu," ujar dokter itu yang kemudian melakukan pemeriksaan terhadap Firman.Sementara di sana, Mariana mengintip dan kini tengah bersembunyi. Ia terus memperhatikan Firman yang saat ini tengah diperiksa oleh dokter tersebut. "Mana obatnya?" gumamnya.Selang lima menit, pemeriksaan selesai. Dokter itu pun kemudian pergi sebentar untuk mengambil obat untuk Firman.Di kala dokter itu mengambilkan obat, Mariana yang sudah sejak tadi menunggu saat itu tiba pun membuatnya langsung bergegas pergi sejenak mengikuti kemanapun dokter itu pergi.Mariana menghampiri dokter itu ketika obat pada sebuah kotak kecil itu tergeletak di meja."Dok, saya mau memeriksa jantung saya yang sedang kurang baik. Dokter mana, ya, yang suka memeriksanya?" tanya Mariana seraya mengenakan maskernya. Ia bertingkah seolah tidak tahu apa-apa.Dengan santainya, dokter itu pun kemudian menyahut. "Saya dokter jantung. Kalau mau, bisa saya periksa, tapi biarkan saya melayani pasien yang lain dul
Rosmala yang belum mendapat kabar apapun, baik itu dari Endrick maupun dari Priyatna -- sopir pribadi Endrick, membuatnya mondar-mandir karena khawatir."Kenapa belum juga ada kabar apapun?" gumam Rosmala yang saat itu dalam kebingungan. Meskipun begitu, ia merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja.Tak lama dari itu, sebuah mobil memasuki halaman rumah dan kemudian mobil itu menepi.Rosmala yang terus mondar-mandir di teras pun langsung menghentikan langkah kakinya. Segera saja ia menuruni sedikit tangga dan langsung menghampiri mobil tersebut yang mana ia pikir bahwa itu adalah Endrick dan seharusnya bersama Zsalsya.Begitu pintu mobil terbuka, langsung terlihatlah kaki Endrick yang keluar dari sana."Nak, akhirnya kamu kembali! Mana Zsalsya?" tanya Rosmala. Ia melihat ke dalam mobil dan saat itu Zsalsya pun memang hendak keluar dari mobil tersebut.Begitu Zsalsya turun, Rosmala langsung memeluk menantunya. "Akhirnya kamu kembali juga. Mama khawatir dengan keadaan kalian. Mengingat
Telepon Endrick yang saat itu sudah terhubung dengan Piryatna yang merupakan sopir kepercayaannya membuatnya bisa tahu kapan ia akan bergerak melakukan tugasnya. Setelah tahu bahwa Zsalsya ditemukan di lantai dua, sopir pribadi itu pun langsung mengajak kepada para bodyguard untuk mengikuti Endrick ke lantai atas sana. Sedangkan polisi, pada saat yang sama mereka juga masuk dan langsung menyergap. Sontak saja, semua preman yang ada di sana pun langsung berusaha kabur, termasuk Arzov. Namun sayangnya, polisi yang datang jauh lebih banyak dibanding para preman itu sendiri. "Jangan bergerak!" ujar salah seorang polisi sembari menembakkan pistol ke atas. Preman yang saat itu masih berada di sana pun langsung angkat tangan kala para polisi yang sejak awal sudah siap sedia untuk menangkap mereka kini memperlihatkan diri mereka. "Sialan! Kenapa harus ada banyak polisi!" gumam Arzov dengan kedok yang masih terpasang di kepala hingga menutup wajahnya. Namun, polisi yang bertugas la
DOORR!!!Endrick melesatkan peluru dari pistol yang dipegangnya. Sontak, polisi yang sudah bersiap pun langsung turun dari mobil dan mengepung rumah itu. Kyora tidak tahu jika rumahnya telah terkepung dan tidak memiliki jalan lagi untuk keluar.Sekalipun polisi yang mengepung, tetapi mereka tidak langsung masuk ke dalam. Para bodyguard Endrick hanya bersiap siaga di luar rumah."Serahkan Zsalsya padaku sekarang juga!" pinta Endrick. Namun, preman yang ada di sana seolah langsung siap siaga untuk menyerang Endrick. Para saat yang sama, ketika mereka hendak menyerang, Endrick melesatkan peluru ke sebuah botol kaca yang ada di sana, hingga tercipta suara berisik yang membuat para bodyguard Endrick keluar. Ketika para preman lengah karena fokusnya teralihkan kepada para bodyguard Endrick. Lada saat itulah Endrick pergi untuk mencari keberadaan Zsalsya. Endrick memplintir tangan Kyora ke belakang dan langsung menodongnya. "Cepat tunjukkan padaku di mana Zsalsya sekarang berada!" perint
"Ma, aku pergi sekarang!" pamit Endrick ketika dirinya sudah menambahkan jaket pada pakaian atasnya. "Iya, Nak!" sahut Rosmala.Mereka yang telah mengatur rencana untuk segala sesuatunya pun kemudian berangkat dari rumah itu untuk kemudian pergi menuju lokasi alamat yang ia dapatkan sebelumnya.Endrick memasuki sebuah mobil. Ia kembali mengemudi sendiri. Kali ini, ia menggunakan mobil yang lain dengan warna putih. Rosmala yang saat itu melihat Anaknya berangkat untuk menyelamatkan Zsalsya pun hanya berdo'a agar selamat dan mereka menjalankan rencana dengan baik dan berhasil, agar bisa membawa Zsalsya kembali.Setelah Endrick pergi, di belakang itu, mobil yang dikemudikan oleh para bodyguardnya ada di belakang mobil Endrick. Hanya saja, saat itu cukup berjarak. Sebab, Endrick tidak mau jika lawan menganggap bahwa Endrick datang bersama orang lain."Zsa, tunggu aku, aku datang untuk menyelamatkanmu sekarang! Kita pasti akan bersama lagi!" ujar Endrick sembari mengemudi. Pandangannya f
"Tidak tahu terima kasih! Disuapin malah dimuntahin! Makan saja sendiri, terserah kalau kamu lapar juga!" sentak Arzov. Ia menaruh piring itu di meja dan kemudian melangkah pergi dari tempat itu.Arzov segera menemui Kyora, yang mana ada janji yang belum ia tagih sekaligus belum ia dapatkan pula uang yang dijanjikannya.Zsalsya berusaha untuk melepaskan dirinya, tetapi masih susah. "Aku mau buang air! Tolong lepaskan ikatan tanganku!" pinta Zsalsya dengan tegasnya.Namun, kedua preman itu hanya saling memandang satu sama lain. Mereka seolah tengah saling melempar kode melalui pandangan mata. Memutuskan apakah harus melepaskan ikatan tangan Zsalsya atau malah mengabaikannya.Mereka juga takut jika Zsalsya ternyata membohongi mereka, untuk itulah kedua preman itu tidak mau langsung percaya begitu saja."Apa kalian mau melihat aku buang air di sini?!" tambah Zsalsya dengan sedikit ancaman halus yang membuat kedua preman itu bingung dalam memilih. Namun, tak lama setelahnya, Arzov kembal
Dalam kesendiriannya, Zsalsya hanya harus menahan rasa takut dalam dirinya kala di tempat yang gelap itu ia sendirian. Namun, kemudian sebuah pikiran berlarian di kepala."Tapi waktu itu saja aku bisa melarikan diri. Bagaimana kalau sekarang aku juga mencobanya?" batin Zsalsya dalam diamnya. Ia terus memikirkan hal itu.Zsalsya melihat ke sekeliling. Ia berusaha melepaskan tali yang mengikat erat di pergelangan tangan dan kakinya itu. Tetapi, rupanya di tempat itu terdapat cctv tersembunyi. Kyora dan anak buahnya terus memantau sampai mendapat kabar dari Endrick bahwa pria itu datang ke tempat tersebut untuk menjemput Zsalsya.Semalaman Zsalsya tidak bisa tidur. Ia berusaha untuk melepaskan diri, tetapi dirinya tidak bisa membuka ikatan itu.Kyora yang memperhatikan setiap gerak-gerik Zsalsya itu hanya diam seraya menopang dagu. Sesekali ia menyungging licik dengan apa yang dilihatnya saat itu."Sekarang kamu tidak akan bisa kabur atau melepaskan diri dariku lagi. Aku tidak akan sebod
Sampai di dalam kamar, para pelayan yang ada di sana sontak mengambil kotak P3K untuk merawat luka Endrick. Lukanya sangat parah dan saking khawarisnya, Rosmala langsung memanggil dokter.Rosmala duduk di samping Endrick seraya membelai rambutnya. "Nak, kenapa ada orang jahat yang berani melakukan hal ini sama kamu?" ucapnya dengan mata berkaca-kaca.Ibu mana yang tidak bersedih saat anak semata wayangnya terluka parah. "Mama tidak akan pernah memaafkan kesalahan orang yang tega melakukan semua ini!" ucapnya.Tak perlu menunggu waktu lama, dokter yang dipanggil oleh Rosmala beberapa saat yang lalu pun kemudian datang. Ia membawa alat untuk memeriksa kondisi pasiennya tersebut."Dok, tolong periksa. Saya tidak mau sesuatu terjadi pada tubuhnya!" pinta Rosmala kepada dokter itu.Dokter itu tersenyum seraya mengeluarkan alat untuk memeriksa. "Baik, biar saya periksa dulu kondisinya, ya," sahut dokter itu.Mulai dari detak jantung dan semua luka yang ada pada tubuh Endrick, semuanya dipe