Ketika jadwal fitting baju tidak jadi hari ini, Endrick pun akhirnya memilih pergi ke kantor. Ada hal lain yang menurutnya perlu ia urus dengan baik.Di tempat parkir, ia menepikan mobil. Lalu, secara perlahan ia menurunkan kakinya. Tampak sekali kurangnya semangat dari cara ia berjalan. ZsalsyaBahkan, ketika ada orang yang menyapa, dirinya yang terlaku fokus pada Zsalsya membuatnya tidak mendengar sapaan itu."Pak Endrick kenapa, ya? Aku sapa, biasanya nyahut, sekarang malah nggak?" gumam salah seorang karyawan kantor yang merasa terabaikan."Tidak tahu," sahut karyawan lain yang merupakan rekan kerjanya.Endrick terus berjalan menuju lift eksekutif yang biasa ia gunakan. Sekretaris kantor yang sedang sibuk bekerja dan menunggu Endrick datang pun sesekali melihat ke arah pintu.Sebab, sebelumnya Endrick memang sempat menghubungi sekretarisnya bahwa ia akan ke kantor dan tidak jadi menyerahkan tugas memimpin rapat kepada sekretarisnya.Ting! Pintu lift terbuka. Dengan tegap, Endri
Suara telepon berbunyi ke telepon sekretaris. Ia langsung berjalan ke tempat itu dan langsung menjawabnya."Halo?""Baik!"Selepas menjawab telepon, sekretaris itu langsung kembali menghadap Endrick yang merupakan atasannya tersebut."Pak, katanya klien kita sudah menuju ruang rapat. Kita temui mereka sekarang atau tunggu sebentar lagi?"Endrick beranjak dari duduknya. "Kita ke ruang rapat sekarang saja! Siapkan semua dokumen penting yang akan dibahas itu!" perintahnya.Sekretaris itu mengangguk dengan tubuh agak membungkuk paham terhadap apa yang dikatakan oleh atasannya tersebut.Sementara di tempat lain, Zsalsya kembali bimbang dengan dengan segala sifat de m an kedua orang tuanya. Ketika mamngk"Kenapa aku terus berada di sini?" Zsalsya swgwrs beranjak dsri duduknya ia melihat ke arah wadah belanja yang kemudian ia pindahkan ke tempat yang seharusnya. Endrick segera menaruhnya pada sebuah meja kecil di kamar itu.Ketika Zsalsya tidak bisa melakukan banyak pekerjaan di rumah i
Dengan lesu, Endrick berjalan memasuki rumah. Ia membuka satu kancing kemeja, lalu melonggarkan dasinya. Suara langkah kaki yang sangat dikenal, membuat Rosmala segera berjalan ke arahnya. Terlebih lagi ia melihat Endrick yang tampak sangat berbeda dibanding biasanya, seolah kekurangan semangat dalam dirinya. "Kamu kenapa, Nak, tampak tidak bersemangat begitu?" tanya Rosmala dengan nada lembut sembari menghampiri ke arah Anaknya itu.Endrick terduduk di sofa sejenak, Rosmala pun ikut duduk. Ia merasa bahwa Endrick saat itu tampak sangat lelah. Rosmala mendekatkan dirinya pada Endrick, tangannya memeluk punggung Endrick."Kamu kenapa? Sini cerita sama Mama ...."Rosmala mulai semakin membuka diri, agar Anaknya menjadi lebih terbuka. Perssaan seorang Ibu tidak pernah salah. Sekali ia merasa ada sesuatu hal yang aneh pada Anaknya, tentu dugaannya tidak pernah meleset.Endrick menghadapkan tubuhnya pada Rosmala, sampai kaki itu mengarah pada Ibunya tersebut. "Ma, mau tanya.""Tanya apa,
Kenal cukup banyak dengan Arzov membuat Nana khawatir, entah kesepakatan seperti apa yang dibuat oleh pria licik itu. Tentu, pasti sesuatu telah terjadi dan ia tidak tahu apa sebabnya itu.[Kamu berani buat kesepakatan sama aku?]Arzov yang mendengar hal itu langsung tersenyum licik, ketika sadar bahwa mungkin saja Nana telah menyadari sesuatu. Namun, tetap saja, ia akan terus menyembunyikan hal itu.[Berani. Itu 'kan juga maumu. Kamu yang mengontak aku duluan!] Karena ambisinya dan kini mulai snagat terfokus pada Zsalsya, sehingga dirinya tidak mempedulikan cintanya kepada Nana. Ia melihat bahwa Zsalsya pun sudah cukup sangat cantik. Perubahan baik yang terjadi pada mantan kekasihnya, membuatnya berpikir bahwa tidak perlu lagi Nana untuk jadi pendamping hidupnya."Kalau aku bisa dapatkan Zsalsya, aku akan mendapatkan dua hal. Yaitu dendamku terbalas dan aku bisa kembali kepadanya. Walaupun dulu sempat aku duakan. Wajar saja, dulu dia tidak cantik dan kurang modis. Sekarang, aku piki
Arzov yang khawatir dan menjaga ketidakmungkinan yang terjadi, ia berjalan menjauhi ruangan itu dan langsung pergi ke tempat tersembunyi. Dan tempat itu adalah dapur.Ia mengambil ponsel dan langsung menghubungi Nana. Sebab, ia melihat Nana yang berjalan menaiki tangga. Ingin mengikutinya, tetapi ia takut jika dicurigai sesuatu.Nana yang saat itu tangannya sudah memegang gagang pintu, tetapi ia harus menghentikan itu ketika dirinya mendengar suara dering ponsel yang berbunyi."Siapa, sih?" umpatnya kesal. Tetapi, ketika teleponnya dijawab oleh Nana, suara langkah kaki menuju dapur terdengar. Ia menoleh ke arah pintu dan kedua matanya langsung melebar ketika yang datang ternyata adalah Zsalsya. "Kamu sedang apa di sini?" tanya Zsalsya sembari mengenakan sandal bulu dengan hiasan telinga kelinci.Karena dirinya tidak mau kedinginan, ia harus memakai sandal itu. Untungnya ia menemukan sandal hangat di kamar, sehingga barang itu bisa ia gunakan.Sontak, Arzov pun langsung mematikan te
Endrick mengikuti Firman yang menunjukkan jalan, yang sebenarnya entah ke mana pria paruh baya itu akan mengajaknya. Yang pasti, ia hanya mengikuti alur permainan demi suatu usaha yang harus berjalan dengan baik.Dengan lemas, Zsalsya terduduk di sofa ruang tamu. Pada saat itulah Arzov datang dan duduk di samping Zsalsya. Ia mencoba untuk menghiburnya."Aku tahu itu pasti tidak nyaman. Tapi, aku janji bakal selalu ada di sampingmu selamanya," ucap Arzov. Tangannya merayap perlahan, lalu memegang tangan Zsalsya. Zsalsya melirik dan menjauhkan tangan itu dari Arzov. "Tahu dari mana kamu dengan perasaanku?" "Tadi aku melihatmu secara tidak sengaja. Ada Endrick, ya? Itu pasti berat sekali, diabaikan dan dia malah memilih pergi dengan Papamu."Secara perlahan, Arzov mulai mencuci otak Zsalsya agar tidak menyukai Endrick lagi. Sebab, ia tidak mau melewatkan kesempatan yang mana memang menurutnya sangat baik itu."Pokoknya, aku akan membuatnya kembali ke pelukanku," batin Arzov sembari ter
"Tidak bisa, aku harus mendekati Zsalsya dan mengungkap semuanya! Dia tidak boleh sampai menikah dengan orang lain! Sampai kapanpun, dia harus menjadi milikku! Jika aku tidak bisa mendapatkannya, maka yang lain pun tidak!" batin Arzov dengan segala ambisi yang bergejolak dalam darahnya. Arzov pun berjalan menaiki tangga. Baru satu tangga naik, seseorang menyerukan namanya. "Nak Arzov, mau ke mana?!" Sontak saja, ia pun langsung menoleh ke belakang. Ia melihat ada Mariana yang tengah berdiri sembari memperhatikan dirinya. "Oh ya, Tan, Nana-nya ke mana, ya? Kenapa dari tadi belum juga turun?" "Kamu mau bertemu dia? Baiklah, biar Tante panggilkan buat kamu! Kamu duduk sana di sana!" jawabnya. Ketika Mariana sudah berkata begitu, ia tidak memiliki pilihan lain lagi selain menunggu. Padahal, tangan dan kakinya sudah gatal ingin menemui Zsalsya. Tetapi, dirinya berpikir bahwa tidak mungkin menemuinya sendiri. Ia butuh perantara supaya dirinya tetap aman dan Zsalsya tidak mencuri
"Tuh! Dia muncul! Cepat samperin!" bisik Arzov kepada Nana.Dengan agak ragu, Nana pun langsung berjalan menaiki tangga. Ia pura-pura sibuk dengan ponselnya. Sampai ketika dirinya berdiri dekat Endrick, kakinya pura-pura terkilir hingga nyaris jatuh. Sontak saja, Endrick pun langsung menahannya. Nana terus menatap sepasang mata Endrick. Tetapi, saat itu mata Endrick berpaling ke arah lain, ia tampak malas dan terpaksa karena harus menangkap Nana agar tidak terjatuh.Saat itu, Firman pun ada di sana. Ia juga tidak mau dicap buruk dengan mengabaikan seseorang, terlebih lagi orang itu nanti akan menjadi bagian dari keluarganya ketika dirinya sudah menikahi Zsalsya."Terima kasih, maaf aku merepotkan," kata Nana dengan mulut manisnya.Endrick membantu Nana kembali berdiri, lalu berjalan menuruni tangga kembali. "Sama-sama!" jawaban singkat dan ketus."Aaarghh! Kakiku ..., sepertinya aku tidak bisa berjalan!" kata Nana.Arzov segera menjauh dari tempat sebelumnya. Yang mana sebelumnya ia