"Tidak bisa, aku harus mendekati Zsalsya dan mengungkap semuanya! Dia tidak boleh sampai menikah dengan orang lain! Sampai kapanpun, dia harus menjadi milikku! Jika aku tidak bisa mendapatkannya, maka yang lain pun tidak!" batin Arzov dengan segala ambisi yang bergejolak dalam darahnya. Arzov pun berjalan menaiki tangga. Baru satu tangga naik, seseorang menyerukan namanya. "Nak Arzov, mau ke mana?!" Sontak saja, ia pun langsung menoleh ke belakang. Ia melihat ada Mariana yang tengah berdiri sembari memperhatikan dirinya. "Oh ya, Tan, Nana-nya ke mana, ya? Kenapa dari tadi belum juga turun?" "Kamu mau bertemu dia? Baiklah, biar Tante panggilkan buat kamu! Kamu duduk sana di sana!" jawabnya. Ketika Mariana sudah berkata begitu, ia tidak memiliki pilihan lain lagi selain menunggu. Padahal, tangan dan kakinya sudah gatal ingin menemui Zsalsya. Tetapi, dirinya berpikir bahwa tidak mungkin menemuinya sendiri. Ia butuh perantara supaya dirinya tetap aman dan Zsalsya tidak mencuri
"Tuh! Dia muncul! Cepat samperin!" bisik Arzov kepada Nana.Dengan agak ragu, Nana pun langsung berjalan menaiki tangga. Ia pura-pura sibuk dengan ponselnya. Sampai ketika dirinya berdiri dekat Endrick, kakinya pura-pura terkilir hingga nyaris jatuh. Sontak saja, Endrick pun langsung menahannya. Nana terus menatap sepasang mata Endrick. Tetapi, saat itu mata Endrick berpaling ke arah lain, ia tampak malas dan terpaksa karena harus menangkap Nana agar tidak terjatuh.Saat itu, Firman pun ada di sana. Ia juga tidak mau dicap buruk dengan mengabaikan seseorang, terlebih lagi orang itu nanti akan menjadi bagian dari keluarganya ketika dirinya sudah menikahi Zsalsya."Terima kasih, maaf aku merepotkan," kata Nana dengan mulut manisnya.Endrick membantu Nana kembali berdiri, lalu berjalan menuruni tangga kembali. "Sama-sama!" jawaban singkat dan ketus."Aaarghh! Kakiku ..., sepertinya aku tidak bisa berjalan!" kata Nana.Arzov segera menjauh dari tempat sebelumnya. Yang mana sebelumnya ia
"Sialan! Apa-apaan itu! Kenapa dia malah pergi!" umpat Nana dalam hati. Arzov yang menunggu di bawah itu terus mondar-mandir ke sana kemari tanpa henti. Ia merasa tidak bisa berdiri dengan nyaman ketika dirinya belum bisa bertemu Zsalsya."Mana orang itu?"Ketika tengah mondar-mandir, ia melihat Endrick yang sudah di dekat pintu pun membuatnya langsung berpikir. "Dia pergi secepat itu? Apa itu artinya Nana tidak berhasil mendekatinya?" Ia penasaran dengan itu.Sejenak, ia melihat ke atas tangga. Di sana, tampak jelas Nana yang masih di tangga. Seperti sedang dalam keadaan kesal."Kamu yakin masih mau di sini? Tidak mau Papa antar naik ke kamar?""Tidak usah! Aku masih mau di sini. Papa duluan saja!"Karena tidak mau terus berada di tangga, Firman pun akhirnya memilih pergi menuju ruangannya. "Ya sudah, Papa duluan."Perlahan, Nana bangkit dari duduknya. Pada saat yang sama, Arzov yang sudah melihat Firman pergi dari hadapan Nana pun, baru ia berani."Tunggu sebentar!" seru Arzov keti
Selesai berbelanja, Endrick pun langsung menaruh semua barang yang baru dibelinya itu di jok belakang. Ia menutup pintu jok belakang, lalu menuju jok depan. Mesin mobil itu ia nyalakan, lalu dengan cepat dirinya tancap gas pergi menuju rumah. Sebab, ia berpikir bahwa mungkin saja Rosmala tengah menunggu dirinya karena pesanannya masih dalam perjalanan.Rupanya, pikiran mereka berkebalikan. Dugaan Endrick kali ini pun sangat keliru. Justru, Rosmala berharap jika dalam perjalanan, Endrick terjebak macet. Supaya tidak segera sampai ke rumah. Rosmala tidak mau mempertemukan Ayah dan Anak, karena baginya itu bukan hal yang baik. "Semoga dia tidak segera pulang!" batin Rosmala penuh harap. Bibirnya memucat dengan kedua tangan saling meremas satu sama lain, sambil sesekali ia melihat ke arah Rejho yang tampak tidak sabar ingin segera menemui Endrick.Rejho menoleh ke arah Rosmala, tetapi dengan cepat Rosmala langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tidak mau jika Rejho curiga kepada
"Biasanya dia tidak bersikap tak acuh begitu. Kenapa, ya, tadi malah seolah tidak peduli dengan keberadaanku? Apa dia marah karena kemarin tidak jadi fitting baju?" gumamnya dalam kamar sembari memeluk dirinya sendiri.Seiring berjalannya waktu, rasa sakit pada perutnya pun mulai membaik. Ia bisa menikmati camilan yang beberapa waktu yang lalu ia ambil dari dapur. Minuman yang dibelikan oleh Endrick itu sesekali ia tatap. Ada lima botol minuman yang katanya obat pereda nyeri haid. Baru ia habiskan salah satunya saja."Dia perhatian, tapi kemudian bersikap dingin. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Apa dia sedang merencanakan sesuatu?" Zsalsya melihat ke arah pergelangan tangannya yang bersinar. Sinar berbeda yang tak biasa. Biasanya berwarna merah muda, tetapi kini malah berwarna hijau pekat."Ada apa ini?" Zsalsya terkaget-kaget kala melihatnya.Sorot matanya seolah mengatakan. Ada apa ini? Apa yang membuatnya berubah?Camilan yang ada di telapak tangannya pun langsung ia taruh. Dir
"Sampai kapan aku harus jauh dari rumah begini? Apa perlu aku tinggal di hotel sebentar?" gumamnya. Endrick sudah tidak betah setelah putar balik, ia memilih berada di suatu tempat yang cukup jauh dari jangkauan rumah. Dan kini, tidak ada panggilan telepon yang masuk.Ia tidak tahu jika Rejho tidak menyerah untuk menunggu. Rejho masih berada di rumah Rosmala, pria itu tidak pernah bosan dengan ambisinya."Sampai kapan dia akan berada di sini?" bisik salah seorang pelayan yang ada di sana kepala rekan pelayan lainnya.Tetapi, kemudian mereka kembali pada posisi mereka masing-masing. Ketika itu, Rosmala pun sudah mengantuk. Begitu pula dengan Endrick yang berkali-kali menguap di dalam mobil. Tetapi, begitu mengecek ponselnya, tak satupun ada panggilan yang masuk."Kenapa lama sekali? Apa aku harus memesan hotel semalam?" gumamnya.Waktu telah menunjukkan pukul 20.00. Endrick pun sudah merasa lapar. Ia perlu mengisi perutnya sebentar. Tanpa berlama-lama, ia pun menyalakan mesin mobil.
Gantungan ponsel telah didapatkan. Tetapi, Zsalsya merasa belum cukup karena harga gantungan ponsel itu hanya sekitar tujuh puluh ribu saja. Sedangkan, ada banyak hal yang telah direnggut Nana darinya."Kita makan sekarang, yuk!" ajak Arzov kepada Nana dan Zsalsya.Tetapi, Nana yang merasa geram pun membuatnya segera menyeret Arzov pergi."Kak Zsalsya, tunggu di sini sebentar, ya!" seru Nana kepada Zsalsya. "Iya!" sahut Zsalsya dengan santainya.Di tempat itu, Zsalsya melihat keduanya yang pergi entah ke mana dan entah akan membicarakan apa. Tetapi, dirinya mencoba untuk tenang. Meskipun, pikirannya agak khawatir, khawatir jika mereka meninggalkan dirinya sendirian di sana."Ponselku!" gumamnya sembari mencari ke saku celana jeans panjang yang dipakainya.Ia juga takut jika ponselnya sampai tertinggal. Jika begitu, ia akan kesulitan menghubungi siapapun di sana.Setelah ia menemukan ponsel di dalam saku celana tersebut, ia pun kemudian mencari tempat duduk sejenak. Rupanya, nyeri hai
Semua tampak telah memesan makanan yang mereka inginkan masing-masing. Dan saat itu, yang memesan makanan paling banyak adalah Zsalsya. Nana dan Arzov pun sungguh tidak percaya jika ternyata Zsalsya dengan berani memesan makanan. Padahal, sebelumnya Zsalsya adalah orang yang pemalu dan segan. Bahkan, jika ditawari makanan berkali-kali pun kadang lebih memilih menolaknya.Namun, itu Zsalsya yang dahulu sebelum ia sadar bahwa terlalu segan bukanlah hal yang baik. Ia harus lebih tegas dalam menjalani hidupnya sendiri. Ada saat bersikap tidak enak, namun ada pula saat dimana dirinya harus bersikap seenaknya dan lebih mementingkan dirinya sendiri. Sebab, hanya diri sendirilah orang pertama yang selalu menguatkan dalam keadaan apapun. Bukan dia atau siapapun yang terkadang dianggap spesial. Itulah yang tertanam dalam pikiran Zsalsya saat ini."Kamu yakin bakal habis?" tanya Arzov kepada Zsalsya.Zsalsya memandangi semua makanan yang tersaji di meja dengan bibir tersenyum. "Kalau tidak ha