Selesai berbelanja, Endrick pun langsung menaruh semua barang yang baru dibelinya itu di jok belakang. Ia menutup pintu jok belakang, lalu menuju jok depan. Mesin mobil itu ia nyalakan, lalu dengan cepat dirinya tancap gas pergi menuju rumah. Sebab, ia berpikir bahwa mungkin saja Rosmala tengah menunggu dirinya karena pesanannya masih dalam perjalanan.Rupanya, pikiran mereka berkebalikan. Dugaan Endrick kali ini pun sangat keliru. Justru, Rosmala berharap jika dalam perjalanan, Endrick terjebak macet. Supaya tidak segera sampai ke rumah. Rosmala tidak mau mempertemukan Ayah dan Anak, karena baginya itu bukan hal yang baik. "Semoga dia tidak segera pulang!" batin Rosmala penuh harap. Bibirnya memucat dengan kedua tangan saling meremas satu sama lain, sambil sesekali ia melihat ke arah Rejho yang tampak tidak sabar ingin segera menemui Endrick.Rejho menoleh ke arah Rosmala, tetapi dengan cepat Rosmala langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tidak mau jika Rejho curiga kepada
"Biasanya dia tidak bersikap tak acuh begitu. Kenapa, ya, tadi malah seolah tidak peduli dengan keberadaanku? Apa dia marah karena kemarin tidak jadi fitting baju?" gumamnya dalam kamar sembari memeluk dirinya sendiri.Seiring berjalannya waktu, rasa sakit pada perutnya pun mulai membaik. Ia bisa menikmati camilan yang beberapa waktu yang lalu ia ambil dari dapur. Minuman yang dibelikan oleh Endrick itu sesekali ia tatap. Ada lima botol minuman yang katanya obat pereda nyeri haid. Baru ia habiskan salah satunya saja."Dia perhatian, tapi kemudian bersikap dingin. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Apa dia sedang merencanakan sesuatu?" Zsalsya melihat ke arah pergelangan tangannya yang bersinar. Sinar berbeda yang tak biasa. Biasanya berwarna merah muda, tetapi kini malah berwarna hijau pekat."Ada apa ini?" Zsalsya terkaget-kaget kala melihatnya.Sorot matanya seolah mengatakan. Ada apa ini? Apa yang membuatnya berubah?Camilan yang ada di telapak tangannya pun langsung ia taruh. Dir
"Sampai kapan aku harus jauh dari rumah begini? Apa perlu aku tinggal di hotel sebentar?" gumamnya. Endrick sudah tidak betah setelah putar balik, ia memilih berada di suatu tempat yang cukup jauh dari jangkauan rumah. Dan kini, tidak ada panggilan telepon yang masuk.Ia tidak tahu jika Rejho tidak menyerah untuk menunggu. Rejho masih berada di rumah Rosmala, pria itu tidak pernah bosan dengan ambisinya."Sampai kapan dia akan berada di sini?" bisik salah seorang pelayan yang ada di sana kepala rekan pelayan lainnya.Tetapi, kemudian mereka kembali pada posisi mereka masing-masing. Ketika itu, Rosmala pun sudah mengantuk. Begitu pula dengan Endrick yang berkali-kali menguap di dalam mobil. Tetapi, begitu mengecek ponselnya, tak satupun ada panggilan yang masuk."Kenapa lama sekali? Apa aku harus memesan hotel semalam?" gumamnya.Waktu telah menunjukkan pukul 20.00. Endrick pun sudah merasa lapar. Ia perlu mengisi perutnya sebentar. Tanpa berlama-lama, ia pun menyalakan mesin mobil.
Gantungan ponsel telah didapatkan. Tetapi, Zsalsya merasa belum cukup karena harga gantungan ponsel itu hanya sekitar tujuh puluh ribu saja. Sedangkan, ada banyak hal yang telah direnggut Nana darinya."Kita makan sekarang, yuk!" ajak Arzov kepada Nana dan Zsalsya.Tetapi, Nana yang merasa geram pun membuatnya segera menyeret Arzov pergi."Kak Zsalsya, tunggu di sini sebentar, ya!" seru Nana kepada Zsalsya. "Iya!" sahut Zsalsya dengan santainya.Di tempat itu, Zsalsya melihat keduanya yang pergi entah ke mana dan entah akan membicarakan apa. Tetapi, dirinya mencoba untuk tenang. Meskipun, pikirannya agak khawatir, khawatir jika mereka meninggalkan dirinya sendirian di sana."Ponselku!" gumamnya sembari mencari ke saku celana jeans panjang yang dipakainya.Ia juga takut jika ponselnya sampai tertinggal. Jika begitu, ia akan kesulitan menghubungi siapapun di sana.Setelah ia menemukan ponsel di dalam saku celana tersebut, ia pun kemudian mencari tempat duduk sejenak. Rupanya, nyeri hai
Semua tampak telah memesan makanan yang mereka inginkan masing-masing. Dan saat itu, yang memesan makanan paling banyak adalah Zsalsya. Nana dan Arzov pun sungguh tidak percaya jika ternyata Zsalsya dengan berani memesan makanan. Padahal, sebelumnya Zsalsya adalah orang yang pemalu dan segan. Bahkan, jika ditawari makanan berkali-kali pun kadang lebih memilih menolaknya.Namun, itu Zsalsya yang dahulu sebelum ia sadar bahwa terlalu segan bukanlah hal yang baik. Ia harus lebih tegas dalam menjalani hidupnya sendiri. Ada saat bersikap tidak enak, namun ada pula saat dimana dirinya harus bersikap seenaknya dan lebih mementingkan dirinya sendiri. Sebab, hanya diri sendirilah orang pertama yang selalu menguatkan dalam keadaan apapun. Bukan dia atau siapapun yang terkadang dianggap spesial. Itulah yang tertanam dalam pikiran Zsalsya saat ini."Kamu yakin bakal habis?" tanya Arzov kepada Zsalsya.Zsalsya memandangi semua makanan yang tersaji di meja dengan bibir tersenyum. "Kalau tidak ha
Gengsi yang tinggi di hadapan Zsalsya membuatnya rela melakukan apapun. Walaupun dalam hati keberatan, tetapi ia memaksakan untuk memenuhi keinginan Zsalsya yang baginya tidak biasa itu."Kamu yakin bisa habiskan semuanya?" tanya Arzov sekali lagi.Zsalsya mengambil kantong plastik penuh makanan yang telah disiapkan oleh pramusaji yang ada di sana. "Yakin. Aku 'kan suka sekali ayam. Apa kamu lupa?""Tentu saja tidak. Mana mungkin aku bisa melupakan sedikitpun mengenai dirimu."Zsalsya tidak menyahut lagi. "Terima kasih banyak buat semua makanannya. Tenang saja, aku tidak akan membuang ini," ucap Zsalsya sembari mengangkat kantong plastik yang berisi makanan yang baru dibelinya itu.Selepas membayar semuanya, Zsalsya dan Arzov pun kembali ke tempat duduk mereka.Nana yang masih menyantap ayam gorengnya pun kemudian langsung mengangkat wajahnya kala mendengar langkah kaki Zsalsya yang ada di dekatnya."Kak, itu apa?" "Ini semuanya ayam krispi.""Sebanyak itu?" tanya Nana yang juga ti
Malam semakin larut, dessert terakhir yang ia pesan pun sudah habis ia santap sedikit demi sedikit dan secara perlahan. Para pelanggan yang berdatangan pun telah pergi. Kini, tinggal diri dengan para pramusaji yang berdiri menunggu Endrick pergi.Lalu, salah seorang pramusaji menghampirinya dengan sebuah kain kecil berbentuk persegi yang ada di bahu kanannya."Permisi. Cafenya sudah mau tutup."Pramusaji itu tidak berani mengusir. Ia hanya memberikan kalimat kode, berharap Endrick langsung mengerti."Tutup, ya? Kalau begitu, saya sewa tempat ini sampai pagi! Bagaimana?" tanya Endrick kepada pramusaji. Ia mencoba membuat kesepakatan. "Tapi, cafe ini ...."Endrick mengambil dompetnya. Ia mengambil lima sepuluh lembar uang berwarna merah muda, lalu langsung menyerahkannya kepada pramusaji yang berdiri di sampingnya itu.Pramusaji itu menoleh ke tempat di mana rekan kerjanya yang lain berdiri dan memperhatikannya dari sana. Mereka pun tidak bisa melihat dengan benar, karena agak terhalan
Di rumah Firman, Nana yang mengendap-endap untuk menuju kamarnya pun akhirnya ketahuan oleh Mariana yang ternyata terus menunggunya di ruang tamu. Sedangkan Zsalsya, ia tidak merasa khawatir dengan apapun, karena memang tidak ada yang peduli dengan dirinya. Entah akan pulang atau tidak, semuanya hening tanpa ada omelan apaun."Jadi kamu semalaman dan baru pulang larut malam begini ternyata main sama anak itu!" gerutu Mariana sembari menggertakkan gigi.Nana belum bisa tidur karena harus menerima ceramahan langsung dari Ibunya yang memang pergi tanpa izin.Zsalsya terus lanjut melangkahkan kakinya menuju kamar sembari membawa kantong plastik yang berisi makanan tersebut."Ma, aku ada urusan penting. Asal Mama tahu, aku sebenarnya sedang menjalankan rencana kita yang waktu itu. Karena sepertinya Mama sibuk terus, jadi biar aku saja yang melakukannya sama Arzov. Aku hebat, 'kan, Ma?" ungkap Nana dengan nada pelan. Ia celingak-celinguk, memastikan bahwa tidak ada yang menguping ia bicara.