Buat pembacaku! Im Sorry! Beberapa hari nggak update karena sulit bagi waktu, ada urusan yang mendesak, tapi mulai hari ini, semoga bisa kembali update tiap hari.
Begitu keduanya muncul, pintu di bukakan oleh pria yang sengaja berdiri di dekat pintu yang ditugaskan untuk menjaga ruangan itu.Ralin dan temannya masuk ke dalam. Ralin berada di belakang. Seandainya dia tahu cafe ini menyediakan minuman memabukkan, tentu Ralin akan berpikir dua kali untuk menjadi pelayan di sini.Ia sengaja menunduk agar tidak terlalu jelas terlihat oleh para pria itu. Mereka memang masih tergolong muda meski ada beberapa yang sudah berusia matang, kalau orang lain mungkin akan dengan senang hati melayani mereka. Pria berduit yang siap memanjakan wanita.PrangSontak Ralin yang ingin meletakkan nampan di meja terkejut mendengar suara gelas pecah tersebut."O' ow! Aku tidak sengaja menjatuhkannya," ucap salah satu pria di sana sambil menoleh pada Ralin.Yang lain tertawa, padahal jelas sekali gelas itu di banting bukan tidak sengaja jatuh."Biar saya bersihkan, Tuan!" kata Ralin tiba-tiba. Ia pun berjongkok dan bersiap memungut serpihan gelas tersebut.Satu tanganny
Pagi hari sebelum Lucy berangkat bekerja, Ralin menceritakan tentang kejadian malam tadi. Lucy juga terkejut dan baru mengetahuinya saat ini."Aku akan menghubungi temanku," kata Lucy. Temannya adalah manager yang tidak menyukai Ralin."Tidak perlu, aku memilih mengundurkan diri saja," cegah Ralin. Dia tidak mau Lucy dan maneger itu bertengkar karenanya. Ralin juga paham bahwa manager itu tidak menyukainya.Lucy berjalan menghampirinya lalu memeluk Ralin, "Maafkan aku, Ralin!" ucapnya. Jujur dia juga takut terjadi hal yang buruk bagi temannya itu.Ralin membalasnya, "Tidak apa-apa, aku mengerti," kata Ralin.Siang itu Ralin langsung keluar mengganti simcardnya. Pagi tadi dia sudah menerima pesan dari Leon.Setelah selesai Ralin membawa Kenra berkeliling melihat-lihat pernak-pernik rambut. Tanpa di sadari oleh keduanya, ada yang mengikuti mereka.Ralin menggandeng tangan Kenra berjalan ke tepi untuk memanggil kendaraan, tetapi belum lagi ada taksi sebuah mobil berhenti tepat di hadapan
Biarkan Kenra Tahu, Aku AyahnyaKenzi meninggalkan apartemen setelah Ralin menolak keinginannya untuk kembali hidup bersama. Alasan wanita itu tidak siap untuk tinggal bersama seperti dulu.Kini Kenzi mengetahui ada sisi lain yang berhasil tidak ditampakkan oleh istrinya itu saat ini, yaitu trauma.Kenzi duduk di atas ranjang, ia sedang memikirkan harus menyerah atau terus berusaha mendapatkan hati Ralin. Dia jadi tidak bersemangat dan hanya mengurung diri di hotel.Notifikasi pesan terdengar dari atas nakas. Kenzi segera meraih benda penghubung jarak jauh itu.[Bagaimana dengan Ralin, apa Kau sudah menemukan mereka?] Pesan berisi pertanyaan dari ibunya.[Aku belum menemukan mereka, Bu] Kenzi berbohong karena tidak ingin di tanya lebih lanjut.[Fokuslah di sana dan cari mereka sampai dapat!] harap ibunya.Kenzi hanya mampu menghela nafasnya. Dia seperti orang patah hati. Seperti inilah yang dirasakan Ralin dulu, menginginkan cinta dan kelembuyan darinya. Benarkah ia mencintai Ralin a
Kau Berhutang PadakuPada akhirnya Kenzi pergi tanpa memberitahukan kebenarannya pada Kenra, itu semua karena permintaan dari Ralin.Sepeninggal pria itu Ralin memutuskan untuk ke luar, meski sempat ragu, tapi ada beberapa kebutuhan yang harus segera dibeli.Ini semua karena Leon, dia jadi tidak nyaman sekarang.Hufftt...Ralin meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja, dia mengajak Kenra dan pergi ke pasar terdekat. Ralin memilih buah-buahan juga berbagai sayuran, sengaja membeli lebih banyak agar tahan lebih lama."Jangan lepaskan peganganmu!" Dia selalu mengingatkan Kenra. Di tengah keramaian seperti ini.Setelah di rasa cukup, ia pun dan Kenra memilih untuk pulang, setelah menaiki taksi Ralin merasa aman sekarang. Sampai di apartemen mereka turun dari taksi dan betapa terkejutnya Ralin saat di sana mereka sudah di sambut oleh Leon. Ralin mundur selangkah dengan wajah ketakutan. Kenra yang bingung melihat orang-orang itu ikut mundur di tarik oleh mommynya.Leon mendekat,
Kau Mengusir Kami?Kenzi membaca pesan itu lalu membalasnya.[Aku akan membayarnya, tetapi tidak dengan Ralin] Sejak kini dia harus mewanti-wanti agar Darren jangan berharap lagi pada istrunya tersebut. Darren menghela nafasnya dalam, "Bahkan dia sudah memperingatkanku," ucapnya terlihat tidak semangat. Biarpuj negitu Darren tetap memantau apartemen tersebut, memastikan kalau Ralin dan Kenra akan merasa aman. Hari ini Kenzi sudah hadir di perusahaan untuk membahas perihal dana yang di kucurkan oleh Derrik. Pria itu datang setelah siang bersama dengan putrinya.Violin menatap dengan angkuh, Kenzi pun tidak tertarik untuk menyapanya. Entah kenapa seolah tak ada perasaan yang membekas dari sekian lamanya mereka menjalin hubungan. "Aku mau menarik uangku yang ada di sini sekarang juga," kata Derrik."Menurut perjanjian uang itu bisa di ambil dalam waktu satu tahun," kata Kenzi. Itu kesepakatan di antara mereka. "Itu perjanjian di antara kita, tidak tertulis dan buktinya juga tidak ada
Luke Berhasil KaburDarren membawa Ralin dan Kenra kembali ke perancis tentunya dengan meninggalkan pesan, juga alamatnya kepada Lucy.Ralin akan memulai lagi hidupnya di perancis bersama putri tercintanya. Ia kembali menempati rumah dan memasukkan Kenra ke sekolah yang sama.Nenek Rose sangat bahagia dengan kedatangan mereka begitu juga dengan Petra yang menitikkan air mata saat melihat sahabatnya itu kembali.Ralin pun menceritakan semua yang telah ia lalui juga masa lalunya, tentunya dengan tidak di dengar oleh Kenra.Darren memintanya kembali bekerja, ia juga menjamin keamanan Ralin di sini.Berbeda dengan Kenzi, pria itu tampak uring-uringan sejak Darren tidak lagi menjawab panggilannya, sedangkan nomor Ralin dia tidak tahu.Ingin rasanya Kenzi pergi ke Kota Yonkers, tapi besok adalah pertemuan mereka dengan keluarga Derrik. Ayahnya ingin semua di selesaikan secepatnya.Mereka tidak menjual aset, tetapi menyerahkannya pada Derrik sebagai pengganti uangnya.Tanpa mereka ketahui De
Kejujuran LukeTiba di rumah, Kenzi meminta pelayan untuk memanggil kedua orang tuanya, karena malam ini juga Luke harus menceritakan apa yang terjadi padanya.Nyonya Rebecca dan suaminya turun ke bawah dan menghampiri kedua putranya dengan tatapan heran."Besok pagi saja kita bahas, kalian beristirahat saja!" ucap Nyonya Rebecca."Tidak bu, masalah ini tidak sederhana, ada sesuatu yang disembunyikan Luke dari kita," potong Kenzi cepat.Keduanya pun lantas duduk dan menatap Luke yang menunduk.Baru beberapa saat Luke berpindah tepat di bawah kedua orang tuanya dan menangis sejadi-jadinya."Luke ada apa ini dan kalian terluka?" Rebecca melihat memar di wajah Kenzi."Ibu, Ayah! Maafkan aku! Aku-aku lah yang mencuri uang perusahaan itu," kata Luke sambil menangis.Ketiganya tetap diam menunggu kalimat selanjutnya, mungkin saja Luke akan menceritakan semuanya malam ini."Uang itu, uang itu kuserahkan pada Violin dan ayahnya!"DuarrrCuaca malam yang mulai hujan dan bergemuruh seperti hati
Apa Kau Percaya Pada Putramu? Ternyata Leon belum menyerah untuk mendapatkan Ralin. Ia menyuruh anak buahnya untuk menangkap Lucy. Dia sudah menyelidiki teman satu apartemen Ralin."Aku sudah bilang tidak tahu, Ralin pergi saat aku sedang bekerja." Lucy tidak berbohong, dia memang sedang bekerja saat itu."Kau pikir aku percaya? Heh! Katakan saja Nona atau Kau akan menyesal karena menutup mulutmu." Anak buahnya membentak Lucy."Aku bilang tidak tahu, kenapa kalian memaksa?" Lucy berteriak tak kalah kencangnya."Oh, Kau berani pada kami, baiklah! Akan kupanggilkan bos kami dan dia akan menjadikanmu wanita penghibur." Anak buah Leon kembali mengancamnya.Lucy tetap menantang meski hatinya jujur sangat takut bila hal itu terjadi."Periksa semua yang ada di rumah ini, bahkan hal kecil sekalipun!" titah kepercayaan Leon, "Kau pegang gadis itu?" perintahnya pada satu orang.Jadilah Lucy di pegang erat agar tidak mengacau. Tidak ada yang luput dari pemeriksaan mereka hingga tiga puluh menit
EndingLivi tersenyum menatap kepergian Ralin. Ia yang sudah meyakini bahwa Aice sudah berhasil tidur dengan Kenzi. Livi rasanya ingin kembali mengejar cinta Darren yang ingin menceraikannya.Hari, minggu dan bulan telah berlalu, namun Aice tetap berpura-pura lumpuh. Padahal Ralin dengan pantang menyerah membawanya terapi.Seperti hari ini, Ralin mendorong kursi roda Aice di sebuah mall, di sisinya ada Kenra berjalan. Mereka baru pulang dari rumah sakit dan Ralin mengajak Aice jalan-jalan, mulai dari makan hingga belanja kebutuhan.Sepulang dari pusat perbelanjaan itu, Ralin menepikan mobil di depan sebuah apotik. Dia ingin membeli vitamin untuk Kenra.Mobil melaju kembali ke rumah, bibi menunggu di depan pintu."Paket dari mana?" tanya Ralin begitu turun sari mobil."Ini untuk Aice, Nyonya," jawab Bibi.Ralin mengamati paket berukuran kecil itu sebentar kemudian masuk ke dalam rumah.Setelah nenerima paketnya, Aice masuk ke dalam kamar, karena sudah tidak sabar untuk mencoba, dia sam
Luke bangun dalam keadaan tak berbusana dan di kursi roda ia melihat Aice dengan diam seperti menahan sesuatu. Nafas Luke memburu, ingatannya terlempar pada kejadian tadi malam saat ia akan kembali ke rumah, ban mobilnya bocor dan sialnya tidak ada ban serap di mobil.Luke berdiri di luar mobil sambil berkacak pinggang. Dia tahu lokasi ini lebih dekat ke rumah kakaknya.Luke pun memutuskan meninggalkan mobilnya dan mulai berjalan kembali ke rumah Kenzi.Dia memencet bel dan Kenzi membukakan pintu."Ban mobilku bocor, pulang ke rumah terlalu jauh, jadi aku menginap di sini malam ini," katanya seraya berdiri.Kenzi bergeser agar adiknya itu bisa masuk, "Masuklah!" katanya lalu mengunci pintu, "tidak ada kamar kosong.""Aku tidur di sofa," kata Luke ringan."Kalau haus kau ambil sendiri di dapur, aku mau melihat Kenra dulu!" Kenzi belum sempat merapikan selimut saat bel pintu berbunyi.Luke pun berjalan ke dapur, dia melihat teh di atas meja dan sepertinya masih hangat. Pasti punya Kenzi
"Hai Kakak Aic!"Ralin menyapa gadis yang duduk di bangku belakang itu dengan ramah.Aice diam saja, bahkan mengalihkan tatapannya. Ralin yang menyadari itu menghela nafasnya, tangannya terulur mengusap rambut Kenra.Aice sangat sombong bahkan pada anak kecil sekalipun. Entah apa motif di balik kecelakaan itu. Ralin mengantar keduanya kembali ke rumah, sebelumnya ia memberikan pengertian pada Kenra untuk pergi sebentar.Ralin duduk di cafe dan salah seorang pria berpakaian hitam datang menghampiri mejanya."Namanya memang Aice, tinggal di panti asuhan, namun satu tahun terakhir dia keluar dan bekerja di sebuah club."Ralin menyimak dengan baik."Bagaimana dengan informasi dari polisi?" tanya pria itu."Belum ada informasi, mereka terkesan lambat dan aku tidak tahan untuk mengetahuinya.""Aku akan mencaritahu tentang kecelakaan itu, murni atau rencana, karena club itu belum berhasil ku tembus." Pria itu adalah kenalan Kenzi dan Ralin yang memintanya agar berurusan padanya."Aku ingin
Di rumah Aice tidak mau bicara, di beri makan pun dia enggan menyentuhnya. Entah apa yang ada di fikirannya. Kalau di lihat usianya masih sangat muda, tapi terlalu keras kepala."Kau butuh obat agar segera bisa pulih, apa kau tidak ingin bisa berjalan?" Bibi tentu saja kesal menghadapinya."Jangan pedulikan aku," bentaknya hingga membuat Bibi berjengkit, "aku hanya mau Kenzi yang menyuapiku."Bibi sengaja menunduk untuk menatap wajah Aice agar jelas terlihat, "Aku curiga, jangan-jangan kecelakaan ini adalah rencanamu."Aice gelagapan, "Ap-apa yang, Bibi katakan? Memangnya siapa yang mau seperti ini, tidak bisa berjalan dan bebas.""Nah, itu kau tahu, makanya makan makananmu dan jangan lupa minum obatmu. Untuk merebut Tuan Kenzi, kau harus lebih cantik dari Nyonya Ralin."Bibi pergi ke dapur setelah mengatakan kalimat itu, sebenarnya dia hanya ingin melihat rencana Aice."Aku memang harus cantik untuk memikat Kenzi, aku akan makan," kata Aice pelan. Kalimat bibi barusan menjadi motivas
"Nona apa yang anda lakukan?" Terdengar teriakan dari ruang tamu.Bibi terkejut melihat foto keluarga majikannya jatuh, pecah di lantai."Aku tidak sengaja, hanya lewat dan ...,""Sudah-sudah, menyingkirlah!" Bibi mendorong sedikit kursi roda Aice. Sebaliknya ia beranjak ke dapu mengambil sapu untuk membersihkannya.Sebenarnya dia sedikit aneh menatap gadis yang berada di kursi roda itu, bagaimana mungkin tersenggol, foto itu jelas lebih tinggi kalau di lewati tentu tidak akan mengenainya.Aice diam menyaksikan Bibi membersihkan serpihan kaca yang berserak, dari jatuhnya saja tidak mungkin sehancur ini. Pikirnya.Bibi curiga kalau itu disengaja, ia pun melempar tatap pada Aice."Bibi kenapa menatapku begitu? Bibi mencurigaiku?" Aice menantang mata itu."Entahlah, Aice. Kalau kau merasa di curigai, apa kau akan marah?""Tentu saja, aku kan sudah bilang tidak sengaja." Aice membela diri."Bibi, ada apa ini?" Ralin dan Kenzi datang dengan memakai kimono. Membuat tatapan Aice berubah. Tan
Akhirnya gadis itu bicara, dokter yang hendak pergi kembali memeriksanya, "Kau bisa bicara?"Gadis itu diam lagi."Katakan siapa namamu dan di mana keluargamu?" Kenzi ikut bertanya.Gadis itu menggeleng."Kalau kau tidak mengatakannya bagaimana kami akan mengabari keluargamu? Mereka pasti sangat cemas memikirkanmu." Ralin ikut menimpali, namun gadis itu tetap menutup mulutnya.Dokterpun pergi meninggalkan mereka bertiga di dalam.Ralin mengeluarkan ponselnya, mengabari pada Anne agar menghandle perusahaan."Terimakasih, Ann!" ungkap Ralin lalu menutup panggilan."Anda tidak perlu ada di sini!" Wanita itu bicara lagi, ia menatap Ralin benci.Ralin menyimpan ponselnya lalu mendekat pada gadis itu, "Aku istri dari pria yang menabrakmu, aku juga bertanggung jawab atas kesembuhanmu," sahut Ralin, sementara Kenzi kini tertidur di sofa, dia mengantuk karena tidak tidur semalaman."Aku tidak butuh, kamu."Ralin mengeryit, ia memperhatikan wanita itu, sakit atau hanya pura-pura."Tidak perlu m
Sesekali Kenzi menatap pintu IGD rumah sakit, di mana orang yang ia tabrak di tangani oleh petugas medis.Kenzi baru saja menabrak gadis muda yang hendak menyeberang jalan. Dari penglihatannya keadaan gadis itu cukup parah, karena rasa khawatirnya Kenzi bahkan tidak menghubungi Ralin."Korban tidak membawa kartu identitas, bagaimana kita akan minta persetujuan untuk mengambil langkah selanjutnya, sementara kakinya harus segera di operasi." Dokter berbicara dengan dokter lainnya."Melapor pada polisi untuk menyelidikinya akan memakan waktu lama, sampai ponsel korban diperbaiki kita akan tetap jalankan operasi." Dokter yang satunya memang lebih tegas dan berani dalam mengambil keputusan.Salah satu dari mereka menghampiri Kenzi, "Tuan, korban akan segera kami operasi, bagian kakinya. Sebagai orang yang bertanggung jawab. Tuan yang akan menandatangani berkas persetujuannya, untuk itu mari ikut saya!" Sore itu langsung di lakukan operasi setelah Kenzi menandatangani berkas persetujuannya
Kedatangan Livi ke perusahaan cukup mengusik konsentrasi Ralin, bisa-bisanya wanita itu menuduhnya menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga mereka.Akhirnya ia memutuskan untuk pulang cepat, sekaligus menemani Kenra di rumah. Senyum Ralin tampak di bibir berwarna pink miliknya, ia membayangkan mereka akan dekat lagi seperti biasanya.Mobil Ralin sudah menepi di depan gerbang sekolah Kenra, tinggal menunggu beberapa menit lagi jadwal kepulangan anak-anak taman kanak-kanak itu.Ralin keluar dari dalam, wanita yang memakai kemeja biru muda berlengan panjang itu bersandar di mobilnya seraya menatap ke arah sekolah.Bel berbunyi pertanda jam pelajaran telah usai, lima menit dari itu anak-anak mulai berhamburan keluar dari ruangan masing-masing.Ralin melihat sosok Kenra berjalan dengan kedua tangan memegang tali tasnya, tampaknya Kenra belum menyadari kehadirannya."Kenra, siapa yang menjemputmu?"Langkah Kenra terhenti saat temannya bertanya.Kenra yang sedikit menunduk itu menggel
Saking antusiasnya memilih, Ralin sampai lupa pada putrinya sendiri. Mereka bahkan kembali ke perusahaan saat hari hampir menjelang malam."Semua belum lengkap, selebihnya akan ku kirim dari Prancis," kata Darren."Ah ya, terimakasih banyak!" ucap Ralin, "Kau sangat membantuku." Ralin menjabat tangan Darren. Sebenarnya dia masih sedikit canggung berada di dekat sepupu suaminya tersebut. Ralin tidak bodoh mengartikan gelagat Darren yang masih terlihat menyukainya. Pria itu terpaku sebentar menatap tangan mereka yang terpaut."Ehem ...." Deheman dari Anne membuat Darren tersentak dan segera melepas tangan Ralin."Nyonya, sudah waktunya pulang," kata Anne."Ah ya, ayo!" ajak Ralin yang sebenarnya terbantu karena Anne, "Tuan Darren, aku akan mengabarkan kedatanganmu pada Kenzi." Ralin menatap pria yang pernah menjadi bosnya tersebut.Darren hanya mengangguk.Ralin pulang bersama Anne, Darren masih memaku di tempatnya, ingin sekali dia mengajak Ralin makan malam, tapi keberadaan Anne memb