"Ang, kamu ... udah punya calon?" tanya Reno dengan sangat hati-hati. Ia tak ingin kembali membawa kecewa. "Udah, Mas."Mendengar jawaban itu, Reno langsung patah hati. Mereka tengah makan soto Betawi di kantin kantor. Saat itu, mereka baru saja membuka percakapan. Rasa nikmat soto yang kental tak lagi terasa. Kini, hanya rasa hambar yang ada. Hilang sudah moodnya. "Oh, ya sudah. Lanjut makan aja." Reno tampak gugup dan hilang perasaan pada Anggi. Anggi pun mengangguk saja. Setelah tinggal separuh, Anggi berucap, "Aku baru aja dapet calon member baru, Mas. Dari Bandung. Belum sempat bilang. Niatnya sih buat kejutan.""Maksudnya?" Reno menghentikan makannya. "Iya. Yang Mas Reno tanyakan tadi, kan? Calon member baru produk kita, kan?"Reno semakin bingung. Lelaki itu menggaruk tengkuk lehernya sendiri. "Ih, yang Mas Reno tanyakan tadi bukannya calon member? Iya, kan? Aku udah dapat.""Loh ..." Reno menggeleng kepalanya. Ia tersenyum setelah itu. "Bukan itu yang kumaksud, Ang.""Te
"Anggi!" Reno tak mau tahu. Dia tetap mengejar gadis itu. Tak mau tahu jika gadis itu tengah kecewa sekalipun. "Anggi, benar apa kata Reno. Dengarkan penjelasan dia." Maya ikut berucap. Tak ingin calon menantunya itu gelap mata hanya karena kesalahpahaman yang belum jelas."Sudah, Mbak. Kami sudah sangat kecewa. Ternyata Reno telah membohongi kami. Biarkan Anggi mencari kebahagiaan dia sendiri." Anggi tak peduli lagi saat Mamanya menjelaskan pada keluarga Reno.Ia tetap berlari tanpa melihat kanan kiri sehingga tak melihat sebuah mobil lewat di ujung samping kanan. Hanya sebuah sorot lampu mobil itu yang tiba-tiba memantul pada wajah cantiknya. Namun, Reno datang dengan segera dan menarik pinggang Anggi. Sontak, dua anak manusia itu terjatuh ke tanah berlapis pavingan. Anggi memberontak tetapi Reno tak ingin melepaskannya. "Ang, please, dengarkan aku dulu. Demi Allah, sekarang aku tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan dia. Dia hanya mantan saja. Dia kuceraikan karena dia sudah be
Keduanya melewati malam dengan begitu manis. Anggi baru baru membuka mata, ia langsung menemukan sosok yang tampak bertelanjang dada di sampingnya. Pria itu terpejam rapat dan masih tampak kelelahan. Jam dinding menunjuk pukul lima pagi, Anggi segera bangkit sambil menahan rasa sakit di bagian tertentu. Jalannya susah, sambil merambat dinding. Di kamar mandi, dia mengguyur diri di bawah shower yang mengalir air hangat. Tak lama malah terdengar ketukan pada pintu yang membuatnya kaget. Anggi buru-buru memakai handuk kimono dan membalut kepalanya dengan handuk biasa. "Mas ... kamu mau mandi sekarang?" Anggi tampak malu-malu saat tatapan Reno menatapnya. "Iya. Aku harus segera mandi. Kita sholat subuh jamaah, ya." Anggi mengangguk pelan. Ketika hendak lewat, lengan gadis itu mendadak dicekal oleh sang suami. Ada satu kecupan mendarat di tempat yang semestinya. Jantung Anggi berdebar kencang, Reno sudah berhasil membuatnya semakin mengembang.Kedua pasangan halal itu mulai kembali me
"Maaf, Pak. Ini pengajuan lamaran kerjanya. Silakan dicek dulu." Seorang karyawan meletakkan beberapa map lamaran kerja dari beberapa orang ke atas meja Reno. Pria berwibawa itu pun lantas membuka satu persatu. Salah satu dari map terdapat foto gadis yang tadi sempat satu lift dengannya. Reno mengerutkan dahinya. Ia tak asing dengan wajah itu. Reno segera memerintahkan asistennya untuk mengumpulkan mereka semua di sebuah ruangan karena ia akan memberikan arahan."Baik, Pak." Beberapa orang yang potensinya bagus, Reno kembali berpikir karena gadis itu memiliki nilai plus. Namun, malah agak mengganggu pikirannya. Ia agak risih dengan penampilan gadis itu. Setelah beberapa menit berlalu, Reno didampingi oleh asisten pribadinya langsung menuju ruangan yang ia minta. Di ruangan itu sudah banyak para pencari kerja yang diterima tengah berdiri menunggu sang direktur. Reno masuk dan memberikan senyuman. Lalu, ia berdiri di atas podium dan memegang micnya. "Baik, selamat pagi semuanya.""
Pintu pun langsung didobrak oleh Reno. Pria itu mendapati istrinya hanya mengenakan handuk di pojokan sambil melotot matanya. "Anggi, ada apa?" Anggi yang tampak gemetaran pun menunjuk ke belakang Reno. Wanita itu memegangi dadanya yang bergemuruh. Saat Reno membalik badan, dia melihat satu ekor cicak yang menatapnya melotot. Tubuhnya sedikit gemuk dan tampak menggelikan sekali. "Cicak?" tanya Reno sambil menoleh ke arah Anggi. Anggi pun mengangguk pelan. Ia benar-benar ketakutan. "Astaga, kukira apaan, Sayang." Reno mencari sesuatu di dekatnya. Saat ia tak menemukan apa pun, lelaki itu langsung melepas sandalnya. Ia melemparkannya pada cicak yang masih diam menatap mereka. Akhirnya, satu lemparan pun langsung mengenai cicak tersebut dan terjatuh. Reno segera meraih satu helai tisu dan membuang cicak tadi ke tempat sampah. "Udah. Sekarang kamu enggak perlu takut lagi."Anggi masih belum berani melangkah. Ia benar-benar masih trauma dengan cicak yang meloto tadi. Reno yang meliha
Sebuah ketukan pada pintu membuat Anggi dan Reno menoleh saat mereka tengah makan malam berdua. Obrolan ringan pasutri baru itu terhenti sejenak. Mereka menoleh dan saling melempar tatapan. "Siapa malam-malam begini bertamu? Enggak biasanya." Anggi membuka suara. "Coba aku liat dulu." Saat Reno berdiri, Anggi langsung mencegahnya. Wanita dengan jilbab biru muda dipadu dengan piyama tidur itu berkata, "Biar aku aja, Mas. Kamu lanjutin makannya."Reno membalas dengan senyuman. Anggi pun segera mendorong kursi ke belakang lalu berjalan ke depan. Ia membuka pintu dan mendapati sosok tadi sore yang membersamainya. "Loh, kamu.""Hai, Mbak. Bisa minta tolong, enggak? Oh, ya, kita kan belum kenalan. Kenalin, namaku Zia." Gadis itu mengulurkan tangannya. Anggi yang tampak kaku pun lantas menerima uluran tangan Zia. "Ada apa ya, Zi?""Kebetulan kan, aku tinggal di rumah sebelah. Belum lama ini juga, nah sekarang lampunya mati. Mau minta tolong yang punya kontrakan tapi rumah beliau jauh. A
"Kamu jadi ikut?" tanya Reno sambil membenahi jas kerjanya. Anggi mengangguk saja. Tanpa menoleh pada suaminya yang sudah siap di depan cermin hias. Sekali lagi Reno menoleh ke belakang. "Kamu kenapa, Sayang? Kayak murung gitu. Aku ada salah? Coba bilang biar aku tau. Ya udah, aku minta maaf duluan deh.""Bukan itu," balas Anggi. Ia berdiri dari tepi ranjang mendekati sang suami. Lalu, membantu membenahi dasi kerja Reno. "Lantas apa? Kamu dari tadi diem aja. Oh, dari semalam. Iya, aku baru ingat. Ada yang kamu pikirkan?" Tangan Reno meraih jemari lentik Anggi dan mengajaknya keluar kamar. Mereka menuruni anak tangga dan siap untuk berangkat. Anggi mengunci pintu rumah dan mengekor di belakang suaminya. Mereka masuk ke dalam mobil dan pergi ke kantor. Sempat Anggi menoleh pada tetangga barunya itu. Namun, rumah itu sudah tampak sepi dan gerbang tertutup rapat. Tak peduli, wanita cantik itu terus bergelayut pada pundak Reno. Mereka bercerita tentang liburan bulan depan. Sesampainy
Anggi menatap ponsel sambil tertawa sendirian. Sementara itu, Reno yang masih sibuk menikmati soto Betawi tampak heran dengan istrinya. "Kenapa? Ada yang lucu?" tanya Reno sambil menghentikan makannya. "Kamu liat sendiri, Mas. Baiknya, dia diapain, ya?" Anggi hanya tertawa saja sejak tadi. Ia segera memberikan ponselnya pada Reno. Dari sana, semua terlihat jelas. Bagaimana kelakuan karyawati itu. Setelah ponsel berpindah ke tangan lelaki itu, Reno pun terkejut melihatnya. Apakah gerangan yang membuat Zia melakukan hal itu. Untung saja, Anggi memiliki banyak cara untuk membuat Zia mati kutu."Berani-beraninya dia di kantorku. Apa aku pecat saja dia sekarang, Sayang?" Reno mendadak hilang selera makan saat mengetahui kelakuan Zia. "Mas, kamu tau siapa dia?" Anggi balik tanya. "Dia udah dua hari kerja di sini. Agak aneh memang anak itu.""Dia itu yang semalam minta tolong benerin lampu rumahnya sama kamu. Untung saja aku peka. Aku tau semua rencana dia.""Serius kamu?" Reno menggele