Malam sudah larut, tetapi Jenny masih belum bisa tidur.Dia membenamkan wajahnya ke bantal, pikirannya berkeliaran tanpa arah. Tiba-tiba, dia merasakan ada tangan yang mulai berulah di pinggangnya.Merasakan napas panas dari belakang, Jenny secara refleks menghindar, menjauhi ciuman yang hampir mendarat di tubuhnya.Sikap penolakannya membuat Yogi terkejut.Bagaimanapun, selama tiga tahun pernikahan, selalu Jenny yang lebih dulu mendekatinya dengan penuh inisiatif.Kali ini Yogi yang tergerak, tetapi justru ditolak, jadi wajar saja jika pria itu bertanya,"Lagi nggak mood?""Lagi datang bulan."Jenny asal membuat alasan, dan Yogi pun tidak mempersoalkannya. Dia hanya menggumam pelan, lalu merapikan selimut Jenny.Seperti biasa sebelum tidur, dia merefleksikan kegiatan hariannya. Tiba-tiba, dia teringat kontrak properti yang dilihatnya siang tadi, lalu bertanya,"Mana kontrak propertinya? Aku mau cek, siapa tahu ada kekurangan."Jantung Jenny berdebar kencang. Dia menatap Yogi lekat-lek
Siang menjelang sore, laptop Jenny tiba-tiba mati. Untuk menyelesaikan pekerjaannya, dia meminjam laptop Yogi.Saat menunggu transfer berkas, sebuah pesan baru masuk. Jenny tanpa sadar membukanya dan melihat pesan dari kantor hukum."Yogi, malam ini kantor mengadakan makan malam bersama. Apa kamu mau mengajak pacarmu?"Melihat pesan itu, tangan Jenny agak gemetar.Selama tiga tahun pernikahan, Yogi tidak pernah mengungkapkan hubungan mereka ke publik. Jadi, di mata orang luar, pria itu selalu dianggap masih lajang.Itulah sebabnya saat Jenny pergi ke kantor hukum untuk berkonsultasi, tidak satu pun orang yang mengenalinya.Kali ini, apakah Yogi akan mengajaknya pergi?Jenny tidak tahu, dan juga tidak berani berharap.Melihat pesan itu, Yogi langsung mendongak, melirik istrinya sejenak, seperti sedang membaca ekspresinya.Menyadari pandangan itu, Jenny tersenyum tipis."Apa kamu mau ajak aku pergi?"Tersirat makna lain dalam pertanyaannya. Sudah tiga tahun, apakah Yogi ingin mengungkapk
Angin malam yang masuk melalui jendela mobil membuat rambutnya berkibar.Sepanjang perjalanan, bayangan Melina yang muncul di sisi Yogi terus terputar di benak Jenny.Mungkin karena terlalu sering disakiti, saat ini Jenny sudah tidak merasakan sakit hati, hanya tersisa kelelahan yang mendalam.Masa tenggang 30 hari ternyata terasa begitu panjang.Dia menyeka matanya yang terasa perih. Karena lengah, dia tidak melihat mobil di depannya yang melanggar aturan dengan mundur, hingga akhirnya menabraknya.Setelah suara benturan keras, kakinya terjepit pintu mobil yang penyok, darah mengucur deras.Dalam sekejap, rona wajahnya memudar, dan keringat dingin mengucur dari dahinya.Terlepas dari rasa sakit yang menusuk, dia masih cukup sadar untuk menghubungi layanan darurat 112.Setelah masuk ruang gawat darurat, dokter memeriksanya. Luka Jenny tidak mematikan, tetapi perlu operasi kecil untuk penanganan lebih lanjut. Dokter menyarankan agar dia menghubungi keluarganya.Orang tua Jenny berada ja
Jenny sama sekali tidak menyangka Yogi akan kembali.Untungnya Chacha kebetulan datang. Jenny pun menahan ekspresi paniknya dan menunjuk dengan tenang."Chaha. Dia yang mau bercerai."Chacha melirik mereka berdua, langsung menangkap situasi dan mengangguk dengan cepat."Uh .... ya, aku memang berniat bercerai, prosesnya sudah berjalan."Hubungan Yogi dan Jenny tidak terlalu dekat, sehingga dia juga jarang berinteraksi dengan teman-teman Jenny.Meskipun pernah bertemu Chacha dua kali, Yogi tetap tidak mengetahui keadaan keluarganya, sehingga mengerutkan kening saat mendengarnya."Kalau mau bercerai, kenapa nggak datang cari aku dulu?"Chacha tidak bisa memikirkan alasan, hanya tergagap tanpa berkata jelas.Melihat itu, Jenny segera mengambil alih pembicaraan."Waktu itu kamu sedang sibuk menangani kasus perceraian adikmu. Aku takut kamu terlalu sibuk, jadi nggak mau mengganggu."Mendengar Jenny menyebut Melina, Yogi menjadi agak gugup dan tidak melanjutkan pertanyaannya."Kalau nanti ad
Setelah pulang ke rumah, Jenny sebenarnya ingin mempercepat proses pindah rumah.Namun, luka di kakinya belum sembuh total, sehingga gerakannya masih terbatas. Dia pun memanggil jasa pindahan untuk membantu.Kardus-kardus besar dan kecil memenuhi ruang tamu. Beberapa pekerja sibuk mengepak barang, keluar-masuk membawa barang dengan pintu yang terus terbuka.Ketika Yogi pulang dan melihat pemandangan yang berantakan itu, dia segera bertanya apa yang terjadi.Jenny memberikan alasan yang sudah dia siapkan sebelumnya."Apartemen Seruni sudah selesai direnovasi. Letaknya dekat dengan tempat kerjamu. Pindahlah ke sana, lebih praktis."Mengingat perjanjian properti yang dia tanda tangani sebelumnya, Yogi mengangguk.Setelah mengganti sepatu, dia duduk di sofa. Sambil mengingat penataan interior apartemen itu di benaknya, dia berbincang santai dengan Jenny."Bukannya kamu suka menanam bunga? Bagaimana kalau nanti balkon di sisi timur dipakai untuk tanamanmu?"Setelah beberapa detik hening, Je
Mendengar bahwa Jenny juga mengalami hal yang sama, Melina langsung merasa iba dan tanpa sadar mulai menghiburnya."Aku juga hampir sama, tapi nggak apa-apa. Selama sudah bercerai, semuanya akan membaik. Yogi pasti akan membantumu melewati masa sulit ini."Benar, rintangan paling sulit, yaitu tanda tangan, memang sudah dibantu oleh Yogi.Jenny mengangguk pelan, lalu menyambung ucapannya."Kudengar kasusmu juga ditangani sepenuhnya olehnya. Sepertinya dia benar-benar bersungguh-sungguh, ya?"Wajah Melina berubah agak malu, dan nada bicaranya pun menjadi lebih ceria."Iya, Yogi memang sangat membantu. Dia membantuku mengumpulkan bukti untuk menggugat mantan suamiku, sambil terus melindungiku dari ancaman bahaya. Kalau bukan karena dia yang berani maju, mungkin aku sudah mati di tangan mantan suamiku yang gila itu."Melihat Melina mengingat kembali kenangan pahit ini dengan wajah penuh kebahagiaan, Jenny tertegun sejenak dan tanpa sadar mengajukan pertanyaan yang kurang tepat."Kamu suka
Sepanjang perjalanan, Jenny terus diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Yogi merasa bahwa suasana hati Jenny belakangan ini sangat murung, tetapi tidak bisa menemukan alasannya. Pria itu hanya bisa mengulas kembali semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.Akhirnya, dia menyimpulkan bahwa dirinya terlalu sibuk mengurus kasus Melina sehingga mengabaikan Jenny, dan itulah penyebab istrinya kehilangan semangat.Rasa bersalah pun muncul di hatinya. Untuk pertama kalinya, dia mengusulkan sebuah ide."Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita yang ketiga. Bagaimana kalau kita pergi liburan untuk bersantai?"Dengan masa tenggang perceraian yang tinggal beberapa hari lagi, Jenny tidak ingin membuat situasi semakin rumit, jadi dia menolak dengan alasan sedang terluka.Yogi memikirkannya dengan saksama dan menyadari bahwa memang itu bukan ide yang tepat, sehingga dia mencoba menawarkan beberapa cara lain untuk merayakannya.Satu per satu dia sebutkan, tetapi Jenny selalu menemukan alasan u
Pada momen ini, Jenny akhirnya yakin.Yogi benar-benar bukan lembur, melainkan merawat Melina yang sedang sakit.Mengingat nada yakin Yogi saat itu, Jenny tersenyum tipis.Demi Melina, bahkan setengah jam pun tidak rela diluangkan?Yogi, kalau kamu tahu beberapa jam ini adalah saat-saat terakhir kita bersama, apakah kamu akan menyesal membatalkan janjimu lagi?Tidak ada yang menjawabnya, dan Jenny juga tidak peduli lagi pada jawabannya.Dia hanya melihat sekilas, lalu keluar untuk membuka WhatsApp Pak Toni, sang pengacara."Pak Toni, hari ini hari terakhir masa tenggang perceraian. Apa aku perlu datang ke kantormu untuk menyelesaikan prosedur apa pun?"Pesan dari Pak Toni segera muncul."Nggak perlu. Nona Jenny, karena masa tenggang perceraianmu sudah berakhir, seluruh prosesnya sudah selesai.""Selamat menempuh kehidupan baru."Kehidupan baru, katanya.Benar, mulai hari ini, mulai dari tidak lagi mencintai Yogi, mulai dari tidak lagi menginginkan Yogi.Jenny akan memiliki hidup yang l
Sudut bibir Jenny yang tersenyum berkedut beberapa kali.Sepertinya dia memang pernah mengatakan hal itu.Namun, dunia menjadi saksi, dia hanya mengatakannya untuk memaksa Yogi segera bercerai. Dia tidak pernah berniat untuk berbicara lebih dalam dengan pria ini.Siapa yang mau berbicara canggung dengan mantan suami setelah mendapat akta cerai!Bukannya orang biasanya merayakan lembaran baru dengan teman baik, sambil minum bersama?Meski Jenny selalu menepati janjinya, tetapi pada saat yang indah ini, dia tidak ingin mengganggu suasana hatinya sendiri. Dia pun mencari alasan."Aku memang bilang begitu tadi. Tapi, aku nggak bilang harus bicara sekarang, 'kan? Lain kali saja, tunggu aku ada waktu."Yogi tidak melepaskan tangannya."Setelah kejadian terakhir waktu kamu menipu aku untuk menandatangani perjanjian cerai dan tiba-tiba menghilang, sangat sulit bagiku untuk mempercayai kata-katamu. Kamu bahkan mengganti semua kontak. Kalau setelah ini kamu pergi lagi, aku harus cari kamu ke man
Hanya butuh sepuluh menit, Jenny sudah mencocokkan informasi yang dikumpulkan dan menemukan semua dokumen yang diperlukan.Setelah memeriksa dengan saksama, dia membawa amplop dokumen keluar dan melihat Yogi yang tergeletak di ambang pintu, membuatnya menyipitkan mata.Apa lagi yang dia lakukan sekarang?Jangan-jangan mau pura-pura sakit untuk menunda tanggal perceraian?Saat berjalan mendekatinya, Jenny merasa sangat waspada, suaranya penuh keraguan."Kamu nggak enak badan?"Kalimat itu bukan menunjukkan perhatian, melainkan sebuah pertanyaan penuh kecurigaan.Yogi tentu bisa membedakannya.Dia menggelengkan kepala, menopang diri di pintu untuk berdiri, lalu memaksakan senyuman tipis."Nggak apa-apa, ayo pergi."Melihat Yogi membuka pintu, Jenny akhirnya perlahan menurunkan kewaspadaannya dan mengikutinya.Dalam perjalanan kembali ke kantor catatan sipil, keduanya tidak berbicara lagi.Jenny terus melihat jam tangannya, memperkirakan waktu. Untuk mengejar waktu, begitu turun dari mobi
Jenny tidak mempercayainya.Bagi Yogi, itu adalah pukulan yang sangat berat.Namun, dia juga tahu bahwa dengan tangannya sendiri, dialah yang mengikis habis kepercayaan yang dimiliki Jenny terhadapnya. Dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri.Hasil ini, sebenarnya sudah berkali-kali dia bayangkan dalam hatinya, dan masih berada dalam batas yang bisa dia terima.Dia menarik napas dalam-dalam, suaranya justru makin tegas."Akan kubuktikan kalau apa yang kukatakan itu benar, Jenny. Bisakah kamu kasih aku satu kesempatan lagi?"Mobil telah masuk ke area parkir bawah tanah dan berhenti. Jenny membuka sabuk pengaman, lalu pintu mobil. Suaranya terdengar seperti sudah bosan mendengar Yogi."Berikan sertifikat cerai itu padaku. Setelah itu, terserah kamu mau membuktikan apa pun."Setelah berkata begitu, Jenny tidak memedulikan reaksi Yogi dan langsung berjalan menuju lift.Pembicaraan yang berputar-putar itu akhirnya kembali lagi ke topik perceraian. Yogi kini benar-benar sadar bahwa Jenny
Tepat di perempatan lampu merah, Yogi menghentikan mobilnya dan menatap Jenny dengan tatapan dalam."Bukan karena nggak puas. Kalau kamu benar-benar mau bercerai, aku bahkan rela keluar tanpa membawa apa pun. Aku juga nggak bermaksud mengancammu, aku cuma merasa masih ada banyak hal yang belum aku pahami. Aku nggak rela."Mendengar kata "nggak rela" keluar dari mulut Yogi, ekspresi terkejut sekilas muncul di wajah Jenny."Apa yang nggak rela? Nggak rela karena diceraikan tanpa pemberitahuan? Atau nggak rela karena aku yang lebih dulu mengajukan cerai?""Bukan itu, Jenny."Melihat ekspresi bingung di wajahnya, Yogi tersenyum pahit. Suaranya rendah dan mengandung rasa sesal yang sulit dijelaskan."Aku nggak rela disalahpahami olehmu. Aku nggak rela kamu nggak kasih aku satu pun kesempatan. Aku nggak rela harus memutus hubungan denganmu sepenuhnya."Kali ini, giliran Jenny yang terdiam.Dia tidak benar-benar mengerti maksud dari perkataan Yogi.Bukannya dia sudah menyukai Melina selama be
Setelah mendengar dari Pak Toni bahwa Jenny kembali ke Lintangjaya, Yogi langsung berusaha mengatur pertemuan dengannya, tetapi ditolak mentah-mentah.Yogi merasa agak kecewa, tetapi tidak punya pilihan lain selain menunggu dengan sabar sampai Jenny datang mencarinya.Selama itu, Yogi membaca ulang surat perjanjian cerai dan kesepakatan pembagian harta berkali-kali dengan cermat, sambil membandingkannya dengan penataan interior rumah lama untuk membeli banyak barang.Dengan harapan tipis bahwa Jenny akan memaafkannya, dia mencoba mengembalikan penataan interior rumah ke kondisi semula, berharap segalanya bisa kembali normal.Hari demi hari berlalu, dan pada akhir September, Yogi akhirnya menerima telepon dari Pak Toni.Jenny mengajaknya bertemu.Namun, lokasinya di depan kantor catatan sipil.Harapan Yogi yang besar seketika sirna.Meski begitu, dia tetap datang, tanpa membawa apa pun.Melihat Yogi datang dengan tangan kosong, Jenny langsung tahu bahwa persetujuan cerai hanyalah keboho
Pada hari ketujuh setelah kepergian Jenny, Yogi hampir mencapai batasnya.Saat dihadapkan pada jurang tanpa jalan mundur, dia justru menjadi lebih sadar.Meskipun masa tenggang untuk perceraian sudah berakhir, prosedurnya belum selesai.Baik untuk mengurus sertifikat perceraian maupun mengajukan gugatan cerai, Jenny tetap harus kembali.Setelah menyadari hal ini, Yogi yang terpuruk mulai bangkit kembali.Dia mengajukan penghentian cuti dan kembali ke firma hukum, lalu hal pertama yang dia lakukan adalah menemui Pak Toni.Selama beberapa hari ini, Pak Toni telah meneruskan banyak pesan dari Yogi, dan saat melihat kondisi Yogi yang tampak kurus dan lelah, dia merasa iba.Dia baru akan menghiburnya, Yogi malah lebih dulu berbicara dengan nada yang sudah kembali tenang."Pak Toni, tolong beri tahu dia bahwa aku setuju bercerai. Suruh dia kembali untuk mengurus sertifikat perceraian."Mendengar ini, Pak Toni nyaris menyemburkan teh yang sedang diminumnya."Langsung setuju begitu saja? Nggak
Pada hari ketiga setelah Jenny pergi, Yogi mencoba segala cara, tetapi tetap tidak dapat menghubunginya.Waktu terus berlalu, dan rasa panik di hatinya makin kuat.Dalam beberapa hari terakhir, Melina telah mencarinya berkali-kali, tetapi Yogi menolak semuanya.Jadi, ketika Melina datang dan melihat penampilan Yogi yang begitu lusuh, dia terkejut bukan main, tatapannya penuh kekhawatiran."Kak Yogi, ada apa ini?"Saat ini, melihat Melina berdiri di hadapannya, emosi di hati Yogi menjadi sangat rumit.Dia sudah mengubah perasaannya kepada Melina menjadi sekadar hubungan kekeluargaan, tetapi belum menemukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.Namun, setelah Jenny pergi karena salah paham mengenai hubungan mereka, Yogi tidak bisa menunda lebih lama lagi. Dia harus mencari waktu untuk menjelaskan semuanya."Melina, belakangan ini aku sedang berusaha menghubungi Jenny.""Kak Jenny? Ada apa dengannya?"Melihat wajah tegang Melina, Yogi merasa makin malu."Dia menghilang. Aku nggak bisa
Setelah tahu bahwa Jenny tanpa sengaja menemukan album foto itu, Yogi tidak bisa tidur sepanjang malam.Sepanjang malam, pikirannya terus memutar kembali semua kejadian yang telah terjadi selama bertahun-tahun ini.Jika sepuluh tahun pertama hidupnya dihabiskan untuk mengejar Melina, maka tiga tahun setelah dia menikah adalah waktunya belajar melepaskan perasaannya terhadap wanita itu.Sejak saat Melina menikah, Yogi memutuskan hanya akan menganggapnya sebagai adik.Sementara itu, terhadap Jenny, yang selalu mengejarnya, Yogi awalnya hanya menganggapnya sebagai teman.Mungkin karena mereka memiliki rasa sakit yang sama, yaitu mencintai tanpa bisa memiliki, Yogi selalu merasa bersalah padanya.Rasa bersalah itu terus membebani Yogi selama bertahun-tahun, hingga akhirnya mereka bertemu lagi tiga tahun lalu.Pada pandangan pertama saat bertemu lagi, dia tahu, Jenny belum bisa melupakannya.Maka, dalam waktu yang cukup lama setelah keluarganya mendesaknya untuk menikah, Yogi terus memikirk
Setelah meninggalkan Lintangjaya, Jenny pergi ke stasiun kereta, menunjuk asal saja ke satu tempat, lalu membeli tiket kereta cepat, memulai perjalanan pertamanya setelah bercerai.Dalam sehari, dari utara ke selatan, suhu perlahan naik, dan udara menjadi makin lembap.Membawa koper kecil, dia tiba di sebuah kota yang sepenuhnya asing baginya, Nagapuri.Berbeda dari kehidupan Lintangjaya yang serba cepat, segalanya di kota kecil ini terasa lebih lambat. Setelah menitipkan barang bawaannya di penginapan, dia memulai perjalanan tanpa tujuan yang jelas.Memesan semangkuk mi, Jenny duduk di pinggir jalan yang ramai sambil menikmati minuman dingin. Tubuh dan pikirannya akhirnya merasa santai.Ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk di aplikasi WhatsApp yang hanya berisi sedikit kontak. Saat membukanya, dia melihat dua pesan dari Pak Toni."Adik, kalau mau bercerai, kenapa nggak bilang identitasmu dulu ke aku? Aduh, urusan ini jadi rumit. Aku nggak kasih kontakmu ke Yogi, dia sampai marah-mar