Setelah berdiskusi dengan sahabatku, diskusi dengan Ummi Maimunah, lalu aku melakukan istikhoroh beberapa kali. Dan hasilnya hatiku mantap membuka hati untuk Mister Halim. Setelah itu waktu rasanya berlari. Beliau bermusyawarah dengan keluarganya dan aku bermusyawarah dengan keluargaku. Hasilnya adalah setelah lebaran ini Mister Halim mengundang keluargaku untuk ibadah umroh sekaligus mengadakan pertemuan keluarga.“Ya Allah Teteh, Ibu mah asa mimpiini teh. Untuk ibadah umroh satu orang saja harus nabung puluhan tahun, ini diundang umroh sekeluarga. Masya Allah … Alhamdulillah.” Ibu heboh sekali saat kusampaikan kabar gembira ini. “Teteh juga bahagia sekali, Bu. Teteh kira baru bisa ketemu Ibu setelah dua tahun tapi ternyata baru beberapa bulan kalian akan ke sini. Siapa saja yang akan diajak, Bu?”“Lina udah ngelist. Lina bacain ya.” Adikku ikut nimbrung mmebuat Ibu mengucek rambutnya gemas. “Sepuluh orang kan ya? Ibu, Lina, Yusril, Wak Yati, Wak Endo, siapa lagi ya? Mang Dasep ajak
Perlahan kuangkat kepalaku dan memandangi diriku di cermin. “Kamu itu manis sekali. Cantik khas Indonesia. Bentuk wajahmu proporsional. Kalau kubilang sih mirip artis Desy Ratnasari waktu muda. Dulu mungkin kulitmu sering terpapar sinar matahari makanya jadi kusam. Kecantikanmu tertutup penderitaan. Tapi lihat sekarang, putih bersih alami. Awas ya kalau minderan lagi. Lagi pula kalau tak cantik mana mau Mister Ganteng itu nikahin kamu.”Kalimat Ayu membuatku tersipu-sipu, dia sungguh berlebihan. Masa aku dimirip-miripkan sama artis favoritku. Kasihan dianya. “Latifaah, ta’alii!” Suara majikanku menghentikan obrolan kami.“Na’am ya Ummi.” Aku menghampiri majikanku yang tengan duduk selonjoran di atas kasurnya dengan punggung bersandar nyaman pada bantal-bantal empuk. Di nakas samping dipan ada mushaf Alquran yang baru saja ditutup. Aku duduk di pinggir kasur dan mulai memijit-mijit kakinya. “Kamu sudah ngontak keluarga di Indonesia soal pertemuan keluarga itu?”“Sudah, Ummi. Ibu sang
“Ummi maaf ya saya jadi sering sibuk sendiri. Ummi kalau perlu apa-apa bilang aja ya khawatirnya saya lupa nawarin sesuatu.” Aku berucap dengan nada bersalah. “Tenang saja, Ummi pasti bilang kalau butuh sesuatu. Latifah jangan banyak pikiran, fokus saja pada persiapan pernikahan.” Majikanku tersenyum menenangkanku.“Ah, Ummi besok kan baru pertemuan keluarga. Nikahnya masih beberapa bulan lagi.” Aku menunduk malu-malu.“Siapa tahu aja kalian mau langsung akad hehe.”Semakin dekat hari kedatangan keluargaku dari Indonesia rasanya aku makin sibuk. Memang secara fisik biasa saja, tapi aku justru sibuk kontakan sana sini untuk keberangkatan keluargaku nanti. Sesekali Mister Halim mengontakku, untuk yanag satu ini sampai sekarang aku belum berani ngontak duluan. Seringnya aku kontakan sama Lina. Dia kuangkat jadi koordinator acara ini.“Teh, bagaimana kalau Bu Mulia jangan dulu diundang, mungkin akan lebih baik bila Bapaknya Imah aja sebagai gantinya. Ibu tak enak kalau beliau tak diajak,
Semerbak wangi rempah khas Arab memenuhi dapur. Aku menghirup aromanya kuat-kuat. Ah, sahabatku memang juaranya masak. “Hei, malah bengong. Cepetan mau bikin apa?” Ayu menegurku.“Hehe … enak banget wanginya. Masakan apa pun yang kamu bikin kayaknya tak pernah tak enak. Batu aja kamu bumbuin bakal enak juga kayaknya hehe. Kenapa enggak bikin vlog memasak aja?”“Memang enak, mau nyoba balado batu bikinanku? Haha … Pernah kepikiran sih. Tapi kemaren-kemaren kan lagi semangat nulis novel. Tapi sepertinya rejekiku bukan di sana deh. Berbulan-bulan rutin nulis belum dapat cuan serupiah pun. Nantilah kupikirkan dulu konsep vlog-nya.”“Ciee gaya banget pake konsep-konsepan segala sekarang.”“Woo iya dong. Aku kan sekarang temennya calon madam, jadi harus ikutan keren.” Ucapnya ngawur. Apa coba hubungannya.“Eh, aku disuruh Ummi ke salon nanti malam, mau ikut enggak?”“Waah asyiiik. Awas aja kalau berani enggak ngajak. Rasanya udah seabad aku enggak ke salon. Apalagi ini salonnya buat sultan
Hari ini keluargaku tiba di kota Mekah. Mereka langsung melaksanakan ibadah umroh dan mengikuti agenda travel."Ya Allah, Teteh ... Lina selama ini tak berani bermimpi akan bisa umroh meski jauh di lubuk hati selalu diam-diam berdoa saat melihat Ka'bah. Ibu juga dikit-dikit ngusap air mata. Terharu sekali sepertinya. Apalagi umrohnya sekeluarga, sekalian ketemu calon besan pula." Chat Lina membuatku tersenyum penuh rasa syukur. Aku memang belum bisa memberikan apapun untuk berbakti pada ibu juga berterima kasih pada keluarga besar. Tapi semoga umroh bersama ini memberikan kebahagiaan untuk semuanya."Teh, Alhamdulillah kami tiba malam hari, istirahat sejenak dan langsung melaksanakan ibadah umroh. Alhamdulillah tidak terlalu padat jamaahnya. Alhamdulillah lagi meski capek tapi kami semua sangat bersemangat. Si Kecil Yusril pun tak rewel, dia mengikuti ibadah umroh dengan riang. Sepertinya dia bahagia banget akan segera ketemu Bubunya." Aku tersenyum lalu menangis lalu tertawa membac
Setelah salat Isya keluarga Mister Halim tiba di rumah majikanku. Aku kaget saat mendengar rombongan mereka sudah tiba. Kok aku malah berpikir keluarga kami yang akan mengunjungi keluarga beliau, aku menepuk kepalaku. Woy, konsentrasi Lala!Ayu yang Melihat kelakuanku lalu menempelkan punggung tangannya dikeningku. “Enggak panas kok,” katanya tanpa merasa bersalah dan membuatku menahan tawa. Iseng banget dia.“Tenang, penampilanmu sudah sangat paripurna. Dua kali ke salon cukup untuk membuat yang tidak terawat jadi kinclong seketika.” Bisikannya di telingaku membuat Lina menoleh pada kami dan bertanya dengan alisnya. “Tetehmu gugup banget, jadi kuhibur dulu.” Sahabatku menunjuk-nunjukku. Lina membulatkan bibirnya.Kami langsung mingkem saat keluarga Mister Halim sudah benar-benar duduk bersama kami. Kutundukkan kepala dalam-dalam. Meski ini bukan pernikahan pertamaku tapi aku merasa sangat gugup. Padahal Ummi Maimunah sudah memperkenalkanku pada sebagian mereka saat kami bertemu di s
Ruangan yang tadi sepi dan syahdu kini berubah menjadi penuh tawa bahagia. Ibu memelukku erat sekali sambil terisak-isak. Aku mengerti apa yang dirasakan Ibu karena persis apa yang kurasakan. Kami bahagia dengan pernikahan yang menjadi anugerah luar biasa dalam hidup kami. Namun ada sedih terselip andai Bapak masih ada dan menyaksikan kebahagiaan luar biasa ini.“Setelah ini Ibu harap Teteh tidak lagi banyak mengucurkan air mata. Sungguh Allah Maha Baik, Dia memberikan kebahagiaan tak terkira setelah berbagai ujian yang Teteh alami. Semoga kalian terus bersama dan saling menyayangi hingga tutup usia.” Doa Ibu seakan tak akan ada akhirnya untuk pernikahan kami. Dan memang demikian adanya. Aku yakin itu hanya sebagian dari doanya, karena doa lain akan terus teruntai dalam sujud panjang wanita terkasihku itu.“Selamat bergabung di keluarga kami, Sayangku. Halim benar-benar beruntung mendapatkanmu. Wanita yang cantil lahir batinnya.” Ummi Maimunah memelukku dengan senyuman. Aku merasa te
Kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah Ummi Maimunah yang luas dan megah. Hatiku hangat dan disesaki rasa haru yang luar biasa. Rasanya seperti mimpi melihat keluargaku makan minum dan bercengkrama dengan santai di rumah majikanku. Semua menikmati makanan yang buat mereka mewah ini dengan gembira. “Sayang, suamimu menunggu di kamar yang dekat kamar Ummi.” Suara Ummi Maimunah menghentikan senyumanku berganti rasa gugup yang luar biasa.Kudengar para sesepuh berembuk waktu walimah dan akhirnya sepakat walimah akan diselenggarakan lusa supaya keluargaku bisa menghadiri. Aku pamit sebentar pada Ibu akan menjumpaisuamiku. Dengan tersenyum lembut Ibu mengangguk.Ummi menggandeng tanganku dan membawaku ke kamar yang dimaksud. Kuhela napas beberapa kali untuk menghilangkan kegugupan.Ummi mmebuka pintu dan tersenyum pada ponakannya lalu meninggalkan kami berdua dalam kecanggungan. Mister Halim mengahampiriku yang berdiri tertunduk di depan pintu. Tersenyum dan menyapaku dengan lembut