Rylan yang tersedak langsung mengambil tisu untuk menghapus air yang tumpah. Dia begitu terkejut dengan ajakan Retta yang mengatakan jika akan membuat perjanjian. Perjanjian macam apa yang diinginkan istrinya itu. “Perjanjian apa maksudmu?” tanya Rylan. “Kamu tahu bukan jika aku terpaksa melakukan pernikahan ini. Jadi aku ingin kita buat perjanjian agar pernikahan ini hanya dalam beberapa waktu saja. Setelah itu kita bisa bercerai.” Retta tidak mencintai Rylan. Karena itu dia tidak mau pernikahan dilanjutkan jika tidak ada cinta. Rylan tersenyum. “Setiap wanita memimpikan pernikahan impian mereka. Menikah dengan orang yang dicintainya dan menjalani hidup dengan orang yang dicintai. Namun, tidak semua mendapatkan apa yang diinginkannya. Aku tahu kamu tidak merasakan semua itu, tetapi apa kamu pikir pernikahan adalah sebuah permainan?” tanya Rylan. Retta terkesiap. Apa yang dikatakan Rylan begitu sangat bijak. Seperti Retta tidak melihat sifat Rylan yang kekanak-kanakan. Apa dia me
“Sayang, kamu jangan bisik-bisik seperti itu?” Rylan merasa geli sekali dengan apa yang dilakukan oleh Retta.Retta hanya bisa tercengang dengan apa yang dilakukan oleh Rylan. Bagaimana bisa suaminya itu bertingkah seolah dirinya yang menggoda. “Jangan menggada-ada!” Kali ini Retta mencubit pinggang Rylan. “Auchh ….” Rylan yang merasakan sakit menjerit. Suara itu membuat Mama Stella dan Papa Sean menoleh ke belakang. “Ada apa?” tanya Papa Sean yang mendengar menantunya menjerit. “Ada semut, Pa. Dia menggigitku.” Rylan tersenyum. Berharap jika alasan itu bisa membuat papa mertuanya tidak curiga. “Pak, tolong bersihkan mobil yang membawa tamu hotel. Saya tidak mau ada semut di dalam mobil dan mengganggu tamu hotel.” Papa Sean memerintahkan supir hotel untuk lebih memerhatikan kebersihan mobil. “Baik, Pak.” Supir mengangguk mengerti. Retta memandang Rylan kesal. Suaminya itu benar-benar membuat gaduh seisi mobil. Padahal hanya dicubit kecil saja. Mungkin tidak sakit, tetapi berlebi
Makan malam kali ini banyak sekali menu makanan di atas meja. Rylan yang melihat makanan tampak begitu enak. Membuat Rylan begitu tergoda. “Wah … aroma masakannya benar-benar menggugah selera.” Rylan yang baru datang mengungkapkan apa yang dilihatnya. “Ayo, duduklah, Mama memasakkan khusus untuk kamu.” Mama Stella tersenyum. Meminta sang menantu untuk segera mencicip makanan yang dimasaknya. Karena Rylan adalah anggota keluarga baru, dia ingin Rylan merasakan betah di rumah. “Duduklah, Ry. Kamu harus mencicip masakan dari mamamu.” Papa Sean pun meminta Rylan untuk duduk manis. Retta yang melihat kedua orang tuanya yang begitu manis itu hanya bisa menggeleng heran. Sejak kapan mereka begitu manis sekali. Padahal dengannya saja dia tidak pernah bersikap manis. Dengan semangat Rylan mendudukkan tubuhnya di kursi. Rasanya dia begitu bersemangat untuk menikmati makanannya. Retta yang melihat Rylan hanya memutar bola matanya jengah. Dia kegirangan sekali melihat makanan di depannya. R
Retta bingung menjawab apa. “Tadi, dia ingin tidur di sofa, padahal aku sudah melarangnya,” jelasnya memberikan alasan. “Sayang, ayo pindah ke sini.” Retta dengan manisnya memanggil Rylan. Rylan tersenyum. Kemudian berangsur bangun dari sofa, dan bergegas naik ke tempat tidur. Sebelum sampai ke tempat tidur, Rylan memberikan kedipan mata pada sang mertua. Mama Stela langsung tersenyum. Tadi Rylan-lah yang menghubungi sang mama mertua. Dia mengingat pesan sang mama mertua tadi saat membantu merapikan piring sisa makan. “Retta anak yang baik. Mama yakin dia akan luluh jika kamu tulus.” Mama Stella yang mendengar dari banyak orang jika sebenarnya Rylan mencintai anaknya merasa bersyukur, paling tidak anaknya berada pada pria yang mencintainya. “Jika butuh bantuan jangan sungkan meminta.” Mama Stella pun memberikan nomor teleponnya. Tak membuang kesempatan itu, Rylan langsung meminta sang mama mertua untuk membantunya yang sedang tidur di sofa. Rylan tidak menyangka jika mama mertuany
Retta dengan bodohnya mengangguk. Dia menajamkan telinganya untuk merasakan lebih dalam lagi apakah sang mama sudah pergi atau belum. Rylan masih menikmati pelukannya. Merasakan tubuh Retta yang menempel sempurna di tubuhnya. Jika tadi malam dia memeluk Retta dari belakang, kali ini dia memeluk Retta dari depan. Hal itu membuatnya sedikit puas sekali. Memeluk istrinya yang begitu dicintai. Retta yang cukup lama menunggu suara sang mama, akhirnya menyadari jika ternyata ini sudah terlalu lama. Dia pun berusaha melepaskan diri. Namun, tangan Rylan yang kuat memeluknya, membuatnya tidak dapat melepaskan diri. Retta menengadah ke arah Rylan. Dilihatnya suaminya itu tersenyum menikmati pelukannya. Hal itu membuat Retta segera mencubit Rylan. “Auch ….” Kembali Rylan berteriak seraya melepaskan pelukannya. Namun, belum sempat Rylan mengeluarkan suaranya, Retta sudah membungkamnya. “Apa kamu mau mama dengar lagi?” tanyanya ketus seraya melepaskan tangannya dari mulut Retta. “Jika mama da
“Kemarin kamu bilang akan melakukan selayaknya sebagai istri, sekarang lakukan.” Rylan menyodorkan dasi pada Retta. Retta yang melihat Rylan dari pantulan cermin merasa heran. Bagaimana bisa dia terjebak dengan perjanjiannya sendiri. Dia hanya minta Rylan pindah ke apartemen. Hanya satu hal saja. Namun, Rylan meminta dirinya menjadi istri sesungguhnya, dan itu terlalu luas artinya. Seperti sekarang, memakaikan dasi adalah hal yang biasa dilakukan oleh seorang istri. Dengan tubuh lemas, Retta bangkit dari duduknya. Menghampiri Rylan yang sedang berdiri menyodorkan dasi padanya. Dengan kasar dia meraih dasi itu lalu mengalungkan di leher Rylan. “Astaga kamu kasar sekali. Aku jadi takut kamu mencekik aku dengan dasi ini.” Rylan bergidik ngeri. Merasa takut sekali dengan apa yang dilakukan oleh Retta. Retta menatap Rylan. Pagi-pagi sudah membuatnya naik darah. “Aku belum mau menjanda sekarang.” Retta bergerak membuat simpul dasi. Dengan kasar dia menarikkan dagu Rylan ke atas agar mu
Retta menggososok-gosok hidungnya yang geli karena kakaknya, dia yang melihat sang kakak berada di lantai tepat di depannya merasa curiga. “Apa yang kamu lakukan saat aku tidur?” tanyanya. Shera tertawa. “Kamu tidur pulas sekali, jadi aku gemas.” “Kamu tidur, Ta?” Papa Sean menatap Retta. Retta menundukkan kepalanya merasa malu karena ketahuan tidur. “Jika kamu masih lelah, sebaiknya kamu pulang saja. Jangan tidur di kantor seperti itu.”“Maaf, Pa.” Retta merasa tidak enak. “Baiklah, nanti siang kalian berdua ikut Papa ke hotel. Ada beberapa yang harus kita cek.” Papa Sean langsung berbalik. Meninggalkan ruangan Retta. Retta dan Shera mengangguk. Mengiyakan apa yang dikatakan oleh papanya. Selepas papanya pergi, Retta menatap sang kakak kesal. Dia kemudian melempar bantal sofa. “Makanya jangan tidur di kantor.” Shera berdiri, kemudian berlalu keluar dari ruangan Retta. Dia merasa jika apa yang dilakukannya tidaklah salah. Retta hanya menatap malas pada Shera. Kakaknya itu suda
“Sudah cepat makan. Jangan mengoceh terus.” Retta yang malas menanggapi pujian sang suami pun memilih mengakhirinya. Menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya. Rylan hanya bisa tersenyum. Dia mengikuti Retta yang akan makan. Ingin segera merasakan masakan yang dibilang Retta adalah buatannya. Rylan menyodorkan piringnya. Meminta Retta untuk mengisinya dengan makanan. Retta yang melihat itu pun mengisi makanan di piring Rylan. Tak mau berdebat di meja makan. Apalagi dia sudah begitu lapar. Rylan senang ketika sang istri melayani dengan baik. Tak membuang banyak waktu, dia pun bergegas memakan masakan Retta. Rylan akui rasa masakan begitu enak. Jadi membuatnya semakin tidak percaya jika istrinya itu yang memasak. “Rasa masakan ini mengalahkan rasa masakan chef bintang lima.” Rylan benar-benar merasakan masakannya begitu enak. 'Ini yang buat chef bintang lima, bagaimana bisa mengalahkan? Aneh!' Retta hanya bisa menggerutu dalam hatinya. “Ini pakai saus apa?” Rylan menunjuk satu masak
“Baiklah, tarik napas dan embuskan sambil berusaha mengejan.” Dr. Lyra kembali memberikan pengertian pada Retta. Retta menarik napas dan mengembuskannya sambil berusaha mengejan. “Uch ....” “Tarik napas dan embuskan kembali.” Dr. Lyra kembali memberikan aba-aba. Retta kembali mengambil napas dan mengembuskannya. “Uch ....”“Uch ....” Dia berusaha untuk mengejan. Retta benar-benar merasakan seluruh tulangnya patah. Rasanya benar-benar menyakitkan sekali. Dia benar-benar baru tahu jika menjadi seorang ibu bukan suatu yang mudah. “Ayo, Sayang.” Rylan berusaha memberikan semangat pada sang istri. “Uch ....” Retta terus berusaha mengejan. Dia mencengkeram erat lengan Rylan. Melampiaskan rasa sakitnya dengan menancapkan kuku-kukunya di lengan sang suami. Rylan mengabaikan apa yang dilakukan sang istri. Baginya rasa sakit itu tidak sebanding dengan yang dirasakan oleh sang istri. “Kepalanya sudah mulai kelihatan. Sedikit lagi, Re.” Dr. Lyra pun memberitahu posisi bayi. “Ayo, Sayang.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Shera. “Perut aku sakit, Kak,” keluh Retta. “Tadi dia sudah mengeluhkan sakit.” Ghea pun menjelaskan pembicaraan tadi dengan Retta. “Ada apa?” tanya para ibu yang panik. “Perut Retta sakit, Ma.” Shera menatap sang mama mertua. Mama Stella dan Mama Ella pun langsung mendekat pada Retta. Mama Stella memegangi lengan Retta bersama dengan Shera. “Sebaiknya kita segera ke Rumah sakit saja.” Mommy Selly pun memberikan ide. Tidak mau terjadi apa-apa pada Retta. “Frey, Ghe, hubungi para suami.” Mommy Shea memberikan perintah pada Freya. Mereka sangat butuh bantuan. “Bilang kita menunggu di lobi.” “Baik, Mom.” Freya dan Ghea mengangguk. Mereka langsung bergerak menghubungi para pria. Ghea menghubungi Daddy Bryan, sedangkan Freya menghubungi El. Para pria yang berada di area bermain yang dihubungi pun seketika panik. Mereka yang menunggu anak-anak bermain pun langsung menghentikan permainan anak-anak. Mereka langsung membawa anak-anak untuk ke mobil. Rylan
Rylan menjemput papa, mama, dan kakaknya ke Bandara. Mereka semua sengaja datang jauh-jauh untuk menunggu Retta yang akan melahirkan. Usia kandungan Retta sudah mencapai sembilan bulan. Sudah hampir waktunya melahirkan. Hal itu tentu saja membuat semua keluarga siap siaga untuk menjaga Retta. Papa Darwin dan Mama Ella tak mau ketinggalan. Mereka juga ingin menemani proses yang akan dilalui oleh Retta. Noah dan Cia pun tak mau kalah. Mereka juga ingin melihat keponakan mereka. Selain itu memang Cia ada beberapa hal yang harus dikerjakan di toko kue miliknya. Beberapa bulan sekali memang Cia pulang. Dia akan memberikan resep untuk produk-produk baru di tokonya. Dia akan mengajari langsung pegawai di tokonya. Mobil Rylan sampai di rumah. Tadi dia ke Bandara dengan El. El menjemput Cia dan Noah, sedangkan Rylan menjemput papa dan mamanya. Papa dan mamanya akan menginap di tempatnya, sedangkan Cia dan Noah akan ke rumah Papa Felix dan Mama Chika. Saat sampai di rumah Mama Ella dan Papa
Retta mengerjap ketika merasakan perutnya tiba-tiba lapar. Saat membuka matanya, dia melihat sang suami yang masih tertidur. Retta mengalihkan pandangannya pada jam dinding yang berada di kamarnya. Dilihatnya waktu menunjukan jam satu malam. Artinya sudah dini hari. Perut Retta yang begitu lapar membuat Retta akhirnya membangunkan sang suami. “Sayang.” Retta Menggoyang-goyangkan tubuh sang suami. Retta mengerjap ketika merasakan tubuhnya digoyangkan. Saat membuka matanya, dia melihat dilihatnya sang istri yang sudah bangun. “Kamu bangun?” tanya Rylan. “Iya, aku lapar.” Retta memberikan alasannya bangun. “Kamu mau makan, Sayang?” Rylan langsung berangsur bangun. Mendudukkan tubuhnya sambil menatap sang istri yang masih merebakkan tubuhnya. “Iya,” ucap Retta. “Kamu mau makan apa?” Rylan tidak mau sampai sang istri kelaparan. Retta memikirkan apa yang dia inginkan malam-malam seperti ini. “Aku mau burger.” Dia pun menyampaikan apa yang diinginkannya. Rylan berpikir jika is
Dua minggu sudah Retta dan Rylan menikmati babymoon. Mereka sangat puas menikmati waktu di kota kelahiran Rylan. Retta benar-benar disunguhkan keindahan London dengan cara yang berbeda oleh Rylan. Makan malam ditempat spesial, kuliner di street food London, berkunjung ke museum, pergi ke taman bunga yang begitu indah di musim semi. Dua minggu benar-benar dimanfaatkan Rylan dan Retta. Hari ini mereka akan pulang. Kembali ke tanah air tercinta Indonesia. Dua minggu bersama, tentu saja membuat Mama Ella berat melepaskan putra dan menantunya. “Mama akan ke sana menjelang kelahiran.” Mama Ella membelai lembut pipi sang menantu. “Iya, Ma.” Retta begitu terharu jika memang benar sang mama mertua akan datang. Pastinya akan sangat bahagia sekali baginya bisa ditemani kedua orang tua Rylan di saat melahirkan. “Jaga Retta baik-baik.” Mama Ella menatap Rylan. Dia berharap sang putra bisa menjaga kandungan sang istri. "Tentu, Ma.” Rylan mengangguk. “Hati-hati di jalan.” Papa Darwin meme
Pagi ini Rylan mengajak Retta untuk pergi ke toko kue milik Cia. Mereka ingin menikmati makanan yang ada di toko milik Cia. Rylan dan Retta sengaja memilih untuk menaiki bus. Bus tingkat yang terkenal di London itu selalu menarik untuk dicoba. Bus yang melawati jalanan kota London, menampilkan deretan bangunan-bangunan dari kota Ratu Elisabeth tersebut. Bangunan kuno yang tertata rapi begitu menarik sekali. Membuat mata begitu dimanjakan.Mereka sampai di halte pemberhentian. Mereka harus berjalan lagi ketika menuju ke toko milik Cia. Saat sampai di sana, penampilan toko hampir sama dengan toko-toko sebelahnya. Menampilkan bangunan kuno yang ekstetik. Saat masuk mereka disuguhi dengan interior khas Eropa. Kue-kue yang berjajar di etalase begitu menggugah selera sekali. Pengunjung yang datang pun cukup ramai. Beberapa menikmati makan kue di bangku-bangku yang berada di luar. Ada pun juga yang di dalam, yaitu berada di lantai dua. “Hai, kalian sudah datang.” Cia yang melihat adik-adik
Di rumah keluarga Asher semua orang berkumpul. Ada Mama Ella, Papa Darwin, Noah, Cia, Lora, Nick, Rylan, Retta, Dean, dan Bian. Semua berkumpul untuk merayakan kedatangan Retta dan Rylan.Makanan tersaji di atas meja. Semua menikmati makanan tersebut sambil mengobrol. “Makanlah yang banyak, Sayang.” Mama Sengaja membuat makanan ini untuk kalian.” Mama Ella menatap Retta dan Rylan secara bersamaan. “Jadi Bibi hanya membuatkan untuk Kak Retta dan Kak Rylan saja?” Bian yang berada di meja makan melayangkan protesnya. Dia pura-pura kecewa dengan wanita yang selalu dia datangi akhir pekan itu. Setiap akhir pekan Bian dan Dean mampir ke rumah keluarga Asher. Semua akan berkumpul untuk saling bercengkerama.“Kamu sudah sering makan masakanku. Jadi kini gantian mereka.” Mama Ella menatap Bian dan kemudian mengalihkan pandangan pada anak dan menantunya. “Baiklah, tetapi nanti saat mereka pergi. Masakkan makanan enak untuk aku, Bi.” Bian menggoda wanita yang kini berusia kepala lima itu. “
Tepat di jam satu malam, Rylan sudah terbangun. Kemarin jam sembilan dia sudah tidur. Jadi paling tidak, dia punya kesempatan untuk mengistirahatkan tubuhnya sebentar. Dengan lembut dia membangunkan sang istri. Memintanya untuk bersiap. Retta sebenarnya masih sangat mengantuk. Namun, dia harus segera bersiap. Hari ini mereka akan pergi menikmati liburan mereka. Jadi tentu saja dia tidak akan melepaskan kesempatan itu. Retta dan Rylan yang sudah bersiap, keluar dari kamarnya. Alangkah terkejutnya mereka ternyata Papa Sean dan Al sudah ada di sana. “Papa di sini?” tanya Retta yang terkejut. “Apa kamu tidak tahu jika Papa dan Al yang akan mengantar?” Papa Sean justru balik bertanya.“Aku lupa memberitahu, Pa.” Rylan menjawab cepat. Kemarin karena sibuk, dia lupa hal penting ini. “Sudahlah kalau begitu, lupakan, sekarang ayo cepat kita berangkat ke Bandara.” Papa Sean mengakhiri pembicaraan. Jika diteruskan tentu saja akan memakan banyak waktu. Akhirnya Retta dan Rylan diantar oleh
Shera datang menjemput anaknya. Sudah sebulan ini anak-anaknya tinggal di rumah Retta. Anak-anak begitu senang sekali. Karena katanya setiap hari Retta membuatkan cemilan untuk anak-anaknya itu. Hal itu membuat Shera senang. Saat Shera tiba pun anak-anaknya masih menikmati puding yang dibuatkan oleh Retta. “Mereka masih makan. Tunggulah sebentar.” Retta meminta kakaknya untuk duduk menunggu keponakannya. “Sepertinya kamu akan membuat mereka menjadi gendut.” Shera yang merasa jika adiknya terus menjejali dengan makanan pun merasa jika anak-anaknya akan semakin gembul jika begitu ceritanya. “Aku memberikannya makanan sehat. Tenang saja. Pasti aman. Sekali pun mereka gemuk, pastinya gemuk sehat.” Retta pun menjelaskan pada sang kakak yang memprotesnya. Shera mendengus kesal. Bicara dengan adiknya memang akan percuma saja karena pada akhirnya dia kalah. Hobi baru sang adik justru menyenangkan sekali untuk anak-anaknya. Jadi wajar saja mereka betah di rumah aunty-nya itu. Setela