“Kamu tidak apa-apa?” tanya Shera. “Perut aku sakit, Kak,” keluh Retta. “Tadi dia sudah mengeluhkan sakit.” Ghea pun menjelaskan pembicaraan tadi dengan Retta. “Ada apa?” tanya para ibu yang panik. “Perut Retta sakit, Ma.” Shera menatap sang mama mertua. Mama Stella dan Mama Ella pun langsung mendekat pada Retta. Mama Stella memegangi lengan Retta bersama dengan Shera. “Sebaiknya kita segera ke Rumah sakit saja.” Mommy Selly pun memberikan ide. Tidak mau terjadi apa-apa pada Retta. “Frey, Ghe, hubungi para suami.” Mommy Shea memberikan perintah pada Freya. Mereka sangat butuh bantuan. “Bilang kita menunggu di lobi.” “Baik, Mom.” Freya dan Ghea mengangguk. Mereka langsung bergerak menghubungi para pria. Ghea menghubungi Daddy Bryan, sedangkan Freya menghubungi El. Para pria yang berada di area bermain yang dihubungi pun seketika panik. Mereka yang menunggu anak-anak bermain pun langsung menghentikan permainan anak-anak. Mereka langsung membawa anak-anak untuk ke mobil. Rylan
“Baiklah, tarik napas dan embuskan sambil berusaha mengejan.” Dr. Lyra kembali memberikan pengertian pada Retta. Retta menarik napas dan mengembuskannya sambil berusaha mengejan. “Uch ....” “Tarik napas dan embuskan kembali.” Dr. Lyra kembali memberikan aba-aba. Retta kembali mengambil napas dan mengembuskannya. “Uch ....”“Uch ....” Dia berusaha untuk mengejan. Retta benar-benar merasakan seluruh tulangnya patah. Rasanya benar-benar menyakitkan sekali. Dia benar-benar baru tahu jika menjadi seorang ibu bukan suatu yang mudah. “Ayo, Sayang.” Rylan berusaha memberikan semangat pada sang istri. “Uch ....” Retta terus berusaha mengejan. Dia mencengkeram erat lengan Rylan. Melampiaskan rasa sakitnya dengan menancapkan kuku-kukunya di lengan sang suami. Rylan mengabaikan apa yang dilakukan sang istri. Baginya rasa sakit itu tidak sebanding dengan yang dirasakan oleh sang istri. “Kepalanya sudah mulai kelihatan. Sedikit lagi, Re.” Dr. Lyra pun memberitahu posisi bayi. “Ayo, Sayang.
Taksi berhenti tepat di depan taksi. Seorang pria keluar dari dalam mobil. Pria dengan pakaian casual itu tampak berdiri tegak ketika keluar mobil. Melihat sekitar, dia melepas kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Sejenak dia menunggu sopir yang sedang mengambil tas miliknya.Retta yang melihat pria itu langsung mengembuskan napas lega. Akhirnya pria yang ditunggu datang juga. Pria itu adalah calon suami Retta. Hari ini Retta akan menikah dengan pria yang dicintainya itu.Dengan cepat Retta menghampiri pria itu. Tadi jantungnya benar-benar mau copot mendapati sang calon suaminya yang tak kunjung datang. Namun, perasaan itu sirna ketika melihat calon suaminya.Pria itu masuk ke hotel. Menarik koper yang diberikan oleh sopir taksi. Dia sudah tak sabar untuk bertemu dengan Retta-calon istrinya.Satu pelukan diberikan padanya. “Aku pikir kamu tidak akan datang.” Perasaan lega benar-benar melingkupi hati Retta. Dia tidak bisa bayangkan jika calon suaminya itu tidak datang.Pria it
Apa yang diucapkan wanita itu seketika membuat Retta melepaskan cengkeramannya. Dia begitu terkejut dengan yang didengarnya. Suami orang? Retta mengulang apa yang dikatakan oleh wanita itu padanya. Jelas jika yang dimaksud adalah calon suaminya. Tidak mungkin orang lain. Karena wanita itu menyerangnya karena calon suaminya.Di saat Retta sudah melepas cengkeraman, Rylan memberikan kode pada calon suami Retta untuk berusaha melepaskan cengkeraman wanita yang diketahui adalah istri pria itu.Pria itu pun melakukannya. Hingga akhirnya sang istri melepaskan cengkeraman di rambut Retta.Mereka berdua sudah begitu kacau. Rambut sudah bak singa karena aksi jambak-jambakan. Jika wanita yang diketahui adalah istri calon suami Retta sudah menangis sejak tadi, Retta baru menangis sekarang. Dia begitu kecewa mendengar kenyataan pahit baru saja.“Apa benar jika dia istrimu?” Retta menatap calon suaminya. Mencoba memastikan apa yang didengarnya benar.“Apa kamu tidak mengerti apa yang aku katakan t
Retta masuk ke kamar sang papa. Kamar presidential suite itu begitu terasa dingin sekali ketika keheningan melingkup. Lebih lagi Papa Sean yang melayangkan tatapan tajam begitu menghujam. Retta sudah menduga jika papanya pasti akan sangat murka dengan apa yang baru saja terjadi.Papa Sean mengusap wajahnya kasar. Dia berusaha keras untuk mencerna dengan baik keadaan yang ada. Mama Stela yang berada di sebelahnya pun berusaha untuk menenangkan. Shera yang berada di samping sang adik pun tak kalah takut. Papanya tidak pernah marah, tetapi kali ini wajah sang papa begitu mengerikan.“Apa ini janji yang kamu berikan pada Papa, Retta? Kamu sendiri yang memilih pria itu, tetapi kamu sampai tidak tahu jika pria itu sudah menikah? Apa kamu tidak bisa mencari tahu dulu latar belakangnya sebelum menjalin hubungan?” Akhirnya suara Papa terdengar. Bersama dengan kekecewaan yang begitu teramat besar.“Maaf, Pa.” Retta hanya bisa menangis. Dia harus mengabaikan rasa sakit di dalam hatinya untuk kal
“Jangan bercanda, Al. Kita mau cari di mana dalam waktu sehari? Kamu pikir ini sulap.” Mama Stella pun tak kalah kesal dengan cucunya. Bisa-bisanya menantunya memberikan ide konyol.Al menelan salivanya, dia tahu memang itu sesuatu yang mustahil. Dia bukan sedang mencari barang dan bisa ditemui begitu saja di supermarket dalam waktu singkat.“Mungkin ide kamu bisa juga. Lebih baik kita carikan saja pria untuk Retta menikah.” Papa Sean pun setuju dengan ide yang diberikan Al.“Pa, jangan memaksakan jika pada akhirnya kita justru salah pilih menantu.” Shera pun memberikan peringatan pada sang papa. Sudah cukup adiknya yang salah pilih, jangan sampai salah pilih lagi. Kebahagiaan Retta yang akan dipertaruhkan.“Ach … Papa jadi pusing.” Papa Sean memegangi kepalanya. Merasa jika sangat pusing dengan apa yang harus dilakukannya untuk menyelamatkan semuanya. Ini bukan perkara kecil.Tepat saat mereka sedang asyik sedang memikirkan solusi dari masalah yang dihadapi, suara ketukan pintu terde
Al menemui Noah di kamarnya. Dia ingin meminta pria dua anak itu untuk ikut menemui mertuanya. Kamar Noah yang berada di lantai bawah membuatnya harus naik lift ke sana. Tepat di depan kamar, Al mengetuk pintu. “Ada apa Al ke sini?” Noah sedikit terkejut ketika Al berada di depan kamarnya. “Papa Sean ingin bertemu denganmu.” Al pun menyampaikan niatnya. “Aku?” tanya Noah menunjuk ke arahnya.“Iya, kamu. Ada yang ingin dibicarakan.”Sebenarnya Noah bingung dengan niat papa mertua Al, tetapi dia ingin tahu untuk apa. Terlebih lagi tadi dia dengar jika ada keributan antara Retta dengan calon suaminya. Ach … mungkin papa mertua Al sedang membutuhkan bantuan. Jadi dia memanggilnya. Itulah yang dipikir Noah. “Baiklah, aku bilang Cia dulu jika aku akan keluar.” Noah masuk ke kamar lebih dulu. Berpamitan dengan istrinya.Bersama dengan Al, Noah langsung menuju ke kamar Papa Sean. Di sana sudah ada Shera juga serta mama dan papanya. Mereka tampak sekali menunggu dirinya.“Silakan
“Tadi orang tua Retta mengatakan jika pernikahannya akan dibatalkan.” Noah memulai pembicaraannya dengan adiknya. Rylan sudah menebak hal itu yang akan terjadi, mengingat tadi terjadi pertengkaran hebat. Namun, kenapa kakaknya bicara begitu serius padanya, membuatnya keheranan. “Aku sudah tahu alasannya pernikahan batal.”“Bagus jika kamu sudah tahu, jadi tidak terlalu sulit untukmu memahami apa yang akan aku jelaskan.” Noah merasa tidak perlu susah payah menjelaskan. Rylan menautkan alisnya. Merasa bingung kenapa kakaknya bicara seperti itu. Padahal jelas-jelas. “Memang kamu ingin menjelaskan apa?” tanyanya. “Aku ingin menjelaskan jika orang tua Retta meminta kamu untuk menikah dengan Retta.” Noah akhirnya mengatakan apa yang disampaikan oleh keluarga Retta. Rylan membulatkan matanya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh kakaknya itu. “Maksudnya pernikahan tetap akan dilanjutkan dan tidak jadi dibatalkan?” tanyanya memastikan. “Iya, tetap dilanjutkan dengan pengantin pria ya
“Baiklah, tarik napas dan embuskan sambil berusaha mengejan.” Dr. Lyra kembali memberikan pengertian pada Retta. Retta menarik napas dan mengembuskannya sambil berusaha mengejan. “Uch ....” “Tarik napas dan embuskan kembali.” Dr. Lyra kembali memberikan aba-aba. Retta kembali mengambil napas dan mengembuskannya. “Uch ....”“Uch ....” Dia berusaha untuk mengejan. Retta benar-benar merasakan seluruh tulangnya patah. Rasanya benar-benar menyakitkan sekali. Dia benar-benar baru tahu jika menjadi seorang ibu bukan suatu yang mudah. “Ayo, Sayang.” Rylan berusaha memberikan semangat pada sang istri. “Uch ....” Retta terus berusaha mengejan. Dia mencengkeram erat lengan Rylan. Melampiaskan rasa sakitnya dengan menancapkan kuku-kukunya di lengan sang suami. Rylan mengabaikan apa yang dilakukan sang istri. Baginya rasa sakit itu tidak sebanding dengan yang dirasakan oleh sang istri. “Kepalanya sudah mulai kelihatan. Sedikit lagi, Re.” Dr. Lyra pun memberitahu posisi bayi. “Ayo, Sayang.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Shera. “Perut aku sakit, Kak,” keluh Retta. “Tadi dia sudah mengeluhkan sakit.” Ghea pun menjelaskan pembicaraan tadi dengan Retta. “Ada apa?” tanya para ibu yang panik. “Perut Retta sakit, Ma.” Shera menatap sang mama mertua. Mama Stella dan Mama Ella pun langsung mendekat pada Retta. Mama Stella memegangi lengan Retta bersama dengan Shera. “Sebaiknya kita segera ke Rumah sakit saja.” Mommy Selly pun memberikan ide. Tidak mau terjadi apa-apa pada Retta. “Frey, Ghe, hubungi para suami.” Mommy Shea memberikan perintah pada Freya. Mereka sangat butuh bantuan. “Bilang kita menunggu di lobi.” “Baik, Mom.” Freya dan Ghea mengangguk. Mereka langsung bergerak menghubungi para pria. Ghea menghubungi Daddy Bryan, sedangkan Freya menghubungi El. Para pria yang berada di area bermain yang dihubungi pun seketika panik. Mereka yang menunggu anak-anak bermain pun langsung menghentikan permainan anak-anak. Mereka langsung membawa anak-anak untuk ke mobil. Rylan
Rylan menjemput papa, mama, dan kakaknya ke Bandara. Mereka semua sengaja datang jauh-jauh untuk menunggu Retta yang akan melahirkan. Usia kandungan Retta sudah mencapai sembilan bulan. Sudah hampir waktunya melahirkan. Hal itu tentu saja membuat semua keluarga siap siaga untuk menjaga Retta. Papa Darwin dan Mama Ella tak mau ketinggalan. Mereka juga ingin menemani proses yang akan dilalui oleh Retta. Noah dan Cia pun tak mau kalah. Mereka juga ingin melihat keponakan mereka. Selain itu memang Cia ada beberapa hal yang harus dikerjakan di toko kue miliknya. Beberapa bulan sekali memang Cia pulang. Dia akan memberikan resep untuk produk-produk baru di tokonya. Dia akan mengajari langsung pegawai di tokonya. Mobil Rylan sampai di rumah. Tadi dia ke Bandara dengan El. El menjemput Cia dan Noah, sedangkan Rylan menjemput papa dan mamanya. Papa dan mamanya akan menginap di tempatnya, sedangkan Cia dan Noah akan ke rumah Papa Felix dan Mama Chika. Saat sampai di rumah Mama Ella dan Papa
Retta mengerjap ketika merasakan perutnya tiba-tiba lapar. Saat membuka matanya, dia melihat sang suami yang masih tertidur. Retta mengalihkan pandangannya pada jam dinding yang berada di kamarnya. Dilihatnya waktu menunjukan jam satu malam. Artinya sudah dini hari. Perut Retta yang begitu lapar membuat Retta akhirnya membangunkan sang suami. “Sayang.” Retta Menggoyang-goyangkan tubuh sang suami. Retta mengerjap ketika merasakan tubuhnya digoyangkan. Saat membuka matanya, dia melihat dilihatnya sang istri yang sudah bangun. “Kamu bangun?” tanya Rylan. “Iya, aku lapar.” Retta memberikan alasannya bangun. “Kamu mau makan, Sayang?” Rylan langsung berangsur bangun. Mendudukkan tubuhnya sambil menatap sang istri yang masih merebakkan tubuhnya. “Iya,” ucap Retta. “Kamu mau makan apa?” Rylan tidak mau sampai sang istri kelaparan. Retta memikirkan apa yang dia inginkan malam-malam seperti ini. “Aku mau burger.” Dia pun menyampaikan apa yang diinginkannya. Rylan berpikir jika is
Dua minggu sudah Retta dan Rylan menikmati babymoon. Mereka sangat puas menikmati waktu di kota kelahiran Rylan. Retta benar-benar disunguhkan keindahan London dengan cara yang berbeda oleh Rylan. Makan malam ditempat spesial, kuliner di street food London, berkunjung ke museum, pergi ke taman bunga yang begitu indah di musim semi. Dua minggu benar-benar dimanfaatkan Rylan dan Retta. Hari ini mereka akan pulang. Kembali ke tanah air tercinta Indonesia. Dua minggu bersama, tentu saja membuat Mama Ella berat melepaskan putra dan menantunya. “Mama akan ke sana menjelang kelahiran.” Mama Ella membelai lembut pipi sang menantu. “Iya, Ma.” Retta begitu terharu jika memang benar sang mama mertua akan datang. Pastinya akan sangat bahagia sekali baginya bisa ditemani kedua orang tua Rylan di saat melahirkan. “Jaga Retta baik-baik.” Mama Ella menatap Rylan. Dia berharap sang putra bisa menjaga kandungan sang istri. "Tentu, Ma.” Rylan mengangguk. “Hati-hati di jalan.” Papa Darwin meme
Pagi ini Rylan mengajak Retta untuk pergi ke toko kue milik Cia. Mereka ingin menikmati makanan yang ada di toko milik Cia. Rylan dan Retta sengaja memilih untuk menaiki bus. Bus tingkat yang terkenal di London itu selalu menarik untuk dicoba. Bus yang melawati jalanan kota London, menampilkan deretan bangunan-bangunan dari kota Ratu Elisabeth tersebut. Bangunan kuno yang tertata rapi begitu menarik sekali. Membuat mata begitu dimanjakan.Mereka sampai di halte pemberhentian. Mereka harus berjalan lagi ketika menuju ke toko milik Cia. Saat sampai di sana, penampilan toko hampir sama dengan toko-toko sebelahnya. Menampilkan bangunan kuno yang ekstetik. Saat masuk mereka disuguhi dengan interior khas Eropa. Kue-kue yang berjajar di etalase begitu menggugah selera sekali. Pengunjung yang datang pun cukup ramai. Beberapa menikmati makan kue di bangku-bangku yang berada di luar. Ada pun juga yang di dalam, yaitu berada di lantai dua. “Hai, kalian sudah datang.” Cia yang melihat adik-adik
Di rumah keluarga Asher semua orang berkumpul. Ada Mama Ella, Papa Darwin, Noah, Cia, Lora, Nick, Rylan, Retta, Dean, dan Bian. Semua berkumpul untuk merayakan kedatangan Retta dan Rylan.Makanan tersaji di atas meja. Semua menikmati makanan tersebut sambil mengobrol. “Makanlah yang banyak, Sayang.” Mama Sengaja membuat makanan ini untuk kalian.” Mama Ella menatap Retta dan Rylan secara bersamaan. “Jadi Bibi hanya membuatkan untuk Kak Retta dan Kak Rylan saja?” Bian yang berada di meja makan melayangkan protesnya. Dia pura-pura kecewa dengan wanita yang selalu dia datangi akhir pekan itu. Setiap akhir pekan Bian dan Dean mampir ke rumah keluarga Asher. Semua akan berkumpul untuk saling bercengkerama.“Kamu sudah sering makan masakanku. Jadi kini gantian mereka.” Mama Ella menatap Bian dan kemudian mengalihkan pandangan pada anak dan menantunya. “Baiklah, tetapi nanti saat mereka pergi. Masakkan makanan enak untuk aku, Bi.” Bian menggoda wanita yang kini berusia kepala lima itu. “
Tepat di jam satu malam, Rylan sudah terbangun. Kemarin jam sembilan dia sudah tidur. Jadi paling tidak, dia punya kesempatan untuk mengistirahatkan tubuhnya sebentar. Dengan lembut dia membangunkan sang istri. Memintanya untuk bersiap. Retta sebenarnya masih sangat mengantuk. Namun, dia harus segera bersiap. Hari ini mereka akan pergi menikmati liburan mereka. Jadi tentu saja dia tidak akan melepaskan kesempatan itu. Retta dan Rylan yang sudah bersiap, keluar dari kamarnya. Alangkah terkejutnya mereka ternyata Papa Sean dan Al sudah ada di sana. “Papa di sini?” tanya Retta yang terkejut. “Apa kamu tidak tahu jika Papa dan Al yang akan mengantar?” Papa Sean justru balik bertanya.“Aku lupa memberitahu, Pa.” Rylan menjawab cepat. Kemarin karena sibuk, dia lupa hal penting ini. “Sudahlah kalau begitu, lupakan, sekarang ayo cepat kita berangkat ke Bandara.” Papa Sean mengakhiri pembicaraan. Jika diteruskan tentu saja akan memakan banyak waktu. Akhirnya Retta dan Rylan diantar oleh
Shera datang menjemput anaknya. Sudah sebulan ini anak-anaknya tinggal di rumah Retta. Anak-anak begitu senang sekali. Karena katanya setiap hari Retta membuatkan cemilan untuk anak-anaknya itu. Hal itu membuat Shera senang. Saat Shera tiba pun anak-anaknya masih menikmati puding yang dibuatkan oleh Retta. “Mereka masih makan. Tunggulah sebentar.” Retta meminta kakaknya untuk duduk menunggu keponakannya. “Sepertinya kamu akan membuat mereka menjadi gendut.” Shera yang merasa jika adiknya terus menjejali dengan makanan pun merasa jika anak-anaknya akan semakin gembul jika begitu ceritanya. “Aku memberikannya makanan sehat. Tenang saja. Pasti aman. Sekali pun mereka gemuk, pastinya gemuk sehat.” Retta pun menjelaskan pada sang kakak yang memprotesnya. Shera mendengus kesal. Bicara dengan adiknya memang akan percuma saja karena pada akhirnya dia kalah. Hobi baru sang adik justru menyenangkan sekali untuk anak-anaknya. Jadi wajar saja mereka betah di rumah aunty-nya itu. Setela